"Kau pasti bertanya-tanya kenapa nenek ku menanam bunga krisan kuning" Xander menuntunku untuk duduk di tengah-tengah taman.
"Awalnya aku tidak menganggap tempat ini penting bagiku, tapi saat mengetahui fakta dibalik taman ini dari kakekku, aku mulai menyadari, inilah gambaran perasaan dari nenek" tatapannya tak bisa terbaca, tapi dari senyumannya aku mengerti betul ada kisah yang sangat menyentuh dari tempat ini. Aku menyandarkan kepalaku dibahunya, memegang tangannya sambil menikmati angin yang berhembus.
"Awalnya kakekku begitu menolak kehadiran nenek, ia merasa lemah karena mendapatkan mate seorang manusia, tapi karena instingnya, ia tetap membawa nenek kemari, lambat laun nenek mulai mencintai kakek, tapi kakek tak pernah membalas perasaannya. Dengan begitu bodoh ia mencintai seorang yang tidak mencintainya. Hingga ia merubah lahan kering ini menjadi taman bunga. Menanam bunga krisan kuning untuk mengekspresikan perasaannya. Perasaan digantung dalam ketidakpastian. Hingga akhirnya nenek menyerah ia memilih menghadap kakek, memintanya untuk memulangkan dirinya tapi kakek menolaknya karena mereka akan menikah 2 hari lagi"
"Krisan kuning, baby breath, marigold, geranium, bunga mawar hitam, dan poppy putih. Nenekmu memiliki kisah cinta yang hebat" Aku menatap mata Xander dengan tersenyum ke arahnya.
"Kau tau arti bunga ditaman ini?" Aku menganggung ke arahnya.
"Dulu saat menjadi hunter petualang, salah satu regu yang ku bantu menggunakan bunga untuk berkomunikasi, sebab itulah aku mengetahui makna bunga yang ada disini, dan biar ku tebak, kakekmu yang menanam marigold, geranium, bunga mawar hitam dan poppy putih bukan?" Xander mengangguk dengan tatapan yang tak bisa diartikan.
"Aku tidak ingin memiliki akhir cinta yang menyedihkan..." Xander menatap ke arah langit.
"Kalo begitu kita akan menanam bunga tulip disini" Xander melihat ke arahku dan langsung memelukku.
"Jangan pergi dariku Al..." Aku menepuk pelan punggungnya.
Sebegitu takutkah ia kehilangan diriku. Aku tak pernah merasakan hal ini sebelumnya. Kehangatan dari orang yang takut kehilanganku. Rasanya hangat, benar-benar hangat.
"Kalian disini, Aletha ayo ikut aku, kau harus bersiap ibu Xander sudah menyiapkan acara sambutan dimansion ini"
"Rose pilih baju tertutup untuknya, awas saja kau memilih baju terang dan memperlihatkan lekuk tubuhnya"
"Tidak bisa, kecantikan dan keindahannya harus diperlihatkan disini" kurasa Rose ingin menjahili Xander. Ku pikir Xander tidak akan terpancing tapi tenyata kebalikannya. Lucu sekali melihatnya marah seperti ini.
Rose menarik ku pergu bersama sedangkan Xander hanyar terdiam melihatku pergi dengannya. Sesampainya di kamar, Rose memintaku berendam. Ia membersihkan rambutku meski aku sudah melarangnya.
"Terima kasih membuatnya tersenyum kembali Al, meskipun ia bukan ading kandungku, tetap saja ia adik kecil bagiku, ah benar kau belum tau hubungan kami, aku menjadi anak angkat dari nenek xander, usiaku dan dia tak terlalu jauh, kami selalu bermain bersama nenek, Xander kecil selalu tersenyum tapi setelah kematian nenek, ia terlihat terluka, bahkan sampai saat ini ia masih membenci kakeknya" Tanpa Rose sadari ia meneteskan air mata.
"Itu hanya masa lalu kan, Xander yang sekarang ia lebih dewasa, ia juga mendapatkan tanggung jawab sebagai pria, wajar saja ia mengurangi sikap lembutnya, untuk itu Rose tak perlu khawatir, ia tetap pria berhati lembut" aku tersenyum lembut ke arahnya.
"Aku bersyukur kau takdirnya, ah dari pada aku berakhir menangis, sebaiknya kau selesaikan mandimu, Ratu sudah menyiapkan gaun untukmu"
Setelah selesai aku berjalan menuju meja rias. Beberapa maid mulai mengatur rambut dan memberi riasan wajah padaku. Aku meminta mereka untuk memberiku polesan tipis saja. Aku memakai gaun yang diberikan oleh ratu. Terlihat indah dan juga elegan.
***
Aku tak menyangka ibuku yang selalu tampil elegan sekarang menampilkan wajah antusias dan juga senyumannya. Entah kenapa malam ini begitu istimewa. Ibu hanya membuat pesta kecil untuk menyambut Aletha. Tapi kenapa putra mahkota datang kesini_-.
Saat aku menyadari kehadiran Aletha. Semua mata melihat ke arah dimana dia berdiri. Aku tersenyum melihatnya tampil feminim dengan gaun hitam ditambah pola bunga merah. Wajahnya dipoles sedikit make up, rambut hitam yang tergerai indah. Dia terlihat elegan meski ekspresi bingungnya itu menggemaskan. Ah satu lagi aku benci karena gaun itu tidak memiliki lengan, leher jenjangnya terlihat jelas. Aku langsung menghampirinya, mengulurkan tanganku. Ia menyambutku dengan senyumannya, tanpa pikir panjang aku memeluk pinggangnya.
"Kau terlihat cantik" ucapku berbisik ditelinganya. Ia memukulku sedikit keras.
"Ya ampun kau ini memang mateku pukulanmu sangat keras"
"Xander hentikan" ia menenggelamkan wajahnya di dadaku, memang menggemaskan.
***
Melihat kebersamaan Xander dan Aletha. Sungguh itu adalah hal terindah yang ingin ku lihat. Aku mendekati mereka berdua, lalu membawa Aletha ke sampingku lalu memperkenalkan menantu rumah ini ke seluruh anggota keluarga dan beberapa undangan. Mereka menyambut baik kehadiran Aletha.
Xander berpisah sebentar dengan Aletha. Ya disaat seperti ini ia harus membahas pekerjaannya dengan putra mahkota. Aku melihat kegelisahan dari menantuku itu. Ia terlihat tak nyaman.
"Aletha ada apa sayang?"
"Salam nyonya, aku hanya belum terbiasa dengan suasana ini" jawabnya.
"Bukan nyonya tapi ibu, kau harus memanggilku ibu mulai dari sekarang, kau itu menantuku sekaligus anakku" aku tersenyum ke arahnya. Sorot mata yang menyimpan kesedihan itu membuatku menariknya ke dalam pelukanku.
Aku melihat masa lalunya. Aku juga tau ia ingin merasakan kehangatan seorang ibu dan penjagaan dari seorang ayah. Ia ingin dimarahi dan tertawa bersama seperti keluarga pada umumnya. Tapi semua itu hanya keinginan terbesar dari alam bawah sadarnya. Dilatih untuk menjadi mesin pembunuh yang tidak memiliki perasaan memang membuatnya menjadi misterius. Ketika melihatnya tersenyum bersama anakku. Aku bahagia karena Xander alasannya tersenyum.
"Ibu boleh aku mengajaknya berdansa" aku tak pernah melihat senyumannya setulus ini. Tentu saja aku mengiyakan.
Pasangan yang begitu serasi. Mereka terlihat begitu mesra, lantai dansa itu menjadi saksi diantara 2 insan yang berdansa begitu indah. Banyak mata menampilkan kekaguman pada mereka.
Cup
"Sendari tadi kau terus tersenyum sayangku" Aaron baru saja mencium keningku. Aku hanya terkekeh menanggapinya.
"Bagaimana aku tidak tersenyum melihat mereka bahagia, seandainya ia disini ku pikir akan menambah kebahagiaan ini" Aku merasa sedih karena anak tertuaku tewas saat perang. Semenjak kejadian itu Xander lebih menutup dirinya dan sikapnya menjadi semakin dingin. Ia begitu menyayangi kakanya.
"Sudah-sudah, ia pasti bahagia melihat kebahagiaan adik tersayangnya, kau juga harus tersenyum untuk itu" Aaron langsung memelukku mencoba menenangkan.
***
"Besok adalah hari latihanmu, kau harus lulus dari sana agar aku bisa menikahimu" aku menggoda Aletha yang tentunya membuatnya kesal.
"Bukankah kau juga sama?"
"Hooo kau pikir aku akan membiarkan diriku gagal, tidak akan pernah, aku akan lulus dari sana dan juga akan menikahimu, lagi pula ujianku sangat sulit, jadi kau harus menganggap aku memperjuangkanmu diantara hidup dan matiku" Aletha nampak terkejut mendengar itu. Apa aku membuat jantungnya lemah, oh ayolah, aku begitu menyukai pemandangan ini.
"Berhenti menggodaku!" Baru saja ia menginjak kakiku dan pergi dari tempat kami berdansa. Entah kenapa membuatnya kesal menjadi salah satu hobiku sekarang. Saat ingin mengejarnya ayah memanggilku dengan kontak mata, aku tau pasti ada suatu hal penting yang harus dibicarakan. Aku hanya melihat kepergian dari Aletha.
***
Angin berhembus menerbangkan rambutku.
Woosh
"Nona"