Chereads / SILVER TIME / Chapter 14 - Aku Baru Sadar, Kalau Aku Cantik

Chapter 14 - Aku Baru Sadar, Kalau Aku Cantik

"Hm, sou da ne, Maru de Hime sama desu, aitsu wa Zaskia-hime desuka. Aah~ tottemo kawaii ne~" itu katanya. Aku bertanya pada Lidya, artinya apaan? ('-' )

"Hihihi~" Lidya tertawa kecil padaku, kemudian dia mengakhiri panggilan videonya.

"Beb? Tadi yang kata Hiro di akhir ... apa? Kok ada namaku juga?" tanyaku dengan begitu polosnya dan jujur saja aku memang tidak mengerti.

Lidya tidak segera menjawab dia hanya senyum-senyum di depanku sementara aku memaksa dengan muka memelas.

"Bebeb ...." Aku memanggilnya tanpa meneruskan perkataanku ....

"Ahaha~" goda Lidya padaku sambil merapatkan pipiku hingga mulutku menjadi monyong. Kemudian dengan sikap gemasnya itu, sejenak dia melepaskan tangannya dari pipiku.

Dia menghela napas dan bilang maksud kata-kata Hiro tadi.

"Dia bilang, kamu itu cantik." Kata Lidya yang hanya bilang intinya saja.

"O-oh." Aku hanya meresponsnya singkat, aku tidak begitu yakin kalau aku ini cantik di depan tunangan temanku sendiri, meski itu sekilas cuma lewat panggilan video saja.

Akh~ aku menjadi sangat malu~

....

Beberapa menit kemudian Aya, mbak Sarah dan Hana datang, kami berlima segera ke ruang kelas berikutnya karena sebentar lagi pelajaran dimulai.

Dosen yang mengajar kami ganteng, dia dosen baru yang dibicarakan teman-teman. Wah~ ternyata ... benar-benar ganteng, aku waktu itu duduk di depan sendiri melihatnya cukup dekat.

Aku heran, kenapa banyak orang ganteng di dekatku tapi tidak ada satu pun dari mereka yang mampu menarik hatiku. Apa selamanya aku akan terus seperti ini?

Oh ya, aku belum sempat berterima kasih pada Raka di rumah sakit saat itu, aku harus mengatakannya!

Sepulang kuliah, waktu menunjukkan jam 8 malam. Aku menunggu kampus sedikit sepi, aku hanya takut ada bahan gosipan kalau aku bilang terima kasih pada Raka jika di lihat banyak orang.

Lidya, Aya, Hana, mbak Sarah, aku pastikan mereka sudah pulang.

Eh, mbak Sarah ternyata masih menunggu suaminya di pos satpam. Tapi, letaknya itu masih jauh dari parkiran sepeda motor, jadi tidak akan ketahuan.

Raka masih ada di sana, ternyata dia wifian di musholla.

Raka yang seperti itu tidak biasa, rupanya selesai sholat isya' dia masih menatap layar ponsel di sana. Aku dekati dia ....

Dia terlihat serius, sepertinya dia sedang menonton film di Youtube.

Aku berdiri tepat di depannya, dan aku memanggil namanya, "Ra-ka ...!" kenapa aku malah gugup tapi, dia sepertinya terlalu serius sehingga dia tidak mendongak ke arahku.

"Raka ...!" aku panggil lagi dengan memasang sedikit senyuman.

Tiba-tiba, entah kenapa dia terbelalak tajam menatapku.

"Eh?" celetukku keheranan.

Raka kemudian memasukkan ponselnya pada saku jaket yang dia kenakan, di sebelah kiri. Dengan sikap cool-nya yang masih sibuk sendiri menundukkan kepala itu, dia berkata ... "Ada apa?"

Sikap Raka tidak seperti biasanya ....

Apa dia orang yang berbeda?

Aku merasa hanya hari ini dia tampak beda, aku tidak mau berpikir buruk karena dia juga sudah menemaniku hingga sadar waktu itu.

"Aku ... hanya ingin bilang terima kasih atas waktu itu." Kataku dengan malu-malu sambil memalingkan pandangan darinya. Sementara sekarang dia menatapku lekat-lekat dengan ekspresi datarnya.

"O-oh ya, sama-sama." Hanya itu saja yang Raka bilang untuk menjawabnya.

Kenapa malah jadi canggung di antara kami berdua?

"...."

Raka tampaknya berpikir keras dengan menopang dagu dengan salah satu tangannya, dia kemudian bergumam ....

"Waktu itu?" mukanya serasa tidak meyakinkan.

"Iya, waktu itu di rumah sakit ... kamu telah menjagaku." Kataku dengan malu-malu.

Wajah kami berdua bertatapan kemudian Raka memalingkan pandangannya lagi. Dia yang tadinya duduk di Musholla segera berdiri dan dengan sikap sedikit cool-nya dia bilang, "Baiklah aku mengerti, aku pulang dulu." Kata Raka dengan senyum tipis dan mengangkat tangannya dengan lembut untuk berpamitan.

"Oh iya, hati-hati." Aku hanya bisa menyambutnya seperti itu.

Aneh! Itu yang aku rasakan.

"Aneh!" celetukku, sambil melihat pundaknya, yang berjalan semakin menjauh.

Raka ....

****

Beberapa menit kemudian ketika aku berjalan untuk pulang, ponselku berbunyi.

Itu pesan masuk dari Ivy, dia menjawabnya!

"Aku tidak apa-apa." Itu jawabannya, kenapa terasa tidak meyakinkan?

****

Mbak Sarah ternyata belum pulang, hari ini dia dikabari kalau suaminya ada lemburan jadi pulangnya agak telat.

Aku merasa kasihan pada mbak Sarah yang menunggu sendirian di pos satpam itu, biasanya ada pak Saturi, pak penjaga gerbang yang selalu menemani mahasiswa yang belum pulang. Tapi, kali ini pak Saturi tidak ada sama sekali.

....

Akhirnya, aku mencoba menemani mbak Sarah.

Mbak Sarah khawatir padaku, dia bilang tidak baik seorang gadis nanti pulang ke rumah malam-malam.

Aku menggeleng dan bilang "Tidak apa-apa."

Aku bilang, rumahku dekat dan di sekitaran sini juga masih rame, jadi tidak perlu khawatir padaku.

Mbak Sarah tersenyum lembut, dia bilang ... "Selain kamu cantik, kamu juga baik, seperti imej yang kugambarkan."

"Fufufu~" dengan sedikit tawa kecil saat mengatakannya.

"Cantik? Imej?" aku tidak tahu, mengapa banyak orang yang bilang cantik padaku. Apakah aku benar-benar secantik yang mereka bayangkan?

Mbak Sarah bilang, "Biasanya orang cantik itu hanya cover-nya doang dan dia tidak sebaik pada kebanyakan orang lainnya. Kadang orang cantik pilih-pilih orang namun tidak dengan dirimu."

Aku menjadi malu, aku terus mengatakan kalau mbak Sarah sebenarnya lebih cantik dariku.

Aku juga bukan orang baik, terkadang aku juga egois. Namun, karena mbak Sarah itu temanku ... tidak enak rasanya membiarkannya sendirian hingga kampus terasa lebih sepi dari sekarang.

Mbak Sarah menceritakan banyak kisah cintanya hari ini, membuatku begitu termotivasi. Tapi, akhirnya aku jujur ... kalau aku belum pernah merasakan pengalaman cinta dengan siapa pun.

Soal anak laki-laki di kelas yang tempo hari menembakku juga, dengan gugupnya dan tidak tidak punya kesiapan hati, aku tidak bisa menerimanya.

"Hmm, jadi kamu belum pernah sama sekali pacaran?" tanya Mbak Sarah dengan rasa tidak percaya.

"Benar! Aku tidak pernah merasakan itu." Jelasku lagi.

"Eh~ padahal kalau dilihat-lihat, kamu ini cantik pasti banyak incaran laki-laki." Kata mbak Sarah dengan optimisnya.

"Mbak Sarah, banyak yang bilang kalau aku ini cantik. Memangnya aku secantik apa sih?" tanyaku dengan sangat penasaran.

"Cantikmu natural," jawabnya singkat kemudian sang suami datang menjemputnya.

"Eh, aku pulang dulu ya!" seru mbak Sarah sambil memasang helm di kepalanya.

Sementara aku masih memasang muka datar yang masih tidak yakin dengan bagaimana aku cantik di depan orang. Namun, aku bersyukur punya wajah cantik ini, itu adalah anugerah dari Allah.

Mbak sarah melambaikan tangannya padaku saat pulang, berharap besok akan jumpa lagi, dia kemudian menaiki sepeda motor dan bonceng sambil memeluk suaminya.

Aku juga melambaikan tangan pelang padanya dan tersenyum tipis sambil melangkah pelan ke luar gerbang kampus.

Suasana malam semakin sepi di jalan kampus, hingga tembus jalan raya ....

Saat itu, sebelum mbak Sarah pulang dia berkata, "Semoga orang secantik dirimu bertemu orang yang tepat."

Maksud perkataannya itu ....

Siapa ya, orang yang tepat untukku?