Menara barat, tempat jendral Ul berada. Dari kejauhan terlihat sosok yang melesat kearah Ul, sosok itu semakin mendekat dengan kecepatan gilanya. Jarak kerjaan amfibian dengan menara hampir mencapai 50km, akan tetapi dengan Zeke yang sekarang ia mampu menempuh hanya dalam waktu 1 jam perjalanan.
"Eh? Apa itu?" Ul mulai mencurigai sosok yang perlahan mendekatinya.
"Itu dia!" Zeke melihat menara itu semakin dekat dan terus menambah kecepatannya.
Menara yang cukup besar dengan rantai berakhir dari dalam menara itu. Zeke yang melihatnya segera menghancurkan menara itu dengan Art miliknya.
"Art of Darkness : Black Sword". Tak hanya ukuran kekuatan meteor Zeke yang besar, bahkan pedang Zeke bertambah besar jauh dari sebelumnya. Menghujani menara itu dengan ganasnya. Akan tetapi, karena menara itu dilindungi oleh sebuah perisai penghalang yang kuat membuat menara itu masih utuh.
"Hei siapa kau!? Kenapa kau menyerang menara itu huh!". Teriak Ul dari bawah menara. Segera setelah Zeke menyadari keberadaan Ul, melesat dengan cepatnya menghantam Ul.
BLEDAR!! Tanah pijakan dari Ul hancur seketika, retakan dari serangan Zeke membuat menara itu miring. Walaupun Ul berhasil menghindar, Zeke yang sadar langsung melesat ke arah Ul dan menodong pedang hitamnya tepat di depan leher Ul.
"Jadi kau mantan jendral yang mana? Segera lepaskan rantai itu kalau tak ingin kehilangan kepalamu". Tatapan intimidasi Zeke membuat Ul diam tak berkutik. Sosok manusia kadal yang cukup tua tak mampu menghadapi intimidasi Zeke.
"T-tunggu sebentar ... aku memang dulu telah menghianati kerajaan amfibian, dan pasti kau bocah yang ditakdirkan itu bukan? Kalau begitu akan kulepaskan setelah kau mengikuti ujian takdir". Ucap Ul dengan wajah pucat dan badan yang masih bergetar.
"Ooh jadi kau jendral dengan keunggulan di otakmu yah? Baiklah langsung saja". Jawab Zeke dengan tatapan penuh percaya diri.
Zeke setuju untuk mengikuti ujian dari Ul, tepat setelahnya dari hutan dekat menara Ul berada muncul ke lima domba dengan papan angka menggantung di leher. Masing-masing yang mendekati mereka.
"Baiklah ujian kali ini adalah menjawab sebuah teka-teki dan hanya satu kali kesempatan". Ul menjelaskan kepada Zeke jenis ujian apa yang akan dihadapinya, Ul yang semula takut kepada Zeke merasa sedikit tenang.
"Bagaimana jika aku gagal dan tetap akan membunuhmu?". Zeke mencoba mengintimidasi Ul yang tak pandai bertarung.
"Walaupun kau membunuhku, hanya aku dan kedua saudaraku yang tahu cara melepas rantai yang menjerat itu". Tak mau kalah adu mulut, Ul dengan tenang membalas ucapan Zeke.
"Baiklah aku ikuti ujiannya". Tepat setelah Zeke setuju ikut ujian, kelima domba itu berdiri mengelilingi Zeke.
"Ujian kali ini sangat mudah, tebak dari kami mana yang berkata jujur". Jawab serentak ke lima domba itu. Ul hanya berdiri diam mengawasi Zeke dari kejauhan, Zeke menatap tajam ke arah Ul peringatan jika ia menipu Zeke maka berakhirlah hidupnya.
"Saudara ke-4 berkata bohong" ucap domba nomer-1.
"Saudara ke-5 berkata jujur"ucap domba nomer-2.
"Aku setuju dengan perkataan saudara pertama dan kedua"ucap domba nomer-3.
"Jangan percaya, saudara ketiga berkata bohong"ucap domba nomer-4.
"Tepat, saudara ke-4 berkata jujur"ucap domba nomer-5.
Angin bertiup cukup kencang, menghembuskan dedaunan kering yang berserakan. Dengan mata terpejam, kedua tangan dilipat di depan dada, Zeke berusaha untuk menebak teka-teki yang diberikan oleh jendral Ul.
Jendral Ul yang melihat Zeke kepayahan menebak teka-tekinya hanya bisa tersenyum remeh. 5 menit telah berlalu, Zeke hanya terdiam dalam pikirannya.
"Kambing nomer-4" Zeke menjawab dengan nada yang meyakinkan.
"Bagaimana kau tahu!?". Ul yang mendengar jawaban dari Zeke hanya bisa ternganga.
Ada point penting yang terlupakan disini, dimana Zeke masih bisa membaca pikiran dan hari makhluk hidup. Tentu saja Zeke tetap diam seakan tak mempedulikan isi pikiran yang tak sengaja Zeke dengar.
"Baiklah lepaskan rantai itu sekarang, sangat bodoh menanyaiku mana yang jujur".
"Kau hanya beruntung ! Pasti asal tebak bukan!". Ul mencoba mendesak Zeke.
"Lagi pula aku bisa membaca isi hati dan pikiran makhluk hidup jadi mudah saja bukan?". Ucap Zeke dengan nada datar.
"Eh? -". Dengan wajah seperti mendekati maut, jendral Ul hanya bisa pasrah.
Rantai yang mengikat leher sang jerapah berhasil di lepaskan, Zeke pergi menuju menara lainnya meninggalkan jendral Ul dengan wajah penuh frustasinya. Perjalanan Zeke menempuh menara berikutnya berjalan cukup lancar hingga ia tiba di menara berikutnya. Tepat di atas pucuk menara itu terlihat sosok yang berdiri seakan menunggu kedatangan Zeke.
"Jadi kau telah mengalahkan saudaraku yah?" Tanya sosok yang berdiri di pucuk menara itu.
"Berikutnya giliranmu jendral El".
Jendral El terbang mendekati Zeke, tanpa teralihkan pandangannya sedikitpun Zeke menatap tajam kearah jendral El.
"Apa ujian berikutnya?" Tanya Zeke tak sabar.
"Ujian berikutnya adalah kecepatan. Aku dan kau akan balapan dari sini mengelilingi kerajaan amfibian dan kembali ke menara ini tanpa peraturan apapun".
"Jadi kita bebas melakukan apapun untuk memenangkan balapan ini huh?" Zeke mencoba menyimpulkan peraturan balapan yang dibuat oleh jendral El.
"Ya seperti itulah" Jawab singkat jendral El.
Zeke dan jendral El melayang di posisi berdampingan, bersiap untuk melakukan ujian keduanya.
"Mulai!" El berteriak lalu melesat dengan cepatnya meninggalkan Zeke.
"Cih curangnya!" Umpat Zeke dibarengi terbang mengejar El.
Kecepatan dari kedua pihak hampir setara, bahkan kekuatan Lucifer's Crown milik Zeke yang telah ditambah energi alam belum cukup untuk mendahului jendral El. Walaupun hanya seekor kadal, El mampu menggunakan selaput di antara lengan dan pinggannya yang saling menyambung dengan memanfaatkan udara untuk terbang. Dengan kecepatan yang luar bisa, dapat menyetarai kecepatan Zeke.
"Wah lihat itu, ternyata dengan energi alam dan kekuatanmu masih belum bisa mendahuluiku ya". Ejek El dengan nada sombong.
Zeke tak mempedulikan ejekan dari El dan tetap fokus dengan kecepatannya. Mengingat peraturan yang dibuat El memang cukup menguntungkan, tentu saja sewaktu-waktu akan ada serangan yang dilesatkan salah satu diantara Zeke dan Jendral El.
"Gheekk ... Cuh!" Jendral El meludahkan cairan asam ke arah Zeke.
"Uwahh apa itu! Menjijihkan" Zeke mengurangi kecepatanya untuk menghindari serangan jendral El.
Zeke yang tertinggal berusaha menyusulnya kembali dan melemparkan serangan kuat dari Zeke.
"Art of Darkness: Black Sword".
Pedang hitam milik Zeke menghujani jendral El tanpa henti. Dengan kecepatan jendral El sekalipun akan sulit untuk menghindari serangan milik Zeke yang tak kalah cepatnya. Awalnya jendral El berhasil untuk menghindari serangan Zeke, akan tetapi tujuan sebenarnya serangan Zeke adalah menggiring jendral El ke tepi tebing bukit yang cukup dekat dengan kerajaan amfibian. Benar saja, tepat setelah jendral El mendekati tebing-
"Apa itu!?" Jendral El mulai panik ketika tanah di dekat tebing mencengkeram kakinya.
"Art of Darkness: Black Sword" tak sampai disitu, setelah Zeke menggunakan energi alam dan mengendalikan tanah dekat tebing untuk mencengkeram jendral El pedang hitam Zeke menghujani jendral El.
"Agh! Sial !". Terdengar rintihan jendral El yang terjatuh ke dasar jurang beserta tanah ujung tebing yang berjatuhan akibat serangan pedang Zeke.
Walaupun Zeke terlihat tak peduli, ia terpaksa melesat kebawah dan menolong jendral El.
"Haah merepotkan" desah Zeke yang telah berhasil menangkap kaki jendral El.
"Baiklah aku mengaku kalah" balas jendral El mengakui kekalahnya.
Zeke dan jendral El kembali ke menara awal, ujian dari jendral El berhasil dilewati dengan mudah oleh Zeke. Akhirnya rantai kedua yang mengikat sang jerapah berhasil lepas dan tersisa rantai terakhir.
"Jadi memang aku sudah semakin tua yah" ucap lesu jendral El.
"Bukan kau yang lemah, aku saja yang terlalu kuat untukmu hahaha". Ejek Zeke dengan wajah tak berdosa.
Ujian kedua berakhir dengan damai, Zeke memutuskan untuk melanjutkan ujian terakhir. Zeke yang tak punya banyak waktu memutuskan untuk cepat menyelamatkan sang ratu bagaimanpun caranya.
Setibanya di menara terakhir Zeke tak melihat ada siapapun disana, hanya menara dengan rantai yang menjerat leher sang jerapah. Terlihat di dekat menara itu terdapat sebuah rumah kecil terbuat dadi kayu. Zeke berjalan mendekatinya untuk mencari keberadaan jendral terakhir
"Permisi !! Apakah ada orang ?" Zeke mengetuk daun pintu yang terlihat cukup rapuh.
Tak ada jawaban apapun dari dalam, karena penasaran dengan isi rumah kusut itu Zeke menutuskan untuk masuk tanpa izin.
Di dalam rumah tersebut hanya ada kasur dan meja makan, suasanya yang cukup menyedihkan. Zeke melihat ada sebuah bingkai foto di atas meja, ketiga orang berfoto bersama dengan senyuman bahagia bersama raja Gardia.
"Apakah ini foto ketiga jendral itu dan raja Gardia?" Ucap Zeke mencoba mencocokan wajah di foto itu dengan apa yang ia ingat.
Terdengar langkah kaki dari luar rumah itu. Zeke yang mendengar suara langkah kaki berjalan keluar memastikan siapa yang datang.
"Jendral Al?" Tanya Zeke dengan wajah cukup khawatir.
"Apa yang kau lakukan dirumahk-" suara jendral Al terpotong, dan tumang dengan luka disekujur tubuhnya.
Zeke yang terkejut melihatnya segera membawa jendral Al masuk kedalam rumahnya. Membaringkan jendral Al di kasur kusut dan pergi mencari air.
"Haaah ... kenapa jadi seperti ini" desah Zeke berjalan mencari sungai untuk minum dan membasuh luka jendral Al.
Setelah mendapatkan air, Zeke kembali kerumah jendral Al. Merebus air dan membasuh luka-luka di badan jendral Al. Zeke menunggu jendral Al hingga larut malam, menjaganya dengan baik.
"Terimakasih nak Zeke". Terdengar suara lirih dari bibir kering jendral Al.
"Apa yang terjadi padamu? Tanya Zeke penasaran.
"Saat sedang mencari kayu bakar, aku diserang oleh monster beruang hitam"
"Apa kau bercanda? Bukankah kau adalah jendral dengan kekuatan yang besar?" Zeke masih tak percaya dengan apa yang ia lihat saat ini.
"Ak- uhuk !! Uhuk !!" Darah muncrat dari mulut jendral Al.
"Hei istirahatlah, akan ku carikan makanan".
Zeke berjalan keluar dan pergi menuju hutan yang cukup dekat. Perjalanan di tengah hutan hanya dengan penerangan bulan yang bersinar malam itu membuat Zeke cukup tenang untuk berburu. Walaupun masih tak percaya dengan keberadaan jendral Al yang terkenal dengan kekuatannya malah terluka parah seperti itu.
"Monster beruang hitam yah ... setidaknya aku harus menyingkirkan beruang itu untuk berjaga-jaga". Ucap Zeke dengan tatapan penuh kewaspadaan.
Di tengah hutan hanya terdengar lolongan hewan-hewan, Zeke berhasil memburu beberapa kelinci dan ayam hutan berjalan keluar dari hutan. Semua berjalan lancar awalnya hingga terdengar raungan yang tak ingin Zeke dengar.
"Graaaaauu!!"
Gemuruh raungan sang monster membuat beberapa hewan yang mendengarnya berlarian menjauhi suara itu.
"Jadi sudah dimulai ya" ucap Zeke dengan nada tenang.
Pepohonan di depan Zeke berdoyongan, seakan ada sosok besar yang mendekati Zeke. Benar saja, tak lama setelah itu muncul sosok beruang besar berwarna hitam dengan mata kirinya tergores luka.
"Akan ku perlihatkan siapa yang monster sebenarnya". Tatap tajam Zeke.
Beruang hitam itu berlari kearah Zeke, mengayunkan cakar besarnya dan mengebabkan kerusakan dengan skala luas. Serangan lambat dari beruang itu dihindari dengan mudahnya oleh Zeke.
BLEDARR!!!
Suara pertarungan Zeke melawan beruang hitam itu membangunkan jendral Al, dengan susah payah jendral Al berjalan mencegah Zeke.
"Ah sial anak itu dalam bahaya". Ucap jendral Al bergegas memperingatkan Zeke.
Jendral Al berjalan terpincang-pincang menuju hutan tempat pertempuran Zeke melawan beruang hitam. Yang membuat jendral Al khawatir bukan dengan kekuatan fisik dari beruang hitam melainkan kekuatan kutukan beruang hitam itu.
Zeke berhasil menghindari setiap serangan demi serangan. Tak jarang, Zeke menghindar sembari menyerang dengan pedang hitamnya. Bukannya darah berwarna merah yang mengalir dari tubuh beruang itu, melainkan cairan berwarna hitam kental mengalir keluar dan menguap.
"Apa-apaan beruang itu, dia terlihat seperti tak mempedulikan luka yang ia dapatkan"
"Graaaarr!!"
Pertarungan Zeke melawan beruang hitam tak membuahkan hasil. Berkali-kali Zeke menyerang dan menghujani beruang itu dengan pedang milik Zeke, beruang itu tak berhenti sedikitpun.
"Aku terlalu baik ternyata ... akan ku akhiri"
Jendral Al berjalan memasuki hutan itu, dan terus mencari sumber suara dari pertarungan Zeke dan beruang itu. Dengan wajah yang pucat jendral Al menahan lukanya demi untuk memperingatkan Zeke.
Sesampainya di tempat pertarungan, jendral Al dibuat terkejut akan apa yang ia lihat.
"Mm-mustahil!?"
Zeke berhasil mengalahkan beruang hitam itu. Pedang Zeke tertancap disekujur tubuh beruang, cairan gelap yang melahap habis beruang hitam dengan Zeke yang duduk di atas mayat beruang hitam itu.
"Black Sword dan Black Hole sukses". Ucap Zeke melompat dari mayat beruang hitam yang telah tertelan kekuatan Zeke.
"K-kau berhasil mengalahkannya sendirian!?" Jendral Al masih tak percaya dengan apa yang ia lihat.
"Oh jendral Al, untuk apa kau kemari? Aku hanya berburu makanan untukmu karena kau terluka". Dengan wajah polosnya Zeke menjelaskan apa yang ia lakukan.
"Beruang hitam itu memiliki kutukan dari iblis Lucifer dan jika terkena darahnya pasti akan lumpuh".
"Sudah sudah ... jangan berlebihan dan mari kembali ke gubukmu lagi". Ajak Zeke menuntun jendral Al yang kesusahan berjalan.
Sesampainya di rumah jendral Al, Zeke membuat masakan dari hasil berburunya. Makan bersama dengan jendral Al.
"Terimakasih Zeke" ucap syukur jendral Al.
"Untuk apa?" Tanya Zeke bingung.
"Kau telah datang sebelum aku meninggal. Dan sebagai ucapan terimakasih aku akan memberimu sebuah batu sihir". Jendral Al mengeluarkan bongkahan batu berwarna merah darah dari kantong saku celanannya.
"Ini?"
"Itu adalah batu sihir untuk membebaskan belenggu kesedihan sang jerapah" ucap jendral Al mencoba menjelaskan soal batu sihir.
"Hei bukankah kau yang membuat sang jerapah bersedih? Dan kau berhianat kepada raja Gardia dan menyegel sang jerapah itu kan ! Aku datang kesini untuk membebaskan sang jerapah".
Mendengar ucapan Zeke, jendral Al hanya bisa tersenyum. Dan mulai menjelaskan kepada Zeke apa yang sebenarnya terjadi.
"Sepertinya kau telah dimanfaatkan olehnya Zeke"
"Apa maksudmu jendral Al?" Heran Zeke.
"Aku, El dan Ul dahulu adalah prajurit yang setia kepada raja Gardia dan bahkan rela mengorbankan nyawa kami demi melindungi kerajaan kami. Akan tetapi kami diusir dari kerajaan untuk menjaga 3 menara rantai, menyegel sang jerapah agar raja Gardia menyerap kekuatan sang jerapah dari tangisan air matanya. Tentunya kami akan segera mati setelah ketiga menara ini dihentikan, dan hanya aku yang mengetahui hal ini, bahkan kedua saudaraku tak mengetahuinya".
"Lalu untuk apa raja Gardia menyuruhku untuk membebaskan sang jerapah?" Zeke mencoba meyakinkan apa yang ingin ia ketahui.
"Proses ekstak sang jerapah telah selesai, kini raja Gardia akan menyerap fisik sang jerapah agar dia tetap berkuasa di lantai dua ini. Dahulu kala terdapat 4 kerajaan yang ada di lantai 2, akan terapi raja Gardia dengan sombongnya ingin menguasai lantai 2 ini sendirian agar dapat pengakuan dari sang ratu. Hanya ini yang aku ketahui, entah kau percaya atau tidaknya silahkan buktikan sendiri".
Zeke terkejut setelah mendengar apa yang jendral Al katakan.