Chereads / SILVER TIME / Chapter 10 - Karena Hujan Bagian 1

Chapter 10 - Karena Hujan Bagian 1

Si bapak penjaga itu sangat perhatian sekali, dia benar-benar pergi begitu saja, ya. Agak dingin juga sikapnya ....

"Eh!" dia kembali!

Kupikir dia sudah pergi jauh setelah mengobrol denganku barusan, ternyata dia kembali sambil menyodorkan segelas minuman.

"Ini." Dia memberikan segelas aqua padaku.

"Oh, gak usah pak. Buat bapak saja." Kataku menolaknya dengan paksa. Bapak Saturi ini terlihat sedikit lebih tua dari ibuku, dia mungkin sudah lama menjadi pak penjaga di sini.

"Loh tidak apa-apa, nduk. Di dalam (di ruang TU) masih banyak. Ambilah! Aku memberimu secara gratis, biar hatimu tenang. Ini rezeki, jangan di tolak." Kata pak Saturi dengan optimisnya.

"Baik pak."

Setelah kurasa cukup kering pakaianku, aku duduk di bangku di samping pak Saturi.

Aku mengambil aqua yang ada di dekatnya kemudian meminumnya.

"Aku minum ya, pak." Aku agak sedikit tenang.

"Oh ya silakan." Pak Saturi juga mengangkat minumannya, dan kami berdua minum bersama-sama.

Bapak penjaga itu kemudian mengajakku tuk bicara ....

"Kamu semester berapa?" tanyanya serius.

"Saya sekarang sudah semester 2." Jawabku dengan sungguh-sungguh.

Kami benar-benar berbincang-bincang di bangku yang ada di depan post satpam sambil melihat air hujan yang turun di depan kami ....

Aroma hujan ini ....

Aroma yang khas, pikirku ....

"Waduh, masih lumayan ya." Kata pak Saturi dengan enteng.

"Eh?" Lumayan? Celetukku heran.

"Iya, di semester ini kamu masih belum memikirkan sesuatu seperti penelitian. Perjalananmu masih panjang. Kamu harus rajin kuliah, jadi jangan sampai dapat IPK di bawah 3 (Tiga)." Katanya dengan serius memandang lurus.

"Ya Alhamdulillah pak, saya rajin masuk kuliah terus dan IPK saya semester kemarin di atas 3 (Tiga)." Jawabku dengan optimis. Aku memang masih polos, aku belum pernah tahu seperti apa kuliah di semester tua nanti? Apakah pelajaran akan semakin susah? Ataukah levelnya berkali-kali lipat dari semester ini?

Hmm ... perasaan mbak Alisa masih santai-santai aja tuh.

"Baguslah kalau begitu. Menginjak semester berikutnya dan berikutnya levelnya pasti semakin sulit." Kata pak Saturi dengan raut muka serius, yang tadinya level yang dia maksud itu sama seperti pemikiranku.

Aku tak bisa berkomentar apa-apa karena memang masih belum tahu apa-apa dan aku juga kurang informasi bagaimana kuliah itu. Sejauh yang aku dengar sih dari beberapa kenalan kakak kelas, yang namanya tugas akhir yang dinamakan skripsi itu sangat mengerikan, Hmm ..., begitu ya ... "Iya pak." Jawabku singkat karena perjalananku benar-benar masih panjang ….

Setelah dirasa cukup lama bercerita dan bapak Saturi memiliki banyak pengetahuannya soal perkuliahan, karena dulunya istrinya juga seorang mahasiswa alumni kampus ini.

Pantesan sih pak Saturi tahu banyak, sedangkan dulu pak Saturi kenal istrinya saat pak Saturi pertama kali ngelamar kerja di sini.

Aku ingin tahu, apa melamar kerja dulunya sama seperti melamar kerja di zaman sekarang?

Begitu aku ingin bertanya ... pak Saturi bilang kalau beliau dipanggil kemari oleh pak pengurus cabang PGRI dan dipercaya untuk menjaga kampus ini.

Tampaknya menjaga kampus itu bukan pekerjaan yang mudah, beliau menjaga siang malam dan juga membersihkan seluruh kampus ini.

Kemudian datang beberapa pak satpam, 2 pak satpam yang datang bekerja di sini.

Pak satpam yang satunya menjaga pos dan pak satpam satunya menjaga sepeda motor.

Ternyata ada lagi teman pak Saturi yang menjadi tukang beres-beres (bersih-bersih kampus) namanya pak Misnadi.

Tampaknya mereka pegawai baru, sedangkan pak Saturi adalah pegawai senior di sini ... dan mereka tidak begitu ramah.

....

Pak Saturi melanjutkan pembicaraannya dengan saling bertanya padaku.

"Rumahmu di mana? Kok jalan kaki?" tanyanya lagi.

"Di Gombleh, pak." Jawabku singkat.

"Gombleh!? Eh! Rumahku dulunya juga di sana." Kata pak Saturi yang agak terkejut saat mendengarnya.

"Eh, iyakah!?" seruku bertanya ... aku juga sedikit tidak percaya kalau dia orang Gombleh juga.

"Iya ...." Jawabnya singkat dengan raut muka serius.

Ternyata kami satu kampung ....

"Sekarang rumahku di Pisang Gajih sebelah selatan sendiri menghadap Utara (Ya, memang rumah aslinya di situ). Tapi, aku juga biasa pulang ke Gombleh ketika menggarap sawah." Jelasnya tanpa aku memberikan pertanyaan.

EEEEEEEEEEEEEEH!!!

Tak kusangka dia masih orang Gombleh. Aku pikir, kemungkinan dia kenal dengan ayahku juga.

[Sekilas info dari penulis: Faktanya di kampus ada penjaga kampus namanya pak Saturi dan sudah menjadi penjanga kampus, kurang lebih 20 tahun. Beliau masih punya ikatan persaudaraan dengan penulis. Yang kepo japri aja. Tapi, pak Saturi yang ditulis di novel tidak ada hubungannya dengan pak Saturi di dunia nyata]

Lanjut!!

****

Pak Saturi ternyata juga kerabat dekat Ayah, bahkan sawahnya berdekatan dengan sawah milik Ayahku.

Ketika dirasa cukup lama dan jam kuliah sudah hampir mulai, aku pamit padanya. "Ya sudah pak, aku ke kelas dulu." Aku bilang baik-baik sambil tersenyum lembut padanya.

"Iya, lain kali sedia payung sebelum hujan." Pak Saturi menyarankannya lagi agar aku tidak lupa.

"Iya, pak." Jawabku singkat dan berjalan menjauhinya.

....

HAAATCHU!! Eh, kenapa aku mulai pilek ketika berjalan menuju ruang kelas H.

Aku segera mengusap ingusku dengan tisu yang aku bawa di tas bagian depan. "Ah, semoga saja aku sehat terus." Pikirku, sambal melanjutkan langkahku dengan badan yang agak kedinginan bagaimana gitu karena sudah terkena air hujan.

Tidak lupa setelah hujan reda, di jam istirahat, aku membeli map cokelat buat mengemas surat lamaranku besok.

....

Lalu, keesokan harinya ....

Hari cerah, namun aku pergi kuliah dengan membawa payung.

Aku tidak ingin kehujanan lagi!!

Entah kenapa aku seperti agak malas untuk berangkat ke sekolah. Lalu seharian ini aku rasa agak capek saat beraktivitas.

Aku berangkat dengan tidak lupa mengecup punggung tangan Ayah dan ibuku.

Hari ini ada 2 jam mata kuliah, materinya cukup berat.

Aku mulai berjalan dari rumah, menyeberang jalan, dan masuk pintu gerbang.

Tak lain di depan ruangan itu ada Lidya yang menungguku seperti biasa ....

Aku menyapanya.

"Beb, hari ini ada yang aneh denganmu?" katanya dengan membelalakkan matanya khawatir padaku. Duh~ aneh apalagi nih? pikirku

"Eh? Ada apa denganku?" aku heran, tapi seperti yang kurasakan aku sedikit pusing. Kemudian aku duduk di bangku dekatnya.

Mungkin hari ini aku benar-benar terlihat lesu, jangan-jangan aku demam karena kehujanan kemarin ...? padahal cuma sebentar doang, efeknya cukup besar.

Semoga ini hanya pusing biasa ... aku kan juga haid, jadi mungkin ini hanya anemia ringan saja~

….

[Damagenya itu loh bisa bikin sakit, jadi jangan remehkan air hujan]

Saat jam 4 pas, kali ini bu Tri yang mengajar mata kuliahnya ....

Aku tidak begitu bisa berkonsentrasi, aku cemas ... ada apa denganku hari ini? Aku juga merasakan keanehan di tubuhku sendiri ....

Perlahan aku sentuh lengan tanganku sedikit panas. Aku mulai tertunduk murung saat aku menyimak pelajaran trigonometri itu, konsentrasiku mulai sedikir buyar ....

Tengah itu, bu Tri menjelaskan rumus-rumus trigonometri kemudian memberikan soal latihan di papan tulis. Kebetulan hari itu aku ditunjuk untuk maju ke depan mengerjakan soal latihan.

'Aduh gimana ya?' kok rasanya mau melangkah ke papan tulis saja aku merasa berat, saat duduk hendak berdiri dan melangkahkan kedua kaki ini ....

Kepalaku serasa pecah memikirkan jawabannya! Jarang sekali aku seperti ini.

Aku sangat-sangat tidak berkonsentrasi, tapi aku berjalan dengan segenap langkah kakiku.

Semua teman-temanku yang ditunjuk bu Tri sudah maju mengerjakannya. Kemudian segera kembali ke tempat duduk mereka. Tinggal aku saja, nomor terakhir.

Baiklah! Aku harus maju.

Tubuhku terasa berat, aku merah spidol di atas meja dekat tangan bu Tri, rasanya sudah tidak sampai. Tapi, aku berhasil meraihnya.

Semakin lama pandanganku mulai menciut dan tiba-tiba dunia menjadi gelap.

Lalu, BRUUUK!!

Aku terjatuh cukup keras ... AKU PINGSAN!!

Ternyata, aku pingsan tepat di depan Raka.

Raka telah melihat aku yang pingsan dengan sikap memalukannya di depannya, dia terkejut dengan sedikit membelalakkan matanya dan membuka mulutnya lalu meraih tubuhku.

Ini pasti, karena hujan kemarin ....

________

Bagaimana kelanjutan kisahnya? Dan apa yang terjadi saat Zaskia terbangun nanti? Apakah Raka akan melakukan sesuatu untuk membantunya, untuk menyadarkannya?

To be Continued.