Aku mengerjapkan mataku menyesuaikan cahaya lampu. Aku langsung bangun dari tempat tidur. Mengibaskan selimut dari tubuhku. Teringat kembali atas apa yang diperbuat oleh kakaku. Aku menghempaskan lampu yang ada di nakas, berjalan pergi menuju tempatku sering berlatih pedang.
"Nona Anda tidak boleh keluar kamar!"
"Jangan menghalangi jalanku!!."
"Nona!, cepat panggil para penjaga sekarang." Para penjaga datang menghalangi jalanku.
"Menyingkir dari jalanku!." Mereka terlempar akibat kekuatan angin yang ku keluarkan.
Saat memasuki ruang latihan aku menatap kembali pedang kesukaanku. Ku raih pedang itu dan mengeluarkannya dari sarung pedang. Tanganku gementar saat mengingat kembali tragedi itu. Teriakan kesakitan, tangisan bayi, dan jeritan minta tolong terdengar jelas ditelingaku.
"Arghhh!!!." Tanpa ku sadari kakaku berada di pintu bersama dengan Alfred.
"Ini semua gara-gara kau!, aku selalu mematuhi dirimu, menyayangimu, dan berusaha tetap tersenyum meski kau tidak melakukan hal sebaliknya!, Argh!!!, memikirkan hal yang kau lakukan membuatku lelah!, tapi kau tau apa yang lebih menyebalkan hmm..., meski ku tau kau memperlakukan semua hal yang menyakitiku tapi tetap saja aku tidak bisa membencimu!!!."
***
Aku terus mendengarnya mengeluh tentang diriku. Terus berteriak tak peduli tenggorokannya akan sakit. Ia tidak bisa memegang pedang kesukaannya, ia terus menutup telinganya, rambutnya acak-acakan karena terus meremas rambutnya. Saat ia mengatakan bahwa ia tidak bisa membenciku, aku dikejutkan dengan manik matanya yang berubah-berubah. Sial kurasa ia akan lepas kendali.
Ia menyerangku menggunakan elemen api hitam aku menahannya. Namun ia berhasil melukaiku. Aku meminta Alfred memanggil Kevin. Aku perlu kekuatannya untuk membuat Aletha stabil. Barier yang cukup kuat ku bangun untuk menahan kekuatannya. Sudah ku duga barier yang ku buat tidak bertahan lama. Maniknya terus menggelap. Ini berbahaya. Ia kehilangan atas kendali dirinya. Tiba-tiba saja ia mengeluarkan cambukan yang terbuat dari elemen petir tapi petir ini berwarna hitam. Ia mengarahkannya ke arahku.
Argh...
Sial petir ini menghisap mana ku. Pola aneh muncul dari dirinya. Terus menjalar ke arah wajahnya. Aku mengikatnya menggunakan akar tumbuhan. Berhasil.
"Huh~ kau merepotkan Alex."
Bug
"Syukurlah kau datang tepat waktu Kevin."
"Bagaimana ia menahannya?."
"Apa maksudmu Kevin?."
"Kau tau simbol ini?." Aku hanya menggeleng. "Ketika tanda ini menjalar ia akan merasakan rasa sakit seperti di tusuk ribuan jarum. Huh~ segel itu mulai muncul darinya. Ku rasa kau harus berhati-hati, kebenciannya padamu akan mengantarkanmu ke kematian."
"Terserah kau saja, berikan dia padaku."
"Cih, posesif sekali."
Aku membawanya ke kamar. Ia terlihat sangat lelah. Bukan fisiknya tapi batinnya. Ya luka batin nya aku yang membuatnya, kakanya sendiri. ia sudah tenggelam sempurna dalam rasa sakit, kegelisahan tanpa akhir dan bayang-bayang derita itu. Terikat dalam labirin kebingungan tanpa batas. Aku tau ia mengharap sebuah pengampunan. Ia berniat melakukan penebusan entah apa itu. Aku harus cepat menjalankan rencana agar semua ini selesai. Tak akan ku biarkan mereka mengetahui identitas sebenarnya dari Aletha.
Terkadang orang terdekatmu adalah belati yang lebih tajam dari musuhmu.
-White mode-