Chereads / CINTA SEJATI Alif dan Najma / Chapter 11 - Gus Alif Kembali

Chapter 11 - Gus Alif Kembali

Dua belas tahun kemudian, Alif kembali ke Tanah Air setelah sukses menyelesaikan pendidikan sarjana, pascasarjana dan doktoral di Universitas Alexandria Mesir. dengan status cumlaude dan saat ini dia ingin mengabdi di Tanah Air dengan ilmu yang di dapatnya.

"Alhamdulillah, setelah lebih kurang dua belas tahun mengecap ilmu di Alexandria, tentu keinginan terbesarku adalah mentransfer ilmu-ilmu ini kepada para hamba Allah di pesantren yang cinta syariatnya dan cinta Rasul-Nya" Alif tersenyum bahagia ketika menghirup kembali aroma bumi pertiwi yang telah lama di tinggalkannya.

"Gus Alif..." Kang Fikry yang telah membantu Abinya dan menjadi pengurus di Pesantren Al Buruj selama delapan tahun melambaikan tangannya saat melihat Gus-nya sedang celingukan mencarinya.

"Mohon maaf, Gus... wajah asli Gus Alif lebih tampan dari foto yang Abi kasih kan ke saya." Alif tersenyum saat melihat salah satu kang ndalem yang bertugas menjemputnya merasa bersalah dan menjadi salah tingkah terhadapnya.

"Tidak apa-apa Kang...?" Alif menggantungkan kalimatnya karena dia belum mengenal kang Fikry. Dulu saat Alif berangkat ke Mesir, Kang Fikry belum masuk ke pesantren milik Abinya.

"Saya Fikry, Gus." Kang Fikry meraih tangan alif dan akan menciumnya tetapi Alif menariknya dengan cepat. Alif sangat rendah hati, jadi dia enggan jika para Kang pengurus terlalu menghormatinya seperti itu.

"Kang Fikry, kita langsung pulang sekarang ya!" Alif segera berjalan mengikuti Kang Fikry yang berjalan terlebih dahulu dengan membawakan barang-barang milik Alif.

"Njih, Gus... monggo." keduanya kemudian menuju ke tempat parkir dimana mobil yang akan membawa mereka kembali ke pesantren berada.

"Monggo, Gus..." Kang Fikry segera menaiki kursi di belakang kemudi sementara Alif duduk di kursi penumpang di samping Kang Fikry. Mobil yang mereka tumpangi kini sedang melaju menuju ke pesantren milk Abinya Alif.

"Kang, bagaimana perkembangan pesantren selama ini?" Alif mencoba mencairkan suasana yang masih agak terasa kaku di antara dirinya dan Kang Fikry yang memang baru saling mengenal satu sama lain.

"Alhamdulillah Gus, semuanya baik. Bahkan sekarang pesantren kita tambah maju dan juga banyak diminati karena sistem enterpreneur yang di gagas Gus Rafi sangat berhasil sehingga banyak orangtua yang memasukkan anak-anaknya ke pesantren kita. Selain mendapat ilmu, anak-anak mereka akan dilatih berbagai macam ketrampilan juga bisa menghasilkan uang sehingga mereka tidak perlu memikirkan uang saku lagi." Alif tersenyum mendengar apa yang di katakan oleh Kang Fikry.

"Syukurlah, aku bahagia mendengarnya." keduanya terus berbincang dan tanpa mereka sadari, keduanya telah sampai di halaman pesantren. Kyai Ahfaz dan istrinya, Bu nyai Azka sudah menyambut kedatangan putra sulung mereka.

Setelah Kang Fikry memarkirkan mobilnya, Alif membuka pintu dan senyumnya mnegembang saat melihat wajah kedua orangtuanya menitikkan air mata saat pertama kali melihatnya.

Alif menghampiri kedua orangtuanya, dia kemudian meraih tangan Abi dan Uminya lalu menciumnya dengan takdzim. Alif memeluk kedua orangtuanya yang sangat dirindukannya.

"Abi, Umi, apa kabar...?" Ahfaz dan Azka sangat bahagia melihat putranya tumbuh dengan baik, wajahnya tampan dan saat ini putranya telah siap membantu mereka untuk memajukan pesantren ini dan memberikan ilmu yang di dapatnya kepada banyak orang.

"Alif, kamu sudah dewasa sekarang, Nak. Selamat datang, tugasmu sudah menunggu." Ahfaz dan Azka segera mengajak Alif memasuki rumah. Mereka kemudian berbincang di ruang tamu. Alif kemudian memohon diri untuk beristirahat sejenak sebelum nanti sore akan mulai membantu Abi dan Uminya di pesantren.

"Abi, Umi, Alif mau beristirahat sebentar. Nanti selepas sholat Ashar, Alif akan membantu Abi di masjid." Ahfaz dan Azka menganggukkan kepala mereka dan menatap punggung Alif yang sudah berjalan menjauh.

"Assalamu'alaikum..." Agnia dan Najma baru saja kembali dari pondok putri. Saat ini memang saatnya mereka berdua beristirahat setelah setengah hari ini belajar dengan para Mbak santri yang sudah menjadi hafidzoh yang memang membantu Azka mengajar para santriwati termasuk Najma dan Agnia. Keduanya adalah keponakan dari adik ipar tirinya, Kaif.

"Wa'alaikum salam... Kalian sudah kembali?" kedua gadis kecil itu mengangguk, keduanya sama-sama cantik dan sholihah. Kaif dan Ashila sangat menyayangi keduanya dan sudah mengenalkan kepada kedua putrinya pendidikan agama sejak mereka berada di dalam buaian.

"Umi, kami langsung ke kamar ya!" Azka mengangguk saat kedua putrinya langsung berjalan menuju ke dalam kamar mereka. Azka dan Ahfaz saling memandang. Mereka masih teringat saat Alif ingin mengkhitbah Najma. Alif tidak mengetahui kalau Najmanya masih hidup dan berada sangat dekat dengannya saat ini.

"Abi, apakah kita akan memberitahu Alif tentang Najma?" Ahfaz tersenyum dan menggelengkan kepalanya.

"Tidak usah, Sayang. Abi ingin tahu apakah Alif mengenali Najma atau tidak. Juga, Abi takut kalau ternyata Alif sudah memiliki tambatan hati. Sebaiknya biar Alif sendiri yang memutuskan. Abi takut kalau kita memberitahunya kalau Najma masih hidup sedangkan Alif ternyata sudah memiliki seorang gadis yang disukainya kan kasihan nanti kepada Alif.

"Dia pasti akan merasa memiliki tanggung jawab kepada Kaif dan Ashila juga Najma sehingga Abi takut kalau Alif akan mengorbankan perasaannya." Azka menganggukkan kepalanya dan kemudian dia meninggalkan suaminya untuk menemui Mbak pengurus untuk menanyakan perkembangan anak-anak.

"Ya sudah, Bi. Umi mau menemui Mbak Novi untuk mengetahui perkembangan Aghnia dan Najma, hari ini Umi saatnya melaporkan perkembangan mereka kepada uminya." Ahfaz menganggukkan kepalanya dan dia segera menemui kang Hifni di masjid.

Sementara itu Aghnia dan Najma sedang berbincang. Keduanya sudah berusia tiga belas tahun saat ini. Kakak beradik itu bukanlah anak kembar, tetapi usia mereka benar-benar sama persis. Bahkan keduanya juga terlahir di hari yang sama.

"Kakak, apakah kamu mendengar kalau Gus Alif sudah kembali?" Aghnia menganggukkan kepalanya.

"Iya Najma, Kakak sudah mendengarnya. Menengnya kenapa?" Aghnia menatap Najma dengan tatapan ingin tahu.

"Entahlah Kak, aku merasa hatiku terasa aneh saat mendengar namanya di sebutkan. Aku penasaran, apakah wajahnya mirip Gus Fawwas atau tidak." Najma menundukkan kepalanya sementara Aghnia menatap Najma dengan tatapan tajam. Aghnia sangat menyukai Fawwaz, dia takut kalau Najma akan merebut pujaan hatinya. Aghnia dan Najma memang saudara, tetapi sifatnya sangat berbeda.

Najma sangat mirip dengan Abi dan Uminya, lemah lembut, penurut dan baik hati, sedangkan Aghnia, dia agak pemarah dan sering iri terhadap Najma yang kemampuan otaknya lebih baik dari Aghnia. Najma sangat pintar! Najma berhasil menghatamkan hapalan Al-Qur'annya di usia sebelas tahun sedangkan Aghnia sampai sekarang masih sampai di juz lima belas.

"Najma, kamu tahu kan aku sangat menyukai Gus Fawwaz?" Najma mengangguk mendengar apa yang di katakan Aghnia.

"Aku harap kamu jangan merebutnya dariku!" Najma tersenyum kepada Aghnia dan menghampiri saudaranya itu lalu memeluknya.

"Kakak jangan khawatir, aku bahkan belum memikirkan apapun tentang laki-laki. Aku hanya ingin kita segera menyelesaikan pendidikan kita disini, lalu kembali dan membantu Ayah dan Bunda di pesantren kita." Aghnia bernapas lega mendengar apa yang di katakan oleh Najma.

Keduanya kini langsung meletakkan kitab yang mereka bawa tadi dan mengembalikan ke tempatnya. Najma dan Aghnia kemudian keluar dari kamar mereka dan segera menuju ke dapur. Mereka akan mulai membantu Mbak ndalem( Mbak santri yang membantu Azka di rumah utama) memasak untuk menjamu para tamu yang datang untuk menemui Abi Ahfaz.