"Apa kau sudah gila!" Aku berteriak di depan wajahnya. Ia menutup matanya lalu menghilangkan mantranya. Kami berada di tanah sebagai pijakan. Aku begitu kesal karena ia tiba-tiba saja memelukku dan mencium keningku seenaknya saja.
"Bukankah kita sudah resmi menjadi suami istri, kenapa kau selalu protes jika aku menunjukan keromantisanku di depan umum" dia baru saja memanyunkan bibirnya, yang benar saja. Aku pergi dari hadapannya. Aku benar-benar kesal sekarang.
Grep
"Maafkan aku, aku tidak akan melakukannya tanpa seizinmu" ia memelukku dari belakang. Aku menghela napas lalu menghadap ke arahnya.
"Seharusnya aku yang meminta maaf, aku sudah berteriak dihadapanmu" ia kembali memelukku dan mengusap rambutku.
"Aku tidak akan bisa marah padamu Aletha, sekarang kembalilah ke kelasmu, setelah selesai aku akan menunggumu"
Aku pergi menuju kelasku kembali. Saat aku melangkahkan kakiku masuk ke dalam kelas. Elina sudah menatap tajam ke arahku. Aku hanya bisa membuang muka ke arah lain. Teori kali ini benar-benar membosankan. Bersabarlah Aletha sebentar lagi jam istirahat.
Kring...kring...kring...
"Apa kau baru saja menyebabkan suatu masalah Al" Elina dan Zeline berdiri di depanku dengan tangan yang bersedekap di dada.
"Tidak ada"
"Lalu tadi?"
"Hanya panggilan biasa" aku tak bisa menjelaskan mengenai diriku dan Xander. Cukup memalukan.
"Sudahlah El, kau seperti ibu-ibu yang mengomel" canda Zeline.
"Awas saja kau Zel!"
"Maaf-maaf, sekarang ayo kita ke kantin, perutku baru saja melakukan konser"
"Oo tidak-tidak, kita tidak akan ke kantin" Elina melihat ke arahku dan juga Zeline secara bergantian.
"Lalu?"
"Taraaaa" Elina mengeluarkan tas bekal yang lumayan besar. Ia nampak bahagia terlihat dari caranya tersenyum.
Akhirnya kami bertiga duduk di taman belakang. Tepat dibawah pohon pinus. Elina nampak antusias membuka bekalnya. Banyak sekali makanan yang ia buat. Bahkan makanan kesukaanku juga ada.
"Aku membuat makanan ini untuk kalian dan untuk mu Al, aku khusus membuatkanmu nasi kepal isi daging hehe..."
"Tunggu apa lagi ayo kita makan" ucap Zeline
Melihat mereka makan dengan lahap disertai tawa lepas membuatku sadar. Mereka adalah orang-orang berharga bagiku. Berbagai candaan selalu mereka lontarkan meski itu hanya candaan ringan. Aku menutup mataku menikmati angin dan suara tawa mereka sampai-sampai sesuatu berada di bibirku. Aku membuka mata dan melihat pinggiran gelas berada dibibirku.
"Aku membuatkanmu susu vanila hangat kesukaanmu" aku tertegun saat melihat Elina. Rupanya ia masih belum bisa menerimaku yang sekarang.
"Kau tau Aletha, aku begitu merindukan tingkah lucumu, saat kau makan, saat kau bermain air hujan, aku suka sikapmu yang kekanak-kanakan dan juga berterus terang" Elina melihatku dengan senyum lembutnya.
"Maaf..." kata itu yang hanya bisa keluar dari mulutku.
"Tidak apa-apa, kami tidak akan menanyakan apa yang terjadi padamu, ku harap kau tau kami selalu disini untuk menemanimu Al" aku hanya bisa tersenyum mendengar pernyataan Zeline.
Tik
Tik
Tik
Hujan turun tes demi tetes. Aku dan lainnya membereskan bekal kami lalu berteduh di lorong jalan menuju taman. Aku menengadahkan tanganku menerima air hujan yang turun.
"Kalian merindukan ini kan" aku langsung berlari ke arah taman dan bermain air hujan sambil tersenyum ke arah mereka. Ku harap kalian menyukai ini sebelum aku kembali ke sifatku yang sekarang.
"Tunggu kami Aletha"
Perpaduan air hujan dan candaan dari mereka melengkapi lukisan pada taman ini. Ketulusan dalam persahabatan.
Maaf dan terima kasih untuk kalian berdua.
***
Aku dan Kio tidak menemukan Aletha di kantin. Akhirnya aku memutuskan untuk pergi berkeliling akademi. Saat itu turun hujan lalu aku mendengar suara tawa dari dua sampai tiga orang. Aku tersenyum ketika melihat mereka bermain air hujan. Rupanya Aletha dan teman-temannya berada ditempat ini. Aku menyandarkan diriku memperhatikan apa yang Aletha lakukan.
Ia menendang genangan air tepat di depan teman-temannya. Ia terus tersenyum dan tertawa. Senyuman tulus itu sangat sulit didapatkan dari dirinya. Suatu hari nanti aku akan membuatnya tersenyum kembali. Aku berjanji.
***
"Kenapa akhir-akhir ini kau banyak diam Eric?"
"Ah itu aku punya banyak masalah"
"Mau bercerita?"
"Tidak terima kasih, ini bukan sesuatu yang penting menurutku"
Setelah menjawab pertanyaan dari Crystal, aku memalingkan pandanganku ke arah kiri. Aku tertegun melihat Aletha dan teman-temannya sedang bermain air hujan. Ia masih memiliki senyuman itu. Senyuman tulus yang pernah tertuju padaku.
Dulu saat hubungan kami masih baik-baik saja, ia selalu membantuku dalam hal akademik ataupun non akademik. Membuatkan ku makanan dan juga membantuku menyelesaikan masalah tentang organisasi yang ku pimpin.
Ia benar-benar mengubahku menjadi sosok yang cerdas. Aku masih ingat saat berjalan bersamanya. Hujan turun dan ia dengan senang hati menyambut tetesan air itu. Ia begitu kekanak-kanakan saat itu.
Ia tak pernah mengatakan suka ataupun cinta kepadaku. Kurasa ia khawatir padaku jika ia menyatakan cintanya lebih dulu. Aku tau ia menyukaiku hanya dari perilakunya. Lalu dengan kejamnya memintanya mengakhiri segalanya. Waktu itu aku memintanya menemuiku di taman. Ia datang dengan hati dan senyuman tulusnya. Aku mengatakan padanya bahwa aku tidak memiliki perasaan padanya. Aku juga mengatakan tidak menyukai sifat kekanak-kanakannya itu. Hubungan kami tak akan pernah maju dan aku tidak akan pernah memiliki perasaan padanya.
Aku melihat wajahnya yang terkejut dan kecewa. Ia terus berusaha menyembunyikan ekspresi wajahnya itu dengan tersenyum. Aku merasa bersalah karena telah melukai hati kecilnya.
"Mmm...baiklah, terima kasih karena sudah menerimaku selama ini Eric, maaf karena sifatku membuatmu tidak menyukaiku" Setelah ia mengatakan hal itu, ia pergi meninggalkanku.
aku begitu terkejut mendapat kabar selama 3 bulan ia tak mengirimkan kabar sama sekali. setelah mendapat kabar itu aku menikmati hari-hari tanpanya. Entah kenapa perasaanku merasakan seperti ada yang hilang. Hubunganku dan Crystal juga semakin erat tiap harinya.
satu tahun telah berlalu, Aletha muncul dengan sosok yang berbeda. Aku begitu terkejut setelah menyadari ia absen selama satu tahun. Aura ramah darinya hilang dengan aura dinginnya. Apakah ini ulahku?. Membuat dirinya menjadi seperti ini.
"Eric kenapa kau menangis?"
"eh?...ah mataku terkena angin sebab itulah aku meneteskan air mata"
Terbesit dari perasaanku, aku benar-benar merindukannya. maafkan aku karena sudah menyakiti perasaanmu dan maafkan aku karena aku terlambat menyadari perasaanku padamu.
***
BOOM!!!
"Jadi ditempat ini ratuku berada?"
"Benar tuan"
"Bawakan aku ratuku tanpa terluka sedikit pun, jangan lakukan kesalahan lagi!"
Pasukan goblin itu menyebar di seluruh akademi mencari sang ratu pendamping dari raja mereka. Dibawah pimpinan iblis mereka mencari dengan merasakan aura sang ratu untuk menemukannya.