Chereads / SILVER TIME / Chapter 9 - Hujan Tiba-Tiba

Chapter 9 - Hujan Tiba-Tiba

Aku mencari surat lamaran pekerjaan di google. Banyak macamnya, aku cari yang untuk pekerjaan kasir paruh waktu.

Eh, tapi, ini paruh waktu dari jam berapa sampai jam berapa, ya? ('-' )

Ya sudah lah aku nulis aja.

*Dulu lamaran pekerjaan ditulis dikertas folio lalu dimasukkan di map cokelat.

Aku segera membuka laci lemari kamarku lalu mengambil kertas folio dan menulisnya sungguh-sungguh. Ini adalah pertama kalinya aku menulis surat lamaran pekerjaan untuk diriku sendiri, yah~ namanya belum berpengalaman dan cari suratnya digoogel sih ('-')

Lanjut ...

Akhirnya setelah selesai menulis surat lamaran pekerjaan, aku mengambil beberapa berkas untuk melengkapi persyaratannya ....

Pas foto 4x6 (ada)

Fotokopi ijazah terakhir (ada)

Daftar riwayat hidup (sudah pernah aku membuat)

Sudah lengkap, nanti tinggal masukan maps.

Ini adalah pertama kalinya aku membuat surat lamaran pekerjaan untuk bekerja tanpa sepengetahuan temanku.

Nanti sore ... aku coba beli map cokelat sambil berangkat kuliah.

Yang penting keterima dulu, kalau soal waktunya nanti bisa aku minta pertimbangan ke bos pemilik tokonya.

****

Tak terasa cepat sekali dhuhur ....

Ayah dan Ibuku sudah kembali, aku mengambil beberapa pakaian yang sudah kering di depan rumahku ....

Ada sejumlah pakaian seperti jaket dan celana jeans yang memang tebal materialnya, susah kering.

Aku segera melipat pakaian dan dibantu ibuku begitu aku selesai mengambilnya yang aku taruh di bak mandi plastik.

Setelah selesai melipat baju, ibu bilang padaku ... nanti sore, ibu akan merabot di rumah bu Miran. Sementara aku punya jadwal kuliah, bahkan punya 2 jadwal.

Sepertinya aku tidak bisa membantu ibuku untuk merabot bahkan aku ingin memberikan surat lamaran kerja yang sudah aku buat ini ke kedai sana ... (letaknya seberang jalan, jalan dari barat kampus lalu ke timur dikit)

Nama kafe itu adalah kafe rimba, sekarang sepertinya ada toko pot bunga di sana.

Tapi, sebaiknya aku tarus besok saja deh, barangkali nanti malam ayah dan ibuku tidak ada di rumah dan tidak ada yang menjaga rumahnya lagi ....

****

Sebelum berangkat kuliah, ayah menyarankan untuk membawa kunci rumah karena sewaktu-waktu saat aku datang nanti tidak kekuncian pintu.

....

Di sore hari ....

Kupandang langit luas nan cerah ini ketika aku hendak berangkat ke kampus.

Namun, ketika aku sudah melangkah di tengah jalan, langit tiba-tiba mendung tertutup awan hitam hingga suara geluduk terasa mengagetkan langkahku. Aku teruskan saja berjalan ke kampus dengan langkah cepat.

Lalu ....

Saat aku sudah menyeberang jalan ....

Perlahan gerimis datang di tengah-tengah langkahku menuju kampus ini.

Aku kehujanan, meski cuma sebentar saja aku basah kuyup.

Hujan turun tiba-tiba!!

Aku berlari kencang namun, hujan yang semakin deras tidak bisa di hindari. Aku cukup atletis kok makanya setelah menyeberang aku langsung lari dan berteduh di bawah post satpam terlebih dahulu mengeringkan bajuku dengan mengepak-ngepakkannya dan memerasnya seampuh mungkin.

Kenapa tiba-tiba hujan turun begini?

"...."

Tidak mungkin kan, aku masuk ke kelas dengan baju basah kuyup gini?

Waktu masuk kuliah masih lama, sekitar setengah jam lagi. Aku juga gitu, sudah tahu musim hujan tidak bawa payung, meremehkan cuaca yang cerah ini dan tahu-tahu hujan turun secara tiba-tiba.

Aku sudah hampir sepuluh menit ada di post satpam.

Tiba-tiba ada seorang bapak-bapak tua yang tampak tidak asing duduk menghampiriku di dekatku. Dia adalah pak penjaga kampus yang pernah sekilas aku lihat selalu menyapu halaman kampus. Kadang kalau malam seusai perkuliahan, beliau juga yang membereskan kursi, dan mematikan lampu ruangan.

Nama pak penjaga itu adalah pak Saturi.

Dia ternyata sudah lama sekali bekerja di kampus ini, dan baginya ... kampus ini sudah serasa seperti rumahnya sendiri. Sedangkan rumah pak Saturi sendiri ada di jalan Pisang Gajih sebelah barat, pojok sendiri, berwarna kuning.

Saat aku CFD ke stadion bersama temanku dulunya ... aku sering lewat situ dan pernah melihat sekilas pak penjaga itu di sana.

*CFD: Car Free Day, adalah aktivitas jalan-jalan sehat di pagi hari mulai dari habis subuh sampai jam 9 pagi. Car Free Day biasanya di lakukan di lapangan atau tempat olahraga, dan paling rame CFD di Alun-alun Lumajang. Zaskia di sini sering CFD di Stadion Semeru Lumajang bersama teman-teman satu kampungnya yang merupakan teman sekolahnya.

"Oi nduk, kenapa?" dia melihatku memperhatikanku yang tengah sibuk memesut kerudung ini. Aku menoleh padanya dan mencoba tersenyum tipis agar tidak seperti terlalu mengkhawatirkannya.

*Zaskia adalah tipe orang yang tidak ingin dikhawatirkan oleh orang lain.

Note: "Nduk" adalah kata sapaan yang berawal dari kata 'Gendunk' yang digunakan untuk memanggil anak perempuan*

Tapi, "Ini pak, saya kehujanan." Jawabku sejujurnya dengan singkat yang masih sibuk mengurus diri sendiri. Sementara pak Saturi tampak tak puas melihatku yang sibuk dengan diriku sendiri, memandangku dengan muka datarnya.

Aku mencoba mengawali pembicaraan padanya ... "Tadinya langit cerah sih gak hujan, lalu saya kehujanan di jalan."

"Hmm ..., benar juga. Bawa aja payung setiap hari, nduk. Nanti taruh aja di post satpam, daripada kehujanan di jalan nantinya bisa sakit." Kata pak Saturi yang menyarankannya baik-baik. Dia datang dengan membawa payung tadinya, payungnya berwarna kuning.

Sepertinya pak Saturi suka sekali warna kuning ('-')

Iya benar juga ya ..., harusnya aku bawa payung untuk cadangan saat hujan tiba (padahal ada payung lipat di rumahku).

"Iya pak, terima kasih. Besok saya bawa payung saja." Jawabku dengan sedikit lega. Kurasa sudah agak kering bajuku ini.

"Iya." Jawab pak Saturi singkat kemudian dia pergi begitu saja.

"...."

Si bapak penjaga itu sangat perhatian sekali, dia benar-benar pergi begitu saja, ya. Agak dingin juga sikapnya ....

"Eh!" dia kembali!

Kupikir dia sudah pergi jauh setelah mengobrol denganku barusan, ternyata dia kembali sambil menyodorkan segelas minuman.

"Ini." Dia memberikan segelas Aqua padaku.

"Oh, gak usah pak. Buat bapak saja." Kataku menolaknya dengan paksa. Bapak Saturi ini terlihat sedikit lebih tua dari ibuku, dia mungkin sudah lama menjadi pak penjaga di sini.

"Loh tidak apa-apa, nduk. Di dalam (di ruang TU) masih banyak. Ambilah! Aku memberimu secara gratis, biar hatimu tenang. Ini rezeki, jangan di tolak." Kata pak Saturi dengan optimisnya.

"Baik pak."

Setelah kurasa cukup kering pakaianku, aku duduk di bangku di samping pak Saturi.

Aku mengambil aqua yang ada di dekatnya kemudian meminumnya.

"Aku minum ya, pak." Aku agak sedikit tenang.

"Oh ya silakan." Pak Saturi juga mengangkat minumannya, dan kami berdua minum bersama-sama.

....

Hujan ini bisa jadi peringatan bagiku bahwa, kita harus siap siaga kapan saja untuk sebuah bencana atau kejadian alam yang datang tiba-tiba. Kita harus membekali dan melindungi diri sendiri sebelum kita kena nasib naasnya.

-To be Continued-