Kirana dan Ziyad juga ketiga cucu mereka sudah dalam perjalanan kembali ke Bandung, saat mereka sampai sudah sangat larut malam sehingga mereka memutuskan untuk langsung beristirahat.
"Bika, kamarmu ada disebelah kamar kakakmu. Itu adalah kamar abi dan umimu, jadi sudah bersih karena baru saja ditempati." Kirana mengantar Bika kedalam kamar yang akan ditempatinya untuk sementara dia berada di Bandung.
"Terima kasih nek, Bika akan beristirahat sekarang. Selamat malam nenek.." Bika kemudian masuk kedalam kamarnya lalu dia kemudian mandi baru setelah itu dia berangkat tidur.
Sementara itu Kirana menengok Firman yang sudah terlelap karena memang saat ini sudah jam sepuluh malam. Karena Firman sudah tidur, Kirana segera menghampiri suaminya.
"Sayang, kita istirahat sebentar, besok aku kan membantu Firman untuk mencoba duduk. Kalau dia sudah bisa maka kemungkinan sembuhnya akan semakin besar." Ziyad mengajak Kirana segera beristirahat, mereka merasa sangat senang dengan perkembangan kesehatan Firman. Dua hari dirawat di rumah mereka, dia sudah menunjukkan kemajuan yang sangat baik.
"Alhamdulillah kak kalau begitu, sekarang sebaiknya kita segera beristirahat besok tugas penting sudah menanti." Kirana menggandeng tangan suaminya lalu mereka berdua segera masuk kedalam kamar mereka dan tidur.
Keesokan harinya Kirana dan Ziyad memulai apa yang sudah mereka rencanakan semalam. Jadi sekarang mereka segera membersihkan tubuh Firman kemudian setelah di berganti baju. Ziyad membantu Firman duduk di kursi roda yang baru saja mereka beli kemarin saat menjemput Bika.
Sebenarnya mereka tidak kepikiran tentang kursi roda, tetapi saat mereka membicarakan kondisi Firman dan mereka sedang kebingungan bagaimana akan membantu Firman yang mengeluh lelah bila harus berbaring terus, Bika tiba-tiba memberi usul bagaimana jika mereka menggunakan kursi roda dan ternyata apa yang dikatakan Bika telah memberi jalan keluar kepada Ziyad dan Kirana. Sekarang, mereka akan melihat apakah Firman nyaman atau tidak berada di atas kursi roda.
"Firman, bagaimana perasaanmu sekarang? apakah kau sudah lebih nyaman saat ini?" Kirana dan Ziyad mendorong kursi roda Firman menuju taman belakang rumah. Mereka berdua melihat wajah Firman tampak lebih baik ketimbang kemarin saat dia pertama kali datang.
"Alhamdulillah Kirana, kak Ziyad, aku sudah merasa jauh lebih baik dari sebelumnya." Kirana tersenyum puas dengan jawaban Firman dan mereka kemudian berhenti di taman.
"Permisi ibu Kirana, kalau ibu mau mengerjakan hal lain biar pak Firman saya yang temani. Lagi pula saya tidak ada pekerjaan lain dan saya bekerja disini kan sebagai perawat pak Firman." Dokter Sinta berkata yang sebenarnya karena Ziyad sudah bertindak sebagai dokter pribadi Firman. Jadi sekarang satu-satunya tugas dokter Sinta.
"Oh iya dokter Sinta, memang ada yang akan saya lakukan. Kamu tidak repot kan kalau kami meninggalkanmu sendirian bersama Firman dirumah? kami mau mengantar cucu kami ke Lembang. Kami akan menginap disana, tetapi jangan khawatir, Dewi dan Rio akan menengok Firman nanti.
"Iya bu, saya sanggup." Dokter Sinta tidak akan keberatan, karena Firman juga tidak merepotkan.
"Tetapi saya mau meminta sesuatu sama ibu, tolong panggil saya Sinta saja biar terdengar lebih nyaman." Sinta tersipu malu dan tentu saja Kirana juga tidak keberatan.
"Baiklah Sinta, kalau begitu kami bersiap-siap dulu. Sebenarnya hari ini aku ingin sekali berkenalan dengan Bintang, tetapi besok saja kalau kami kembali dari Lembang." Kirana menepuk bahu Sinta lalu maninggalkan Firman bersama dengan Sinta.
Sinta juga baru kali ini melihat wajah Firman, lelaki ini sebenarnya lumayan tampan. Hanya saja karena penyakitnya, Firman terlihat lebih tua dari pada Ziyad karena sangat kurus dan tidak terawat. Untung saja Dewi dan Kirana menemukannya dengan cepat. Terlambat sedikit saja nyawa Firman bisa melayang.
"Sinta, tolong bawa aku kedalam kamar." Firman merasa matahari sudah meninggi dan dia sangat kepanasan.
"Baik pak Firman, saya akan bantu bapak kedalam. Sekalian saya akan menengok Bintang apakah sudah bangun apa belum.
Sinta kemudian mendorong Firman dan membawanya kembali ke kamarnya dan santi juga membantu Firman untuk kembali berbaring di tempat tidurnya.
"Pak, maaf sebelumnya, saya akan membantu pak Firman tetapi bapak pegangan sama saya ya! karena nggak ada orang dirumah jadi bapak nggak punya pilihan karena hanya saya yang bisa membantu bapak saat ini." Sinta memberitahu sebelumnya kepada Firman kalau dia harus berpegangan kepada Sinta.
"Iya Sinta, saya yang seharusnya meminta maaf kepadamu. Karena disini, pasti kamu yang akan rugi." Melihat Firman tersenyum Sinta tiba-tiba merasakan hatinya berdebar, tetapi dia segera menepis kembali perasaan itu. Sinta kemudian segera membantu Firman pindah keatas tempat tidur. Sinta mengalungkan tangan Firman kelehernya dan Sinta memegang erat pinggang Firman lalu mulai membantu Firman berpindah. Akhirnya dengan susah payah dia bisa memindahkan Firman ketempat tidurnya. Wajahnya memerah karena payudaranya menempel pada dada Firman, entah itu hanya perasaannya saja atau bagaimana yang pasti saat ini dadanya terus bergemuruh. Dia segera pamit untuk kembali kedalam kamarnya.
Sepeninggal Sinta, Firman juga mengelus-elus dadanya. Dia juga merasakan apa yang Sinta rasakan.
"Ya Allah... apakah aku kembali jatuh cinta? kenapa perasaanku menjadi seperti ini?seperti saat pertama kali aku jatuh cinta kepada istriku dulu." Firman tentu saja harus menepis rasa itu. Sinta masih muda dan cantik sedangkan Firman sudah menua dan cacat. Seandainya dia benar-benar jatuh cinta, Firman tidak yakin apakah Sinta mau menerimanya atau tidak.
Sementara itu didalam kamarnya, Sinta juga merasakan hal yang sama. Dia kembali merasakan debaran dihatinya seperti saat pertama kali beremu dengan Almarhum suaminya dulu.
"Bintang sayang, kamu sudah bangun nak? kita menemani pak Firman yuk! kasihan dia sendirian." Sinta kemudian membawa Bintang kekamar Firman yang sedang membaca sebuah buku agar tidak terlalu canggung karena ada anak kecil yang menemaninya.
"Assalamu'alaikum pak Firman, maaf tadi aku langsung pergi karena bintang bangun, takut dia nangis." Sinta mencoba mencari alasan tetapi tentu saja Firman tahu kalau Sinta merasa agak canggung dengannya. Tetapi Firman juga mengerti karena apa yang mereka alami tadi sangat membuat orang canggung, bagaimana tidak?payudara Sinta sampai menempel didada Firman keduanya juga pernah menikah dan merasakan manisnya cinta jadi tentu saja mereka merasakan hal yang aneh saat mereka bersentuhan seperti tadi yang membuat keduanya menjadi sangat intim.
"Wa'alaikum salam, Sinta, tolong ambilkan aku minum sekarang dan berikan bintang kepadaku. Biar aku yang menjaganya selagi kamu mengambilkan minum." Sinta mengangguk dan memberikan Bintang kepada Firman.
"Baik pak, aku titip Bintang sebentar." Sinta langsung keluar dari kamar Firman dan mengambilkan air minum untuk Firman.
"Bintang sayang, kamu cantk sekali. Tetapi kenapa kamu tidak terlihat seperti ibumu?apakah kami lebih mirip ayahmu?" Bintang hanya tertawa mendengar apa yang dikatakan Firman. Bintang memang belum begitu bisa bicara.
"Ini pak minumnya.." Sinta kemudian mengambil Bintang dari pelukan Firman. Tetapi tangan mereka bersentuhan. Saat sinta ingin menarik tangannya, Firman menggenggam tangan Sinta dengan erat. Firman ingin menyatakan perasaannya kepada Sinta karena Firman juga merasa kalau Sinta juga memiliki rasa yang sama dengannya, sama-sama kesepian.