Keesokan harinya, Dewi dan Rio datang kerumah Kirana dengan dokter Sinta, mereka juga membawakan Firman sarapan.
"Assalamu'alaikum?" Dewi dan Rio juga dokter Sinta sudah berada didepan pintu yang masih tertutup.
"Wa'alaikum salam, eh kalian sudah datang. Mari silahkan masuk, kalian duduk dulu ya sebentar." Kirana kemudian membuatkan minum untuk ketiga tamunya.
"Kirana, ini adalah dokter Sinta yang aku ceritaan kemarin." Dewi memperkenalkan dokter Sinta kepada Kirana, dengan senyum ramah Kirana menyapa dokter Sinta lalu Kirana juga memberitahu apa pekerjaannya nanti disini.
"Iya bu, saya mengerti! saya sangat berterima kasih sekali karena diperbolehkan membawa putri saya ini. Saya tidak memiliki siapa-siapa lagi jadi saya harus membawanya kemanapun saya pergi." dokter Sinta menepuk pantat bayi yang sedang tertidur dalam gendongannya karena bayi itu seperti bergerak, tetapi saat dokter Sinta menepuk pelan pantatnya bayi itu kembali tenang dan kembali tertidur.
"Putri dokter Sinta umur berapa? siapa namanya?" Kirana sangat penasaran dengan bayi yang sedang tertidur itu, dia tiba-tiba menjadi teringat dengan Najma.
"Putri saya berumur satu tahun bu Kirana, namanya adalah Bintang." setelah mereka merasa cukup berbincang dan berkenalan, Kirana mengantarkan dokter Sinta kedalam kamarnya yang berada tepat disebelah kamar Firman. Kirana memang sengaja memberikan kamar yang berdekatan untuk memudahkan dokter Sinta saat mengurus Firman.
"Dokter Sinta, ini kamar anda dan disebelah anda ini adalah kamar pak Firman orang yang akan anda rawat. Sekarang anda boleh beristirahat sebentar karena anda akan memeriksanya saat makan siang. Kami juga meminta tolong dokter Sinta untuk membantu pak Firman makan. Maaf sebelumnya, meski anda adalah dokter tetapi saat ini yang kami butuhkan adalah dokter sekaligus perawat. Anda juga akan menerima gaji dua kali lipat untuk pekerjaan ini, sekarang saya tinggal dulu, permisi.." dokter Sinta menganggukkan kepalanya sebelum Kirana pergi. Kini,dokter Sinta menidurkan Bintang di tempat tidur dan dia juga ikut berbaring disampingnya.
Sementara itu Kirana dan Dewi sedang membantu Firman sarapan sedangkan tadi yang membersihkan tubuhnya adalah Rio dibantu Zayn. Setelah menjalani perawatan dirumah Kirana, kini Firman sudah bisa berbicara kembali.
"Kirana, Dewi, terima kasih banyak ya kalian sudah membantuku banyak sekali. Aku tidak tahu harus membalasnya dengan apa." Firman menitikkan air matanya sedangkan Dewi dan Kirana saling memandang dan tersenyum.
"Itulah gunanya persahabatan Firman, apalagi sekarang hanya tinggal kita ber empat. Aku bahkan tidak menyangka akan bertemu dengan kalian lagi setelah berpuluh-puluh tahun berpisah." Kirana menggenggam tangan Dewi dengan erat, dia merasa seperti saat amsih sekolah dulu.
"Iya Man, jangan khawatir akan kehidupanmu setelah hari ini. Aku dan Kirana akan menjaga dan merawatmu selamanya. Kita akan bertemu setiap hari, jadi kamu harus bersemangat ya! kalau perlu, setelah kamu sembuh nanti kamu bisa tunjukkan dirimu kepada putrimu yang jahat itu." mendengar kata-kata Dewi raut wajah Firman langsung berubah sangat marah. Putri yang membuangnya bukanlah putri kandungnya, dia menikahi istrinya dalam keadaan hamil dan tidak tahu siapa ayah dari anak itu karena istri Firman adalah korban pemerkosaan.
Firman bertemu dengan istrinya saat istrinya akan bunuh diri karena mengetahui dirinya hamil setelah pemerkosaan yang dialaminya sebulan sebelumnya.
"Dewi, Kirana, aku bertemu dengan istriku saat aku menlongnya dari sungai tempat dia akan melakukan bunuh diri. Saat aku berjanji akan menikahinya dan diapun akhirnya mengurungkan niatnya kemudian aku memperistrinya." Firman melamun, dia teringat akan istri yang sangat dicintainya yang telah meninggal saat melahirkan putrinya yang kini telah membuangnya.
"Firman, bersabarlah! siapa yang menanam pasti akan menuai. Jadi, kita do'akan dia supaya bisa berubah menjadi lebih baik dari karakternya saat ini. Meski semua itu sangat sulit, tetapi tidak ada yang mustahil didunia ini." Kirana dan Dewi menyemangati sahabatnya yang bersedih karena mengingat mantan istrinya.
Firman kini sedang tidur setelah meminum obat, Kirana dan Dewi meninggalkan Firman seorang diri agar bisa beristirahat dengan nyaman. Dewi dan Rio juga segera berpamitan pulang karena putrinya mau datang dari luar kota.
"Dokter Sinta, apakah putrimu sudah bangun? kalau mau memeriksa Firman nanti kalau Bintang sudah bangun biar bersamaku kalau dia mau, kebetulan aku sangat merindukan cucu-cucuku." Kirana bertemu dengan dokter Sinta yang baru saja membuatkan susu untuk Bintang, putrinya.
"Iya bu, tetapi apakah tidak merepotkan ibu? saya jadi merasa tidak enak." dokter Sinta tersipu malu mendengar apa yang dikatakan Kirana. Dia sangat salut terhadap orang yang memperkerjakannya ini. Dia tidak dianggap orang yang sedang bekerja melainkan sebagai saudara.
"Kalau begitu saya tinggal dulu deh ya dokter, saya akan keluar karena ada acara. Kami akan kembali malam nanti, jadi saya titip sahabat saya. Tolong jaga dia baik-baik." Kirana kemudian hendak masuk kedalam kamarnya saat mendengar suara seorang bayi menangis dan suara tangisan bayi itu sama persis dengan suara Najma, cucucnya yang meninggal dua bulan yang lalu.
Kirana menghentikan langkahnya, lalu kembali kearah kamar dokter Sinta. Dia mendengarkan kembali tetapi putri dokter Sinta sudah terdiam. Kirana pun menggelengkan kepalanya, mungkin karena dia terlalu merindukan cucu-cucunya jadi merasa mendengar suara cucunya yang sudah meninggal.
"Ya Alloh, semoga cucuku bahagia disana." Kirana kemudian segera bersiap dan menghampiri Ziyad dan Zayn yang sudah menunggunya. Sedangkan Arunika baru keluar setelah Kirana keluar lebih dulu. Mereka berempat kemudian segera memasuki mobil dan berangkat ke tempat mereka janjian bertemu dengan Bikka, adik kandung Zayn yang cantik yang kebetulan sedang ada acara di Jakarta dan kini dia meminta ijin kepada pihak sekolahnya akan pergi ke Bandung. Mereka mengijinkan dengan syarat anggota keluarganya yang menjemputnya secara pribadi karena maraknya kasus penculikan dan perdagangan wanita belakangan ini.
"Kak Ziyad, tadi aq mendengar suara tangisan Bintang seperti tangisan Najma, apakah ini suatu kebetulan? nama cucu kita Najma, sedangkan putrinya dokter Sinta adalah Bintang dan suara mereka persia sama. Apakah Allah mengirim mereka kepada kita sebagai ganti cucu kita yang telah pergi?" Kirana memiliki sedikit harapan, tetapi Zayn dan Arunika justru memiliki pemikiran yang lain. Keduanya kini saling menatap dan tersenyum, mereka akan membuktikannya setelah mereka menjemput Bikka.
"Kamu ini mengada-ada sayang, mungkin hanya kebetulan. Tangis bayi kan hampir sama, wajah mereka pun kan pasti semuanya sama. Setelah berumur agak besar, barulah kita bisa membedakan wajah mereka." Ziyad mencoba memberkan pengertian kepada istrinya. Tanpa terasa, mereka sudah sampai dimana Bikka menunggu bersama dengan rombongan hadroh dari sekolahnya.
"Kakek, nenek, kakak, kakak ipar ... semua Bikka panggil tanpa ada yang tertinggal. Setelah memohon ijin kepada guru yang mengantar mereka lomba, Bikka dan semua orang segera kembali ke Bandung. Kirana merasa agak khawatir kalau-kalau Firman kenapa-napa, Kirana juga ingin segera melihat wajah Bintang.