"Ah ayah ingin sekali berkenalan dengan calon menantu ayah, halo calon menantuku!"
"Apa ia benar panglima perang yang terkenal agresif dan kejam itu, bagiku ia seperti anak kecil yang bersemangat.."
"Kevin, dia memang panglima perang, untuk gelarnya hanya berlaku di luar rumah dan di dalam rumah seperti yang kau lihat ini" Kio dan Kevin berdiskusi di samping Alex.
Aku kebingungan dengan pria berumur di depanku. Di lihat dari wajahnya dia mungkin ayah Xander mereka mirip,sama-sama tampan dan berkarisma, sekarang aku tau dimana sikap kekanakannya menurun. Tanpa sadar aku menyunggingkan senyum ku, mengingat kembali bagaimana tingkah kekanakan Xander muncul.
"Siapa namamu nak?"
"Nama saya Aletha Ava Robert tuan"
"Tidak perlu bicara formal seperti itu pada ayah sendiri" ayah Xander mengulurkan kedua tangannya memintaku untuk menggenggam kedua tangannya.
"Ayah, jangan mencoba untuk menggenggam tangannya, ayah selalu berulah"
"Baik-baik, kau lihat nak, sifat posesifnya begitu dominan, padahal dulu dia tidak seperti itu.." Xander yang berada di depanku hanya mendengus kesal. Saat Xander dan ayahnya terus berdebat. Aku melirik ke arah jendela yang ada diruangan itu, ada seseorang dengan rambut panjang silver berjubah abu-abu dengan kedua tangannya berada dibelakang. Ia menyunggingkan senyumnya dan seperti berbicara kepadaku. Aku hanya bisa mengerutkan keningku.
DEG!
Dadaku terasa sesak dan tengkukku terasa panas. Xander yang menyadari keadaanku, langsung menggendongku. Namun, ayahnya menahannya. Xander yang mengerti maksud ayahnya diam ditempat. Ku rasakan telapak tangan berada di keningku. Aku terus mencoba bernapas tapi tetap tidak bisa. Rasanya berat sekali.
Dari telapak tangan itu, aku merasakan kehangatan menjalar kesekujur tubuhku. Rasanya begitu ringan. Aku memejamkan mata.
***
"Xander kita akan bicara nanti, ayah harus kembali, kau harus menjagannya baik-baik, jangan tinggalkan dia" Aku kebingungan dengan ekpresi wajahnya yang murung secara tiba-tiba. Dengam kekuatan ayah, Aletha kembali tenang bahkan ia tertidur didalam gendonganku.
"Alex, kau dan Kevin kembalilah lebih dulu" Alex yang merasakan auraku tak ingin berurusan denganku. Ia memilih mundur.
Aku membawa Aletha ke kamar, meminta beberapa pelayan wanita untuk mengganti pakaiannya. Setelah itu aku masuk ke kamar dan meminta mereka meninggalkan ku bersamanya berdua. Aku menggenggam tangannya.
"Engh.." Ia melenguh kesakitan saat membuka matanya.
"Hei sweet heart, kau baik-baik saja?" Ia mengangguk lelah dan mencoba duduk. Aku membantunya untuk bersandar di kepala tempat tidur.
"Aku melihat seseorang Xander, Ia memiliki rambut panjang silver, ia memakai jubah abu-abu, aku tidak tau kenapa ia seolah berbicara padaku, lalu tengkukku terasa panas dan juga aku merasa sesak, aku tidak tau kenapa, tapi semua ini benar-benar membuatku bingung" aku melihat kekhawatiran di wajahnya. Aku memilih naik ke atas tempat tidur, duduk disampingnya dan menyandarkan kepalanya di dadaku.
"Kita akan menemukan jawabannya Aletha, aku juga kebingungan tentang apa yang terjadi padamu, aku berjanji akan melindungimu bahkan aku rela mengorbankan nyawaku sendiri" Aku mengatakan kalimat itu sambil membelai lembut surai hitamnya. Aku menggenggam tangannya menyalurkan kehangatan. Akhir-akhir ini keadaannya melemah. Aku harus ekstra waspada jika kejadian seperti ini terjadi lagi.
"Aku masih tidak percaya, aku matemu, kau baik, berkarisma, lembut dan penyayang. Saat tidak bersamaku kau terlihat cuek dan dingin. Aku menyukai semua hal didirimu" Aku tersenyum mendengar penuturannya. Entah kenapa aku memiliki ide menjahilinya.
"Ekhem...jadi kau diam-diam memperhatikan suamimu ini hmm.." ia bangun dari sandaran dan memicingkan matanya ke arahku.
"Memangnya tidak boleh, baiklah kalo begitu" ia membaringkan tubuhnya membelakangi diriku. Aku terkekeh geli melihat tingkahnya.
"Tentu saja boleh bukankah aku suamimu"
"Xander..."
"Hmm"
Ia berbalik menghadap ke arahku. Aku membaringkan diriku mengahadap ke arahnya. Ia menyentuh pipi kiriku dengan halus. Aku memejamkan mata menikmati sentuhannya.
"Kenapa aku merasa kita akan terpisah?" Aku yang melihatnya meneteskan air mata langsung menariknya ke dalam pelukanku. Kalimat itu menakutiku, aku tidak ingin berpisah dengannya.
"Apa maksudmu, aku disini, aku akan selalu disampingmu, jangan pernah mengatakan hal itu padaku, tidurlah Aletha kau kelelahan karena itu kau berpikiran yang tidak-tidak" Ia mengangguk dan tertidur.
***
"Dia datang menjemputku, lagi?"
Aku terpaku dengan penuturan wanita di depanku. Bukan dalam bentuk yang mengerikan tapi dalam bentuk makhluk yang begitu cantik dan lembut.
"Jika ia berhasil menikahiku, maka ini akan menjadi akhir tragis yang nyata..."
Ia menatap ke arahku dengan tatapan lembut. Seperti tatapan kakak perempuan yang mengkhawatirkan adiknya.
"Cari dan temukan artefak yang ku minta, kumpulkan dan cari kebenaran tentangku, ku mohon carilah cara agar keturunan selanjutnya tak menjadi wadah..."
Ia berjalan mendekatiku.
"Temukan tipu daya diantara kekacauan yang nyata. Tolong bebaskan rohku. Pergilah Aletha, Kau memiliki dendam yang sama denganku"
Aku terbangun setelah mengalami mimpi yang terasa nyata. Aku mengatur napasku agar denyut jantungku kembali normal. Gelas yang berisi air disamping tempat tidurku, ku minum sampai habis. Kepalaku terasa pusing karena terbangun mendadak.
Aku mengedarkan pandanganku dan tidak menemukan Xander sama sekali di kamar ini. Entah kenapa aku ingin terus disampingnya. Dengan hati yang gelisah aku memilih mencarinya. Ku langkahkan kakiku menuruni anak tangga dalam keadaan remang-remang. Di tempat makan, ruang tamu, ruang kerja dan bahkan taman sudah ku datangi. Namun, aku tak melihat batang hidung Xander.
Sebuah aura menariku menuju ruang bawah tanah. Ini bukanlah ruangan untuk menyiksa para tawanan Xander. Jelas ini jalan yang berbeda. Sebuah pintu dengan ukiran yang khas menuntunku untuk membukanya. Aku terkejut karena ada binatang yang tengah tertidur. Ia begitu besar dengan rantai yang mengikatnya. Aku melihat lehernya terluka akibat rantai yang melilitnya. Ku dekatkan tanganku dan mengobati lukanya. Aku tersentak melihat binatang itu terbangun. Naga kegelapan ini langsung mengeluarkan auranya. Seperti terhipnotis aku terus memperhatikannya. Terdapat banyak luka di badannya. Aku menyentuhnya dengan perlahan dan mengobatinya.
"Aletha!" Aku mendengar suara Xander tapi tatapanku terus mengarah pada naga ini.
Xander menarikku perlahan. Menuntunku untuk pergi dari ruangan itu. Setelah Xander menutup pintunya. Aku langsung tersadar.
"Bagaimana kau sampai di tempat ini?"
"Aku mengikuti instingku, kau dari mana saja?" Alih-alih menjawabku, ia malah memelukku.
"Kau tau naga itu berbahaya untukmu Aletha, seseorang yang masuk ke dalam ruangan itu tak pernah keluar dari sana" mendengar kekhawatirannya itu, aku balas memeluknya. Menenangkannya.
"Tapi kau dan aku berhasil keluarkan?" Ia melepaskan pelukannya dan mencium keningku.
"Jangan lakukan ini lagi Aletha, ia hanya patuh pada sisi demonku saja. Sangat sulit bagiku untuk mengendalikan sisi ini. Jadi ku mohon jangan masuk kesana lagi hmm.." Aku hanya mengangguk menjawab kalimatnya.
"Pertanyaanku sebelumnya belum kau jawab?" Ia mengangkatku dan berjalan menuju kamar.
"Aku bersama Kio diperbatasan, ada yang tidak beres disana..."
"Xander aku bisa jalan sendiri, turunkan aku, aku tau kau lelah"
"Tidak ada penolakan Aletha, aku tidak lelah sama sekali. Sekarang ayo tidur, besok kita harus ke Akademi bukan?"
"Kenapa kau menjadi murid Akademi?"
"Ah kau tidak mengetahui keadaan yang sebenarnya, alih-alih aku menjadi murid akademi biasa, aku ini murid akademi yang memiliki kelas privat sendiri. Atas permintaan ayah aku masuk kesana dan malah bertemu makhluk cantik ini disana"
"Aku tidak pernah mengetahui umurmu?"
"Kau akan terkejut saat mendengarnya"
"Berapa?"
"123 tahun"
"Eh?!, kau seratus tahun lebih tua dariku"
"Aletha usia demon dengan dirimu sebenarnya sama, kau saat ini berusia 23 tahun dalam usia manusia dan itu artinya kau seumuran denganku"
"Tidak benar, kau lebih tua" kami sampai di kamar. Ia merebahkanku dan langsung berbaring disamping seperti beberapa waktu lalu.
"Satu minggu lagi kau dan aku akan melaksanakan ujian kelulusan Aletha, keadaanmu sekarang ini masih lemah, kau harus menjaga kesehatanmu" Aku mengangguk dalam pelukannya dan memilih untuk tidur.
***
Melihatnya tertidur di dalam pelukanku, membuatku merasa tenang. Akhir-akhir ini sifat kekanakannya muncul. Sifat yang begitu menggemaskan bagiku. Sisi lain darinya yang dingin begitu mendominasi saat di akademi tak pernah ku sangka ia bisa memiliki sifat yang menggemaskan.
Aletha pandai dalam membaca situasi, ia memiliki insting yang kuat, kekuatan yang ada dalam dirinya masih belum keluar sepenuhnya. Keterampilannya dalam berperang sangatlah cocok untuk menjadi unggulan dikemiliteran. Setelah melihat keunggulannya itu, aku merasa takut jika ia meminta ku untuk mengizinkannya ikut berperang. Bahkan baru saja ia memperlihatkan kemampuannya menyembuhkan naga kegelapan. Aku benar-benar dibuat pusing melihatnya menyerahkan kematian begitu saja pada naga kegelapan tapi kenapa naga itu malah tenang melihatnya?