Aku terus memikirkan perkataan perempuan itu. Sambil menyusuri rak buku tentang artefak langka, terus mencari buku yang pas untuk ku baca diperpustakaan ini. Rasa-rasanya hampir semua buku artefak langka ku baca tapi tak menemukan hal yang ingin ku ketahui. Kepalaku hampir meledak rasanya.
"Aletha apa kau akan terus disini seharian, bukankah seminggu ini kita harus berlatih meningkatkan kemampuan kita untuk ujian nanti" Elina terus mengeluh karena mengikuti membaca buku tentang artefak.
"Kau terus mengikutiku, kenapa kau tidak mengikuti Zeline, iya tengah berlatih di aula"
"Tapi kau akan kesepian nanti"
"Tenang saja, aku tidak akan kesepian dengan semua buku-buku ini"
"Baiklah aku akan menghampirinya, saat jam istirahat kau harus ke kantin tepat waktu ya, aku akan memesan makanan kesukaanmu" aku hanya mengangguk tanda mengiyakan.
Aku terus membaca bagian artefak dan sejarah. Namun aku tidak menemukan tentang wadah ataupun hal yang berkaitan. Aku menaruh kepalaku di atas meja. Tiba-tiba seseorang duduk di depanku. Aku melihat sebentar dan rupanya itu adalah Eric. Ia tengah membaca buku tentang ramuan medis. Aku yang tidak tertarik dengannya memilih untuk menaruh kembali kepalaku.
"Apa kau merasa pusing?" Suara familiar dan usapan lembut dikepalaku membuatku bangun dari posisiku. Aku menggeleng ke arahnya.
Setelah menerima jawabanku ia malah memilih membaca buku sejarah strategi perang. Aku mendengus kecil ketika melihatnya terlalu fokus membaca, meski tanganya terus menggenggam tangan kananku. Entah kenapa akhir-akhir ini aku suka berdekatan dengannya. Aneh. Ah aku lupa Eric yang berada dihadapanku. Sesekali Xander menatap tidak suka ke arahnya. Sifat posesifnya memang hal yang paling menjengkelkan.
"Xander" panggilan pertama ia tak menanggapiku. Aku memanggilkan kembali, hasilnya tetap sama.
"Xander..." akhirnya aku memanggilnya dengan nada manja dan kesalnya ia malah merespon panggilanku.
"Hmmm..."
"Temani ak-"
"Iya aku akan menemanimu" Kalimatku belum selesai dan ia malah membaca pikiranku. Ia mencubit hidungku dan tersenyum ke arahku.
Aku berencana untuk pergi ke rumah lelang Aprikot. Ku harap, aku bisa menemukan informasi disana. Jujur saja aku ingin mengatakan itu, tapi ia malah membaca pikiranku. Fokusku bukan berlatih untuk ujian, aku malah fokus dengan teka-teki di kepalaku ini.
'Bukankah itu Eric, Aletha dan juga tuan Xander?'
'Apa kau mendengarnya, Aletha ternyata mate tuan Xander'
'Benarkah?, lalu kenapa Eric duduk disana, apa akan terjadi kisah cinta segitiga diantara mereka?'
Lagi aku mendengar isi kepala mereka. Aku hampir melupakan Eric yang fokus membaca bukunya disini. Argh suara pikiran mereka menggangguku.
Tes
Tes
"Aletha!" Aku bisa mendengar mereka berdua berteriak. Xander langsung menutup hidungku dengan sapu tangan dan Eric mencoba menyingkirkan buku yang ada di depanku.
***
Aku terkejut melihat Aletha yang mimisan. Seperti halnya reaksiku, Xander lebih cepat menanganinya. Aku hanya bisa menyingkirkan buku yang ada di depannya. Aku tak berdaya saat mengetahui kemampuan Xander yang luar biasa. Ia menyembuhkan Aletha dengan sentuhannya.
Setelah darah berhenti keluar, aku melihat Aletha tersenyum ke arah Xander. Ia mungkin merasa tidak sehat tapi ia menutupinya dengan senyuman. Dapat ku lihat Xander menampilkan wajah dinginnya karena ia tidak menyukai hal yang menyakiti Aletha.
Rumor Aletha adalah mate Xander bukanlah rumor semata melainkan kenyataan yang ada. Aku begitu menyesali sikapku padanya. Melihatnya tak bereaksi apapun saat aku berada di depannya membuatku sakit hati. Dulu ia selalu tersenyum manis tapi sekarang tidak lagi.
***
Aletha tersenyum ke arahku saat perdarahan dihidungnya itu berhenti. Aku begitu khawatir dengan keadaannya tapi ia masih saja menampilkan senyumannya. Aku menjetikan jariku didahinya. Ia meringis saat aku melakukannya.
"Xander ayo kita ke kantin aku sudah lapar" aku hanya mengangguk dan melangkah bersamanya ke kantin.
Setelah ia tiba di kantin ia melepaskan genggaman tanganku dan menghampiri teman-temannya. Aku mengikutinya dan duduk disampingnya. Ia makan begitu lahapnya.
Aku masih mengkhawatirkan keadaannya ini. Perubahan wajah dan sikapnya begitu kentara. Saat bersamaku ia menunjukan wajah polosnya, sekarang ia terlihat dingin.
"Aletha apa kau baik-baik saja?" Tanya Elina
"Aku baik-baik saja"
"Tidak, kau tidak baik-baik saja, kau sering terlihat pucat dan hari ini wajahmu lebih pucat dari hari sebelum-sebelumnya,Al menurutku kau tidak perlu ke akademi dulu selama 1 minggu ini, kau harus memulihkan keadaanmu sebelum ujian akhir tiba" senang melihat Aletha dikelilingi orang yang tulus seperti Zeline dan Elina. Mereka berdua menjaga mateku dengan kasih sayang dan juga ketulusan.
Aku menatap ke arah Aletha. Ia nampak bimbang dalam mengambil keputusan untuk beristirahat atau tidak. Tiba-tiba ia menatapku dengan tatapan memohon. Sepertinya ia takut aku menyetujui saran dari mereka berdua. Aku tersenyum ke arahnya.
"Aletha yang dikatakan teman-temanmu memang benar kau harus beristirahat, tapi jika memang kau ingin tetap diakademi kau harus mematuhi persyaratanku" Aletha mengangguk ke arahku tanda menerima persyaratan.
"Kau harus berada 1 ruangan denganku, jangan jauh-jauh dariku, apa kau mengerti?"
"Mmm..." ia hanya berdehem.
"Kalo tuan Xander mengizinkanmu, kami tidak keberatan lagi pula tuan akan menyembuhkanmu ketika kau merasa sakit"
***
"Aku mengerti"
"Ini baru Aletha kami" itulah yang dikatakan Elina sambil mencubit pipiku.
Setelah makan di kantin, aku hendak pergi ke perpustakaan kembali. Namun, Xander menarikku menuju ruangannya yang berada di lantai 3. Lantai yang tidak boleh dinaiki sebarang orang.
Aku terkejut dengan desain lantai 3. Dominasi warna putih dan emas melebur menjadi satu di dindingnya, lantai ini bertema elegan. Berbeda dengan lantai 1 dan 2. Desain kedua lantai itu bertema klasik dan kuno tapi masih memiliki daya tarik tersendiri. Saat tiba diruangan Xander. Aku bertemu Kio dan 4 orang lainnya yang tidak ku ketahui siapa. Xander mendudukan diriku dikursi miliknya dan berlalu pergi begitu saja.
"Al bagaimana keadaanmu?"
"Aku baik-baik saja Kio" Aku melihat Xander membawa dua gelas. Satu gelas berisi obat dari Kevin dan satunya lagi berisi air putih. Rupanya ia memintaku untuk meminum obat. Akhirnya aku meminum obatku dan membilas rasa pahitnya dengan air putih.
"Kio kursi"
"Ini" Kio mengambil kursi yang sama persis dengan kursi yang aku pakai sekarang.
"Apa kau tidak ingin memperkenalkannya pada kami Xander?"
"Dia Aletha Ava Robert mateku"
"Salam kenal Aletha, aku Daren dari klan elf dan dia Arley tangan kananku" saat Daren ingin berjabat tangan, terdengar suara mendengus dari sampingku. Xander tidak menyukainya.
"Daren jangan mencoba berjabat tangan dengannya, laki-laki disebelahnya akan menghancurkanmu sampai menjadi debu hahaha..." siapa dia.
"Dia putra mahkota Aldric Alison" aku menatap ke arah Xander dan menunduk hormat pada putra mahkota.
"Jangan terlalu formal padaku Al, matemu saja sering bersikap dingin kepadaku, aku tidak pernah melihatnya tersenyum seperti itu sebelum kau hadir untuknya, makhluk es itu sekarang meleleh karena kehadiran matenya sendiri hahaha..." Xander hanya diam mendengar ejekan dari putra mahkota. Aku merasakan aura begitu mencekam dibelakang putra mahkota siapa dia.
"Sepertinya kau merasakan auranya ya, hmm sangat jarang orang lain bisa merasakan auranya, dia Carl tangan kananku. Ia berasal dari klan werewolf meski setengah darkelf kurasa.."
Aku dikagetkan oleh seseorang yang tiba-tiba saja masuk ke dalam. Tunggu bukankah itu professor Dalbert yang menguji cobaku saat kembali ke akademi. Jadi professor Dalbert mengajar disini. Mereka hening dan fokus menerima semua pelajaran yang jelas-jelas berbeda dari kami. Aku hanya ikut memperhatikan dan mendengarkan mereka mengeluarkan pendapat-pendapat yang ada. Terkadang mereka juga mendiskusikan solusi dalam permasalahan yang ada dikerajaan. Tanpa sadar aku memejamkan mataku dan tertidur.
***
Aletha tertidur dengan posisi duduknya, efek obatnya itu lebih lambat dari yang ku duga. Aku memindahkannya ke sofa panjang yang ada dibelakangku. Ia terlihat tenang tertidur dengan posisinya. Aku kembali ke posisiku untuk mendengar penjelasan professor Dalbert.
"Apa ada pertanyaan?"
"Professor apa kau mengetahui tentang takdir 'wadah'?"
"Aku mengetahui sedikit tentang hal itu, takdir 'wadah' adalah keturunan acak yang memiliki tanda sejak ia lahir, ada dua orang, satu laki-laki dan satu perempuan. Mereka ditakdirkan memiliki akhir yang tragis"
"Apa maksudmu seperti kisah cinta romeo dan juliet professor?" Tanya Daren.
"Tidak, mereka saling membunuh untuk menuntut sesuatu. Kehancuran yang disebabkan oleh pertarungan keduanya mengakibatkan kerusakan yang fatal bagi dunia immortal"
"Apa yang terjadi jika salah satu dari mereka berhasil hidup?" Aldric mulai penasaran dengan pembahasan yang ada.
"Tak pernah dikatakan. Kalian tidak boleh menanyakan takdir 'wadah' ke sembarang orang, banyak orang yang hilang setelah mengetahui semua kebenaran itu, nah karena kelas kita sudah selesai aku pamit undur diri"
"Terima kasih professor"
"Sama-sama" setelah kepergian professor Aldric membuka suaranya.
"Yang dikatakan professor memang benar, kau tak bisa bertanya ke sembarang orang Xander,aku pernah bertanya hal itu, tapi setiap kali aku penasaran dengan takdir 'wadah' ayahku selalu menghukumku"
"Xander matemu cantik sekali saat tidur"
"Daren enyahlah dari sana!"
Boom!
-------------------------------------------------------------------------
Halo!
gimana ceritanya bagus nggak?
semoga kalian suka cerita ini.
author ada sedikit pengumuman, karena kesibukan yang tak bisa ditinggalkan, cerita Alteha : Revenge untuk sementara slow update dan kemungkinan akan hiatus dulu...
sampai jumpa di next chapter ^^
-White_mode-