"Jadi apa tujuanmu?"Tanya Zeke.
Tubuh bagian kiri Zeke ditempati oleh Lucifer, rambut putih dan kelopak mata kiri dengan pupil berwarna merah darah.
"Tujuanku? Hanya ingin kedamaian, tak lebih dan tak kurang. Setidaknya aku hanya ingin tenang sendirian, itu cukup untuk bagiku".
"Kau pikir aku akan percaya walaupun kau berkata begitu?" Zeke mencoba memancing Lucifer untuk berkata jujur.
"Bantu aku menemukan semua kutukanku, dan kau akan mengetahui hal yang sebenarnya" Ucap Lucifer.
"Kutukan?"
"Alasan mengapa diriku berada di dalam tubuhmu karena salah satu kutukanmu ada di dalam dirimu"
"Apa maksudmu?" Tanya Zeke.
Lucifer mencoba menjelaskan perlahan seluk beluk dan alasan mengapa Lucifer berada di dalam tubuh Zeke.
.1 juta tahun yang lalu.
Dahulu kala sebelum umat manusia tinggal di surga, ras dewalah yang menempati surga sedangkan ras iblis menempati neraka. Walaupun berbeda tempat ras dewa dan ras iblis hidup dengan damai.
"Walaupun umurmu yang masih dini, kau hebat dalam menguasai Art tingkat tinggi yah" puji kakek-kakek berbadan kekar dengan kain yang menutupi badannya.
"T-tuan Zeus!? Ah- ini bukan apa-apa kok" jawab canggung Lucifer.
Lucifer adalah ras dewa dengan bakat penguasaan Art sejak kecil. Di usia dini, ia mampu membuat kagum para dewa kelas atas akan kekuatannya, bukan Art yang kuat melainkan ia mampu meniru, menetralkan, menyerap segala Art apapun. Kekuatan Lucifer yang membahayakan keseimbangan semua ras membuatnya diberi bimbingan khusus oleh raja para dewa, yaitu Zeus.
"Jangan panggil aku tuan, panggil saja kakek" walaupun Zeus terkenal dengan julukan raja para dewa, dia memiliki hati lembut dan ramah.
"Baiklah tu- maksudku kek!" Jawab canggung Lucifer.
Dibawah bimbingan langsung dari Zeus, hampir setiap hari Lucifer berlatih dengannya. Selain berbakat dalam Art, Lucifer sangat terobsesi dengan ras manusia yang unik.
Dunia terbagi menjadi beberapa bagian, dunia kayangan yang di huni ras dewa dan ras iblis, dunia paralel yang dihuni ras-ra lainnya.
"Kek apakah ras manusia itu benar-benar ada?"
"Hmm ... tentu saja ada, bahkan mereka berdoa kepada kita para dewa, meminta pertolongan atau keberuntungan lainnya" ujar Zeus menjelaskan dengan nada ramahnya.
"Kenapa manusia harus berdoa kepada kita? Bukankah lebih baik mereka tinggal bersama kita di surga dan saling menolong satu sama lain?" Ucap polos Lucifer.
"Ahaha kau ini ... sudahlah kakek mau mengunjungi rapat para dewa"
Zeus pergi meninggalkan Lucifer tanpa jawaban jelas atas pertanyaan Lucifer.
Beratus-ratis tahun berlalu, kini Lucifer yang tumbuh menjadi seorang remaja telah mencapai titik dimana ia menguasai kekuatannya di tingkat yang lebih tinggi. Obsesinya terhadap dunia manusia membuat Lucifer ingin berkunjung ke bumi.
Lucifer mempunyai sahabat dekat bernama Mikhael, sama seperti Lucifer yang merupakan ras dewa. Mikhael juga mulai tertarik dengan dunia manusia, dan akhirnya mereka berdua bekerjasama untuk pergi ke dunia manusia dengan menciptakan pohon Yggdrasil. Lucifer dengan kekuatan kegelapan dan Mikhael dengan kekuatan pohon suci menggabungkan satu sama lain dan terbentuklah sebuah pohon yang sangat besar, gerbang menuju dunia manusia. Tanpa sepengetahuan dewa maupun iblis lainnya, Lucifer dan Mikhael pergi menuju dunia manusia.
"Hey Lucifer apakah ini tidak apa-apa?" Tanya Mikhael khawatir.
"Tenang saja ! Tak akan lama"
"..." Mikhael hanya terdiam tanpa sepatah katapun.
"Art of Darkness/Art of Holy wood : Yggdrasil" Lucifer dan Mikhael menyatukan kekuatannya dan terciptalah pohon yang sangat besar membentuk sebuah gerbang menuju dunia paralel.
Lucifer dan Mikhael tiba di dunia manusia setelah memasuki pohon yggdrasil. Dunia yang sangat berbeda dengan surga, di bumi terdapat banyak pohon berwarna hijau dan hewan-hewan yang belum mereka lihat di surga. Peradaban manusia telah berkembang sangat jauh, di dekat gerbang yggdrasil terdapat sebuah gereja kecil.
"Mikhael lihat itu! Ayo kita kesana!" Ajak Lucifer.
"Aku takut Lucifer, ini melanggar peraturan surga dan aku tak mau dihukum kakek Zeus"
Lucifer menganggap Zeus benar-benar seperti kakeknya dan mencoba menenangkan Mikhael untuk tak terlalu khawatir. Setelah beberapa saat akhirnya Lucifer berhasil meyakinkan Mikhael untuk mengunjungi gereja itu.
Dengan sopan Lucifer mengetuk gereja kecil itu meminta izin untuk masuk, selang beberapa menit keluarlah seorang biarawati menyambut dengan hangat Lucifer dan Mikhael.
"Selamat pagi dan selamat datang di gereja kecil kami" Sapa biarawati itu.
"Oh umm selamat pagi nona, perkenalkan namaku Lucifer dan ini temanku Mikhael"
"Hallo selamat siang" ucap Mikhael menyambung Lucifer.
Tanpa memandang siapa Lucifer dan Mikhael, sang biarawati mempersilahkan mereka masuk. Di dalam gereja itu terdapat banyak anak kecil dan seorang kakek-kakek tua yang merupakan kepala gereja itu.
"Ah maaf sebelumnya nama saya Silfia" celetuk biarawati yang lupa memperkenalkan namanya.
"Wah wah siapa ini yang berkunjung ke gereja kecil kami" sang kakekpun ikut menyambut Lucifer dan Mikhael.
"Ghaak!"
Tanpa disadari dari mulut Zeke keluar darah yang cukup banyak. Ternyata ini adalah efek kutukan Lucifer yang belum sempurna.
"Yah inilah akibat kutukanku jika tak lengkap, ingatanku hanya sebatas itu saja" ucap Lucifer.
"Jadi kita harus mengumpulkan semua kutukanmu agar ingatanmu kembali?" Zeke mengelap bekas darah yang keluar dari mulutnya.
"Mencari kutukanku bukanlah masalah besar, penjinakkan kutukankulah masalah utamanya. Aku bisa melacak semua kutukanku, maka setelah itu semua ingatanku akan kembali" Lucifer mencoba meyakinkan Zeke untuk membantunya.
Zeke yang mulai percaya Lucifer memutuskan untuk bekerjasama dengannya, dan kembali ke kerajaan amfibian untuk menjenguk Qlot yang terbaring di rumah sakit kerajaan amfibian.
"Qlot bagaimana keadaanmu?" Tanya Zeke cemas.
"Yah seperti yang kau lihat, aku hampir tewas tertusuk haha dan penampilan macam apa itu? Mata merah dan rambut sebelahmu berwarna putih?" Jawab Qlot dengan nafas yang terenggah-enggah.
"Abaikan saja, ceritanya cukup panjang" Zeke mencoba mengalihkan pembicaraan.
Zeke berjalan meninggalkan Qlot di ruang perawatan itu bersama dokter lainnya. Qlot yang merasa dirinya akan menjadi beban di perjalanan Zeke memutuskan untuk tak ikut mendaki menara bersamanya.
"Maafkan aku, sepertinya aku harus tinggal disini karena aku tak mau menjadi penghambatmu Zeke"
"Ini salahku yang lemah, seharusnya aku dapat melindungimu tetapi-" perkataan Zeke terpotong oleh isak tangisannya yang tak dapat terbendung lagi.
.Kembali ke dunia nyata.
Dias yang masih bertarung dengan Gluttony sedikit kewalahan. Hiu megalodon menyerang dengan kecepatan tinggi, tak hanya serangan hiu saja yang merepotkan Dias, serangan bola air Gluttony juga membuat Dias tak ada celah untuk menyerang balik.
"Perlihatkan kekuatanmu Dias sang ras dewa hahaha" ejek Gluttony sembari menyerang Dias.
Walaupun kecepatan Dias masih unggul dibandingkan kecepatan kombinasi megalodon dan Gluttony, Dias masih saja kewalahan untuk menyerang balik.
"Art of Acid : Deadly Rain"
Bola air berukuran besar itu perlahan berubah menjadi kehijauan, seketika pecah dan menyebar ke penjuru area sekitar hiu megalodon. Dias yang menyadari hal itu berusaha menjauh dari hujan asam itu, walaupun Dias sangat cepat percikan air asam tetap mengenai tubuh Dias.
"Argh! Panas sekali!" Teriak Dias.
Cipratan air asam itu masih mengelilingi hiu megalodong dan Gluttony, membuat Dias semakin sulit untuk mendekatinya.
"Art of Light: Heal" perlahan bekas luka air asam tadi sembuh.
Hiu megalodon bersamaan dengan air asam milik Gluttony semakin membuat Dias kewalahan, menggunakan Art secara asal-asalan hanya akan menguras tenaga Dias secara percuma. Dias dengan semangat membara berubah menjadi pria pendiam ketika bertarung, memikirkan cara dan taktik untuk mengalahkan musuh yang ada di depannya. Keadaan saat ini berat sebelah, bukan hanya ukuran dan kecepataan hiu itu yang mengerikan saja kekuatan Gluttony juga membuat jarak serang Dias semakin diperkecil.
"Ayolah Dias! Apa hanya segini kekuatanmu hahaha". Ejek Gluttony.
"Ingat ini adalah perang, aku harus bertarung hingga titik darah penghabisan demi umat manusia" Dias mencoba meyakinkan dan menguatkan tekadnya.
Bersamaan dengan itu Gluttony terus menyerang Dias tanpa henti, kekuatan praktis namun cukup berbahaya dari Gluttony tak dapat diremehkan.
"Ah sial! Art of Light: Solar"
Hanya hitungan detik setengah badan hiu megalodon terbakar karena kekuatan sinar matahari yang ditarik oleh Dias, ukuran hiu megalodon itu hampir 5 kali lipat dari ukuran pulau Bali. Dengan ukurannya yang sangat besar Dias hanya mampu membakar setengah badan hiu itu, dan sangat menguras tenaga Dias.
Akan tetapi, dengan cepat hiu itu masuk kedalam laut untuk memadamkan kobaran api dan kembali menyerang Dias dengan kekuatan gabungan air asam Gluttony.
"Oh itu tadi sangat mengerikan Dias hahaha ! Entah kau yang bodoh atau aku yang sangat kuat".
"Haaah ... haaah ... akhirnya ketemu".
Tujuan Dias menggunakan kekuatannya bukan untuk melukai hiu itu, melainkan untuk merasakan keberadaan Gluttony yang bersembunyi di punggung hiu megalodon itu.
"Sekali lagi! Art of Light: Solar"
Dias membakar setengah badan hiu megalodon itu dan saat hiu itu akan masuk kedalam laut, Dias dengan pedang cahayanya yang berwarna emas melesat sangat cepat menuju punggu hiu megalodon. Kecepatan gila Dias meningkatkan tebasan pedang miliknya ditambah dengan udara panas yang Dias manfaatkan untuk memperkuat tebasannya, alhasil semua gedung dan sirip di punggung hiu itu terbelah meninggalkan jejak tebasan berwarna merah menyala.
"Apa!?"
Akhirnya Dias juga berhasil menebas Gluttony menjadi dua bagian, walaupun Dias berhasil melukai Gluttony ia juga mendapat luka karena melewati air asam milik Gluttony.
"Gaaahh ... gaaahhh ugh ! Art of Light: Heal"
Disisa tenaga milik Dias, ia menyembuhkan luka bakar bekas air asam. Gluttony dan hiu ciptaanya tumbanh bersamaan terjun kedalam laut dalam. Dias mencoba melanjutkan perjalanannya menuju tempat Sol berada, akan tetapi tenaga Dias yang terkuras cukup banyak membuat ia jatuh ke tepian pantai dan pingsan.
"Dias ! Dias!" Terdengar suara gadis yang memanggil nama Dias.
"Ugh? Siapa?" Tanya Dias sambil memegangi kepalanya yang sakit.
Dias terbangun disebuah padang rumput yang luas, di sampingnya terdapat seorang gadis yang tak asing bagi Dias.
"Helena?"
"Dias! Aku bilang jangan memaksakan diri! Kau pingsan berkali-kali hanya untuk berlatih". Bentak Helena dengan wajah menggemaskannya.
Surga terbagi menjadi 7 lantai, para Dewa besar seperti Zeus, Posedon, Hades dan lainnya tinggal di lantai tertinggi. Sedangkan bagi para bawahan berada di lantai paling bawah.
Di dunia surga terdapat sebuah peraturan dimana para ras dewa yang tak bisa menggunakan Art dengan baik akan dikucilkan dan dijadikan budak. Dias termasuk anak yang kurang beruntung, walaupin ia memiliki artibut Art cahaya, Dias tak dapat menggunakananya dan berakhir dijual oleh orang tuanya. Kini Dias hanya seorang budak dari pemilik peternakan domba di lantai terbawah, hampir setiah hari Dias terus berlatih Art miliknya sembari menggembala domba-domba milik tuannya.
"Ghaaaarg!" Teriak Dias mencoba mengeluarkan kekuatannya.
Dias sudah melakukan berminggu-minggu dan hanya dapat mengeluarkan sebuah bola cahaya kecil. Hari-hari membosankan Dias berubah ketika datang seoramg gadis cantik yang menghuni lantai terbawah juga.
"Hallo!" Sapa gadis itu.
"Ah hallo! Ada apa?" Tanya Dias dengan polosnya.
"Siapa namamu?"
"Namaku Dias De'artagnan, namamu?"
"Namaku Helena, senang berjumpa denganmu"
Dias dan Helena menjadi sepasang teman dekat. Hampir setiap hari, Helena mengunjungi dan menemani Dias. Walaupun Helena tahu bahwa Dias adalah ras dewa yang cacat, Helena tak pandang bulu untuk berteman.
Hari demi hari di lalui oleh Dias dan Helena bersama, walaupun setiap Dias pulang ke peternakan milik majikannya ia selalu di siksa terus menerus, hanya Helena yang dapat membuat Dias bahagia.
"Dias kenapa kamu berlatih setiap hari? Tanya Helena dengan wajah polosnya.
"Aku mempunyai mimpi untuk menjadi ras dewa terkuat di masa yang akan datang, walaupun aku cacat karena tak dapat menggunakan Art aku tak akan menyerah!".
"Aku percaya suatu saat kamu pasti akan menjadi dewa yang hebat!"
"Oh iya Helena, apa orang tuamu tak melarangmu untuk bermain bersamaku? Kau tahu bukan kalau aku ini cacat?"
"Entahlah haha"
Melihat senyuman manis Helena membuat Dias yang awalnya kesal menjadi gemas, dan ia mengejar Helena untuk menggelitiknya.
Dias membulatkan tekadnya dan mengubah gaya latihannya yang berfokus Art menjadi fokus berpedang. Menurut Dias, untuk menjadi kuat ia tak harus dapat menguasai Art, tetapi dengan kekuatan lainnya.
"Hiaaat!" Dak! Terdengar suara pukulan pedang kayu buatan Dias.
"Hai Dias!" Suara yang membuat Dias semakin bersemangat kembali terdengar.
"Oh Helena! Hai" sapa Dias menghentikan latihannya.
"Kau sekarang berpedang? Siapa yang mengajarimu? Tanya Helena.
"Tak ada satupun, aku hanya belajar mengikuti alunan angin".
"Alunan angin?"
Hari demi hari dilalui dengan latihan berpedang, Dias yang mulai beranjak dewasa hanya mampu menguasai kekuatannya peyembuh dan flash dari Art miliknya, walaupun demikian kelemahan Dias tertutup oleh kemampuan berpedangnya yang dikenal dengan aliran matahari terbit.
Helena mengajak Dias menuju lantai 6 untuk masuk kedalam sekolah tingkatan. Sekolah khusus para dewa lantai bawah agar dapat tinggal di lantai teratas dan menjadi yang terkuat.
Dias yang berhasil memutus kontrak dengan majikannya memutuskan untuk pergi lantai 6 bersama Helena.
Dias dan Helena pergi menuju lantai 6 menggunakan gerobak kuda khusus untuk berpindah lantai. Dias dan Helena tiba pada malam hari dan memutuskan untuk menginap di sebuah penginpan dekat sekolah yang akan mereka masuki.
"Helena malam ini kita menginap di sana yah"Tunjuk Dias ke arah penginapan yang cukup sederhana.
"Baiklah"
Dias dan Helena memesan satu kamar bersama, Dias yang cukup peka hanya tersenyum dan memutuskan untuk tidur di lantai beralaskan karper kulit yang cukup hangat.
"Emm ... kenapa kau tak tidur di sebelahku?"
"Tenang saja, Aku lebih terbiasa tidur di lantai kok"
Malam berlalu dengan cepat, keesokan harinya Dias dan Helena menuju sekolah untuk mendaftar. Di depan gerbang berdiri beberapa pria seumuran dengan Dias dan Helena, ketika melewati gerombolan itu salah satu pria menghadang Dias.
"Hei! Kau cacat yah, aku tak merasakan kekuatan yang besar darimu" ejek pria itu.
Dias hanya berjalan melewatinya tanpa mempedulikannya. Helena tersenyum melihat Dias yang sudah tumbuh dewasa. Rambut keemasan khas dari pria tampan yang ada di depan Helena membuat dirinya semakin menyukainya.
"Berhenti kau ! " pria itu menodongkan sebuah tombak listrik yang merupakan Art miliknya.
Dengan sangat cepat Dias mendekati pria itu dan menghunuskan pedang kayunya dari bawah ke arah lehernya.
"Kalau ini pedang asli kau sudah terbunuh dalam hitungan beberapa detik saja"Tatap tajam Dias.
Pria itu hanya terdiam terkejut menyaksikan apa yang terjadi dalam sekelibatan matanya. Seakan merasakan nyawanya di ujung tanduk pria itu terjatuh karena syok.
"Ahaha maaf maaf tadi hanya reflek, ayo bangun!" Dias mencoba membantu pria itu untuk berdiri.
Bagi para ras dewa kemampuan berpedang sangat jarang sekali dimiliki okeh seorang dewa, kebanyakan ras dewa hanya mengandalkan kekuatan Art milik mereka. Tentunya hal ini membuat Dias cukup unggul dalam pertarungan jarak dekat.
"Cih! Singkirkan tanganmu dasar anak cacat!" Pria itu menepis tangan Dias dan mengajak gerombolannya masuk ke sekolah itu.
Dias dan Helena masuk kesebuah ruangan tenpat pendaftaran. Tepat setelah melewati pintu masuk duduklah dua orang yang sedang menunggu pendaftar lainnya, tak sedikit orang yang mendaftar hari itu. Belum sampai disitu saja Dias diperlakukan kurang baik, bahkan saat mendaftar ia selalu ditatap sebelah mata oleh anak-anak lainnya.
Seperti biasa, Dias hanya acuh dan tetap mendaftarkan diri bersama Helena. Berbanding terbalik dengan Dias, tatapan kagum dan beberapa pujian terlontarkan ke arah Helena. Bagaimana tidak, gadis menggemaskan itu telah menjadi gadis remaja yang elok nan menawan.
"Wah lihat itu majikan dan budak haha" celetuk salah satu murid.
Helena yang cukup kesal berusaha menegur anak itu tetapi ditahan oleh Dias, malahan Dias hanya membalas dengan senyuman.
Setelah mendaftar, semua murid dikumpulkan dalam sayu ruangan yang cukup luas. Dari balik pintu muncul seorang pria berbadan tinggi dengan wajah sangar menatap sekitar.
"Ujian pertama hari ini adalah tes kemampuan, kalian akan bertarung satu sama lain dengan kekuatan kalian. Di tempat ini, dan hanya akan menyisakan 10 orang saja jadi silahkan bertarung!"
Perkataan pria itu membuat para pendaftar kebingungan dan mulai menengok sekitar. Sedangkan untuk beberapa anak yang langsung paham mulai menyerang orang-orang di sekitarnya. Pendaftar hari itu ada lebih dari 50 anak, karena kapasitas ruangan kelas hanya menyediakan 10 kursi, tanpa basa-basi seleksi langsung di lakukan seketika.
"Helena! Kita mundur terlebih dahulu!" Teriak Dias.
"Baiklah!"
Walaupun Dias sangat payah dalam penggunaan Art, kecerdasan Dias dalam bertarung tak bisa diremehkan. Seleksi battle royal ini menuntut para peserta untuk mengalahkan satu sama lain, sedangkan gaya bertarung Dias satu lawan satu tentunya akan sangat merugikan jika ia langsung bertarung tanpa strategi apapun.
Helena dengan Art pohonnya membuat batasan dan membagi ruangan itu menjadi empat bagian. Selain parasnya yang cantik kekuatan Helena juga sangat besar, terlihat ia mampu membagi ruangan para peserta menjadi empat bagian tanpa kesulitan. Kekuatan pohon Helena tak bisa diragukan, pohon yang tak dapat dipotong maupun dibakar sangat merepotkan bagi para peserta dan akhirnya mereka pasrah terpecah belah.
"Helena lindungi dirimu dengan pohonmu! Art of light: Flash !"
Dias melemparkan bola cahaya miliknya dan membutakan pandangan peserta yang berada dalam satu tempat bersamanya dan melesat dengan cepat menebas semua peserta hingga pingsan.
"Helena keluarlah!" Panggil Dias.
Helena hanya terkejut melihat kenyataan itu, Dias yang hanya bisa menggunakan Art lemah miliknya dapat mengalahkan beberapa peserta dengan cepat.
Setelah itu Helena melepas Art miliknya dan terlihat peserta tersisa 14 anak termasuk Dias dan Helena. Peserta yang tersisa adalah rekan tim masing-masing dan tentunya mereka harus mengalahkan 4 peserta lagi agar mereka lolos seleksi awal.
"Kali ini akan ku hajar kau!" Teriakan tak asing terdengar dari salah satu peserta yang tak lain adalah pria yang menghadang Dias dan Helena di depan sekolah.
"Oh hai pria petir!" Sapa Dias dengan santainya.
"Sialan kau! Namaku Chang si ahli petir ! Bersiaplah untuk mati!" Bentak Chang kesal.
Empat peserta adalah dua kelompok yang berbeda, sedangkan sepuluh peserta lainnya adalah kelompok yang diketuai oleh Chang. Dengan cepat kelompok Chang menyerang kelompok dua lainnya, walaupun Chang terlihat seperti preman biasa kekuatan tombak petirnya sangatlah kuat. Hanya dengan satu lemparan saja membuat kedua peserta itu kalah.
"Helena kita lakukan serangan gabungan!" Ucap Dias sembari menggunakan flash miliknya.
Kali ini Helena ikut menyerang, Dias seperti biasa melesat dengan cepat dibalik kilatan cahaya yang terang menebas salah satu kelompok Chang, sedangkan Helena menggunakan akar pohon miliknya untuk mengikat kelompok Chang lainnya.
Setelah kilatan cahaya redup, salah satu kelompok Chang pingsan dan kini diharuskan satu orang lagi yang harus terseleksi.
"Mati kau!" Chang yang ternyata berhasil lolos dari jeratan akar Helena dengan cepat mengarahkan tombak petirnya dari atas kepala Dias.
Bagaikan seorang penari, dengan indahnya Dias memutar badannya lalu menghindari serangan Chang sekaligus menyerang balik ke arah Chang dan ia terpental cukup jauh akibat serangan Dias.
"Bos!" Teriak kelompok Chang.
"Diam kalian, akan ku buktikan kekuatanku yang sebenarnya dan membawa kita semua dalam satu kelas!" Chang bangkit dan berusaha menyerang Dias kembali.
Semakin dirinya terpojok kekuatan Chang akan mengingkat, tepat setelah Chang bangkit ia melempar tombaknya dan berhasil melukai Dias. Luka yang cukup parah membekas di lengan kirinya.
"Dias! Gunakan penyembuhmu!" Teriak Helena mencemaskan Dias.
"Sudah berakhir, Helena"
Ucapan Dias membuat semua orang kebingungan. Dan akhirnya Dias terbangun dari ingatan masa lalunya.
"Ugh! Ingatan apa itu tadi?" Tanya Dias pada dirinya sendiri.
Dias terbangun dari ingatan masa lalunya setelah ia bertarung dengan Gluttony. Dan terlihat jelas muka kebingungan dari Dias.
"Helena ... siapa dia ... aku tak ingat apa-apa lagi". Tatap Dias jauh ke atas langit.