Chereads / SILVER TIME / Chapter 27 - Momen Bersama Raka

Chapter 27 - Momen Bersama Raka

Raka bilang ... perlahan dirinya menyukaiku.

Aku terkejut dalam hati, aku seketika berhenti tuk bicara dan wajahku memerah karena tersipu malu. Aku menjadi salah tingkah dan canggung untuk menatap Raka malah aku segera memalingkan pandangan, mencairkan suasana hatiku dengan melanjutkan makan Salad.

Raka juga terdiam namun, ia masih memandangiku yang tengah makan salad ini.

Kemudian Raka tertunduk dan melanjutkan makan lalapannya.

Raka terhenti sejenak, meminum jus jeruknya dan bilang padaku. "Soal yang tadi ...." Ketika Raka menyinggung hal itu wajahku makin memerah padam, "Itu karena aku tidak terbiasa dekat dengan cewek. Kamu tahu kan kalau sikap mereka dibuat-buat? Aku tidak suka yang seperti itu?"

"...." Aku hanya mengangguk menyimak omongannya.

"Ternyata mencari cewek yang murni itu sulit ya ...." gumamnya sambil melanjutkan makannya lagi.

"Kalau begitu bagaimana dengan Lidya?" aku sengaja menyebut dia berharap bisa mengganti topik pembicaraan yang membuatku salah tingkat ini.

Raka menyukaiku bukan karena cinta, mungkin sebatas ingin berteman dekat dengan cewek yang sifatnya apa adanya seperti 'aku.' Eh? Beneran aku kan!?

....

"Ah, kalau dia sepertinya biasa. Lidya terlihat seperti orang asing bagiku, kemungkinan dia sudah punya orang kesayangan." Kata Raka yang mengatakannya dengan ekspresi yang masih meraba-raba.

"Oooh." Tebakannya benar juga sih, Lidya sudah punya Hiro.

"Bukannya kalian berdua dekat?" Tanya Raka dengan serius.

"Ya begitulah." Jawabku singkat mengakui kalau aku dan Lidya dekat, jauh lebih dekat ketimbang orang lain.

"Tadi, asing maksudku bagaimana ya, hmm ... seperti dia tidak boleh disentuh orang lain-"

Raka hendak menjelaskan maksud perkataannya yang dirasa aneh saat diucapkan tapi, aku sudah paham dengan perkataannya dan aku segera memotongnya.

*Pikir Zaskia biar Raka tidak salah paham, sih.

"Ya, dia sudah punya tunangan sih." Ucapku dengan santai.

"Eh? Beneran?" Raka terlihat sedikit terkejut.

"Iya." Jawabku singkat sambil melihat penuh Raka yang masih memasang muka terkejut.

"O-oh, padahal aku hanya menebak-nebak saja." Kata Raka yang sedikit tertunduk malu sambil memikirikannya dengan ekspresi agak tidak percaya.

Aku tersenyum tipis pada Raka, "Mungkin semua tebakanmu benar." Kataku, pikirku juga termasuk aku yang kamu sukai.

"Ehehehe." Kami tertawa kecil di pondok di warung kongkow ini.

Ya, hanya kami berdua yang tertawa membicarakan si dia ....

Apakah perasaan kami berdua sebenarnya bisa tersampaikan?

****

Ketika Raka sudah selesai makan, kami mulai menganalisis data bersama.

Aku yang tadinya duduk di depan Raka, sekarang Raka memintaku untuk duduk di sampingnya.

Aaaaaah ... ternyata cukup melelahkan juga metodologi penelitian ini.

Kami berdua mulai jenuh.

Kemudian terdengar adzan maghrib.

"Kita lanjut besok aja ya." Kata Raka yang sudah mentok aja sampai situ analisisnya.

Aku yang masih bersemangat mengetik tak menghiraukan perkataan Raka, padahal aku mendengarnya.

"Zaskia, kamu tidak pulang?" untuk pertama kalinya Raka memanggilku.

"Eh, ah ... iya." Jika pulang, kami tidak bisa bersama lagi. "Akh! Padahal bagiku sudah berhasil mendekati Raka!!" pikirku.

"Ayo, kita pulang." Ajak Raka, sebelum pulang kami membayar terlebih dahulu.

[Dikasir]

"Berapa semuanya, mbak?" Tanya Raka pada mbak-mbak kasir.

"Semuanya ...." mbaknya hendak mengatakannya, apa itu termasuk salad buahku juga???

"Loh, kok ini-" ketika aku hendak mengeluarkan uang dari dompetku, dan menyodorkannya ke Raka, dia segera menahan tanganku yang menggenggam uangnya.

"Akh, tidak usah! Biar aku bayari." Raka mengatakannya dengan serius, dan menolak pelan uang itu, kemudian aku memasukkannya lagi ke dompetku.

"Te-terima ka-sih." Jawabku dengan gugupnya.

****

Aku pulang jalan kaki, kebetulan Raka membawa motor tapi, aku tidak meminta Raka untuk memboncengku. Kami berpamitan di depan Kongkow dan ....

"Tunggu!" kata Raka menyapaku, padahal aku tahu Raka menyapaku tapi aku teruskan melangkah saja ... pura-pura tidak tahu saat disapanya.

"Kamu jalan kaki?" hadang Raka di depanku dengan motornya, "Naiklah, aku akan mengantarmu." Ajak Raka tiba-tiba.

"Eh, tidak usah repot-repot." Aku sangat sungkan. "Terima kasih, sudah." Aku berusaha untuk tidak merepotkannya, tapi ....

"Ayo!" Raka memaksaku, "Bukan maksud khusus aku mengantarkanmu. Tapi, ini sudah maghrib tak baik perempuan jalan sendirian di jalanan yang sepi." Jelas Raka yang tampaknya mengkhawatirkan aku, anak perempuan yang baru-baru ini bersamanya.

Tak hanya tampan atau baik rupanya saja, sikapnya juga ... dia cukup perhatian. Tak heran banyak gadis yang menyukainya.

"I-iya juga sih. Baiklah." Aku akhirnya naik ke boncengan motor Raka.

[Penulis: Ya kalau habis Maghrib pas weekend gak ada perkuliahan, jalan dekat kampus memang sepi]

....

"Rumahmu di mana?" tanya Raka memastikan saat dia memboncengku lalu berniat menyeberang jalan.

"Di situ ..., nanti masuk gang durian lurus terus belok dikit." Jelasku sambil menujukkan arahnya dengan tangan telunjukku.

"Ok." Jawab Raka dengan singkat.

Kami sampai rumah dengan cepat.

....

Aku segera turun dari motornya Raka, "Makasih ya ka." Ucapku sambil tersenyum tipis.

"Iya, Zaskia." Raka membuka helmnya di depan Rumahku karena tiba-tiba ada ibuku menghampiri kami, "Oh ya sudah aku pamit dulu."

"Loh nak, gak mampir dulu?" kata ibuku yang ingin menyambutnya lebih lama, "Ayo masuk." Tawar ibuku dengan ramahnya.

"Ah tidak usah buk, kapan-kapan saja." Kata Raka dengan lugunya. "Dah." Raka memakai helmnya kembali dan segera tancap gas untuk pulang.

"Hati-hati, ka." Ucapku pelan menaruh perhatian pada Raka sambil memasang senyum tipis.

"Yo." Jawab Raka dengan dinginnya dan memasang senyum tipis juga.

****

Raka pulang ke rumahnya ... (Oh iya, aku belum tahu di mana rumah Raka).

Beberapa saat kemudian, "Nduk siapa laki-laki itu?" tanya ibu dengan penasaran sesaat setelah Raka pulang.

"Oh itu Raka bu, teman satu kelompokku." Jawabku yang hendak menjelaskannya pada ibu.

"Hmm ..., masa' cuma teman?" ucap ibu dengan genitnya menggodaku.

"Ih, ibu apaan sih. Iya kami cuka teman." Jawabku dengan agak kesal.

Tatap ibu padaku dengan senyum genitnya ....

"Sudahlah bu, aku masuk kamar dulu." Aku aslinya malu kalau menjelaskan kita ini teman namun baru-baru ini dekat, malah lebih dekat ketika berkelompok dengannya.

Begitu di kamar dan aku berbaring sambil membuka WA-nya yang masih memasang foto profil ganteng.

Kyaaaaaaa!! Padahal aku bahagia banget bisa dekat dengannya apalagi boncengan bisa menyentuhnya walau cuma bajunya doang.

Kenapa aku jadi sesenang ini bisa dekat dengannya padahal awalnya aku hanya biasa saja.

Tapi, perasaan ini ... perasaan senang ini tampaknya bukan perasaan cinta.

Aku senang jika aku satu-satunya cewek yang dekat dan mengenalnya lebih meski baru sedikit saja mengetahuinya. Karena dia ...

Sulit di dekati oleh cewek lain.

Itulah yang aku suka dari hari ini bersamanya.

Momen bersama Raka menjadikan kebahagiaan hidupku tersendiri.

Aku menjadi tidak sabar menanti kuliah di hari esok ….

'Apa ini yang dinamakan cinta?'

'Raka ....'

****