Di hari Senin, cuaca cerah seperti biasa ....
Aku berangkah kuliah dengan membawa tapai yang tampaknya sudah matang.
Aku berjalan seperti biasa, dan tidak lupa membawa makalah yang telah aku kerjakan.
Sudah! Aku mengerjakan sendiri saja, aku memang egois tapi, aku tidak bisa mempercayai teman-temanku yang memperlakukanku seperti gangguan itu.
Walau namaku masih ditulis di makalah dalam kelompok tapi, aku tidak lega kalau aku tidak ikut membuatnya. Itu sama saja seperti titip nama saja.
Aku memberanikan diri maju dan memberikan makalah milikku dan tapaiku sendiri pada sang dosen pengajar mata kuliah biologi umum ini.
Meski dia memandangiku tidak percaya ... aku tidak peduli, aku hanya ingin kerja kerasku juga diakui.
Sang dosen kemudian berbicar empat mata padaku, beliau bilang seharusnya kalau ini tugasnya kelompokan tidak boleh dikerjakan sendiri. Tapi, aku sudah menjelaskan berdasarkan kenyataannya seperti apa ....
Kuharap itu dipertimbangkan!
****
Aku berharap, aku tidak berkelompok bersama orang seperti itu lagi ....
Tak apa, walaupun aku dipandang seperti orang egois, tak apa!!
Selama aku masih bisa melakukannya sendiri, aku bukan orang yang dapat diremehkan begitu saja.
Terlebih lagi, aku tidak suka dengan perlakuan seseorang yang berujung dengan kebohongan.
Karena rasa itu pasti menyakitkan apabila orang lain menerimanya.
....
Hari demi hari, pekerjaanku lancar seperti biasa. Toko-nya selalu laris dan sebisa mungkin aku tidak mengalami kesalahan saat menghitung uang di kasir ini.
Menjadi seorang kasir ternyata dibutuhkan ketelitian yang tinggi dan dibutuhkan senyum yang ramah saat melayani pelanggan.
Lalu, suatu hari ada pelanggan komplain yang salah harga padaku ....
Posisiku waktu itu tidak tahu tentang rektur ini.
Dilihat dari waktu, hari, dan tanggalnya ....
Sepertinya, itu saat aku tidak masuk bekerja.
Ya! Saat aku izin tidak masuk bekerja, seseorang menggantikan pekerjaanku ini.
Tapi, bagaimana bisa dia salah menulis rekturnya dan memberi kembalian pada orang ini? Sedangkan orang ini juga sudah tahu salah kenapa kembalinya tidak waktu itu saja?
Lalu, dari apa yang dia ceritakan ... yang belanja di sini bukan dirinya melainkan pembantunya. Tapi, untuk harga di rektur penjualannya saja jelas salah, dan pengembalian yang diterima juga salah ... apa yang dikatakan oleh orang itu benar juga.
Kesalahan yang diperbuat ini, bukan dari harga yang dicantumkan tapi, dari harga yang ditulis.
Aku mengecek kembali barang yang dibeli dan mencocokkan harga aslinya ....
Seorang pelanggan tetap pasti tahu itu salah!!
Seorang pelanggan tetap itu menyalahkanku, dan dia menanyakanku ... apa aku masih baru di sini?
Saat itu ... satu hari itu, di depan senior dan bosku yang kebetulan ada juga, aku dipermalukan.
Padahal ini bukan salahku!
Aku terpaksa merendah karena aku adalah orang baru di sini, hari itu ... siapa ya orang yang menggantikanku?
Dilihat dari cara senior menatapku ... mereka tampak tidak suka dengan keberadaanku.
Apa aku terlalu angkuh di sini? Padahal aku mengerjakan pekerjaanku sesuai dengan tugasku.
Apa mungkin aku telah dijebak?
Tapi, aku tidak boleh bepikir aneh tentang mereka ... bisa saja memang ini tidak sengaja. Tapi, mengapa ... para senior tidak mengakuinya? Siapa yang salah menulis rektur harga waktu itu?
"...."
Saat aku pulang, aku menceritakan pada ibuku.
Aku bersikeras menjelaskan kalau aku tidak bersalah tapi, aneh ... hanya karena aku karyawan baru ... aku yang disalahkan karena belum tahu apa-apa.
Ibuku bilang, "Ya! Memang seperti itulah bekerja ...."
Aku memang egois tapi, aku tidak bisa menerima perlakuan seperti itu.
Hari demi hari toko lancar seperti biasa hingga aku akhirnya bisa bekerja satu bulan penuh.
Bosku sendiri memujiku karena pekerjaanku sangat cekatan. Tapi, pujian itu tidak melegakan bagiku, aku merasakannya ... seperti tatapan kecemburuan atau bisa dibilang sikap irinya padaku ....
Tatapan itu hanya tertuju padaku.
Walaupun sang senior baik padaku, aku masih tidak bisa mempercayai mereka sepenuhnya ... apalagi perlakuan mereka yang sengaja dibuat-buat itu.
Jadi, itulah mengapa aku sulit percaya pada orang lain karena perlakuan mereka yang seperti ini.
....
Beberapa hari kemudian, Lidya bercerita padaku kalau dirinya sekarang sudah bekerja. Dia bekerja di toko obat di daerahnya dan baru seminggu ada di sana. Kerjanya juga paruh waktu, dia tampak ceria saat menceritakan pekerjaannya padaku yah~ sedangkan aku sendiri merasakan bekerja tidak semenarik dirinya.
Tapi, aku hanya menceritakan sisi bagusnya pekerjaanku saja ....
Bukan maksud aku berbohong dan membohongi teman terbaikku ini tapi, kenyataan kalau mereka buruk ... sama seperti aku adu domba pada keduanya.
Rekan kuliah dan rekan kerja adalah orang yang berbeda ....
....
Di hari itu, mbak Sarah yang dikabarkan hamil mengambil cuti kuliah. Cuti selama 6 bulan, aslinya sih ingin cuti 2 bulan saja tetapi ... di sini hanya bisa memperbolehkan cuti melahirkan 6-12 bulan.
Mbak Sarah bilang, suatu saat dia pasti kembali dan melanjutkan kuliahnya.
Memang berat ternyata kalau kuliah sambil mengurus anak.
Saat mbak Sarah cuti, Aya menangis di dekapannya.
Bagi Aya, mbak Sarah seperti kakaknya sendiri.
Mbak Sarah berpesan pada Ivy, Hana, Aku, dan Lidya untuk terus selalu berteman dengan Aya.
Aya memang tipe anak yang pemalu, pendiam, dan manja.
....
Mbak Sarah juga bilang, kalau suatu saat ini anak yang dikandungnya ini telah dilahirkan, dia akan mengundang teman-teman satu kelasnya ke rumahnya.
Tapi, rumahnya yang ada di Lumajang bukanlah rumah mbak Sarah sebenarnya melainkan rumahnya mertuanya (rumah orang tua dari suaminya).
Dengan senyum ramahnya dia melambaikan tangan layaknya salam perpisahan pada kami, padahal kami bisa saja bertemu kembali ... namun, kini dia berjuang di jalan yang berbeda dengan kami.
Kenapa saat Aya menangis, aku jadi ingin ikut menangis juga ...?
Aku merasa seperti salah satu teman terbaikku di sekolah ini pergi meninggalkanku, dan aku berpikir kembali bagaimana jika orang-orang baik di dekatku meninggalkanku?
Perasaan ini seperti ... diriku tidak ingin menjadi kesepian ....
****
Hari-hari kuliah tanpa mbak Sarah agak sedikit berbeda, karena biasanya dia yang aktif sendiri saat kita nongkrong, dia juga sering menceritakan banyak hal yang menarik terutama yang sering dia ceritakan adalah tentang membuat masakan.
*Yah~ biasa lah ibu-ibu suka masak.
Kini seperti agak sepi saja begitu kita duduk di warung Kongkow berlima.
Kami hanya membahas perkuliahan seperti biasa ....
Lalu, begitu aku meletakkan ponselku di dekatku dan tak sengaja buka WA, aku segera membalas chattingan yang masuk (mumpung ada WiFi-nya).
Tapi, begitu Lidya di dekatku dan tak sengaja melihat aku yang menggeser chattingan WA ke status. Sekilas dia melihat.
"Loh, beb!" celetuk Lidya dengan wajah heran.
Lalu Aya dan Hana melihatnya, aku segera meredupkan layar ponselku.
"E-eh, kenapa?" tanyaku.
Kenapa rasanya mukanya serem, gitu.
"Kamu ... menyimpan kontaknya dia?" tanya Lidya berbisik.
"Siapa?" tanyaku heran, siapa yang dimaksud.
"Itu ...."
________
Siapa hayo?
To be Continued