"Itu beb ...."
"Apa?" aku terus mengelak heran apa yang dikatakan Lidya yang ekspresinya sambil menunjuk ke layar ponselku.
"Raka ...."
DEG!!
Mendengar dia menyebut namanya ... mukaku langsung tersipu merah karena malu.
Akhirnya aku berkata terus terang kalau aku menyimpan nomor Raka saat aku membuat tapai waktu itu.
"Loh, kamu buat sendiri, beb?" tanya Lidya heran. "Bukannya itu tugas kelompok, ya?" tanya Lidya lagi.
"Iya, tapi ...." Aku hendak menjelaskannya pada semuanya namun takut ini sama seperti menyebar aib orang lain. Aya, Ivy, Hana, dan Lidya menyimaknya dengan sungguh-sungguh.
'Hah~' aku menghela napas lelahku, aku memejamkan mata berusaha meredam emosiku dari kejadian itu, aku juga sudah sadar kalau aku egois ... tapi, setidaknya ini bisa dibuat peringatan agar mereka agak berhati-hati ketika berkelompok dengan orang itu nantinya.
"Iya itu tugas kelompok tapi, aku tidak ikut mengerjakannya waktu itu." Jelasku dengan sungguh-sungguh. Lalu, beberapa menit kemudian pesanan kami datang diantarkan oleh kedua pelayan wanita di Warung Kongkow.
"Kok bisa?" tanya Hana yang ingin memperjelasnya.
"Ada apa, beb. Emang ada masalah?" tanya Lidya yang ingin mengulasnya.
"Tapi, kamu menyimpan nomor Raka." Kata Ivy yang tahu aku menyimpan nomornya karena mendengar celetukan Lidya barusan.
Akhirnya kubuka WA – chattinganku bersama Raka untuk pertama kalinya, dan kuperlihatkan pada mereka semua.
"Aku hanya meminta format makalahnya saja padanya." Aku mengatakannya dengan jujur.
Lalu aku bukakan chattingan WA kelompok biologi waktu itu ....
"Ini ... bacalah ...."
Mereka membacanya dengan saksama.
"Aneh!" celetuk Aya dengan muka datarnya.
"Iya," aku juga merasa sama seperti yang Aya katakan.
"Jadi gegara ini ...?" Hana bertanya dengan ekspresi tidak percaya.
"Ya, waktu itu ... mereka semua sepakat mengerjakan tugas kelompok di hari Kamis." Aku berusaha menjelaskannya.
"Lalu apa yang menyebabkan gagal kerja kelompok?" sepertinya Hana paham dan minta kejelasan.
"Aku kerja." Jawabku singkat.
"Oh~ udah kerja, toh." Celetuk Ivy dengan santainya.
"Iya, dan aku sudah izin tidak bekerja di hari Kamis. Karena katanya kerja kelompok di hari itu, dengan waktu dan tempat yang telah ditentukan. Nah, pas waktu itu aku mau berangkat ... aku sudah siap-siap eh, ketuanya malah nge-chat gak jadi sekarang karena kerja, besok saja! Ya, kan bagaimana? Aku juga kerja ... aku juga punya kesibukan ... harusnya kalau janji sekarang atau hari ini ya, hari ini." Jelasku dengan nada agak kesal.
"Benar juga, aku sendiri sebenarnya juga punya kegiatan tersendiri walau bagiku gak harus dijelaskan pada mereka. Tapi, yang namanya sudah janji harus ditepati." Aya serasa tidak terima juga dengan perlakuan mereka.
"Nah benar seperti yang Aya katakan, lalu pas esok harinya, sore harinya ke kampus ... aku tanya pada mereka dan keputusan ketuanya ... enaknya mengerjakan kapan? Tapi, waktu aku tanyakan ... mereka sudah membuatnya dan yang tidak datang di hari itu cuma aku." Jelasku kembali dengan muka kesal.
"Kok gitu sih, beb, mereka ini ... gak ada rasa menghargainya ...." Lidya berpendapat dengan muka agak sengit.
"Entahlah, beb, aku sendiri juga bingung kenapa aku diperlakukan seperti itu. Kalau aku tidak kerja kelompok ... aku gak punya foto di dokumen yang harus dilampirkan dong." Jelasku dengan muka dan nada kesal yang masih ngotot.
"Makanya itu, aku bikin sendiri terus minta format laporannya ke Raka ...."
Akhirnya terbongkar sudah :"(
"Tapi, sudah mengumpulkan, kan?" tanya Ivy memastikan.
"Iya, sudah ... waktu itu ...." Jawabku dengan serius.
"Yah~ walaupun di makalah mereka namaku dicantumkan tapi, aku tidak ingin dianggap aku tidak bekerja dalam suatu kelompok. Dosen itu teliti, jadi kalau aku tidak ada dibukti dokumentasi maka aku nitip nama doang~"
"Ah~ bener juga ... padahal aku deket dengan salah satu dari mereka, aku jadi malas deh." Kata Hana dengan nada malasnya.
"Yah~ aku tidak tahu lagi ... mungkin saja mereka hanya tidak terlalu akrab padaku." Aku hanya berkata berdasarkan pertimbanganku saja dan tidak ingin menjelek-jelekkan mereka.
"Aku akan hati-hati dengan mereka!" Aya mengatakannya dengan sangat yakin. Lalu dia menatap pada semua orang, "Dari raut wajah mereka yang dekat dengan ketua kelompokmu waktu itu ... aku sudah berpikir kalau mereka pemalas." Jelas Aya dengan sangat meyakinkan.
"Ya, memang begitu." Jelasku yang setuju dengan perkataan Aya.
"Tapi, harusnya walau misal kerja kelompok itu ... walaupun hanya satu orang yang membuatnya dan satu orang mengerjakan yang lain ... setidaknya kalau untuk dokumen, harusnya foto bersama ...." Jelas Ivy dengan mengutamakan kebersamaan.
"Dulu, sih aku selalu begitu ... di sekolah lamaku." Jelas Ivy dengan sungguh-sungguh.
"Iya ...." Aku hanya menjawabnya biasa dengan muka agak kecewa. Kuharap aku tidak pernah berkelompok dengan mereka lagi.
Tapi, ada satu hal lagi yang ingin kukatakan pada mereka .... "Yah~ mungkin beberapa dari kalian memang dekat beberapa di antara mereka atau memang dekat denganku juga. Tapi, jangan salah ... aku mengatakan ini bukan menjelekkan mereka ... yah~ mungkin aku saja yang terlalu egois mengabaikan mereka dengan menyibukkan diri pada pekerjaanku." Jelasku dengan muka yang masih kecewa.
"Eh~ tidak kok, beb. Kami juga tahu ... aku pun juga bekerja ... kalau aku di posisi kamu, aku pasti akan menentang mereka. Mereka dulu yang membuat janji tapi mereka yang tidak menepati." Jelas Lidya dengan mengungkapkan pendapatnya.
"Iya, benar juga."
"Lalu, Sas ... harusnya kamu jangan terlalu menyalahkan diri sendiri." Kata Ivy yang berusaha menyemangatiku.
Berkat itu, perlahan aku sadar kalau diriku tidak salah dan tidak egois.
"Iya, Sas kan baik dengan Aya juga, kadang aku lebih ngerti bertanya padamu ketimbang ke dosen." Jelas Aya dengan senyum riang.
"E-eh, iya kah?" aku agak ragu soal itu.
"Iya." Jawab Aya dengan serius.
Lalu ....
"Oh, ya, kamu dulu sekolah di mana Vy?" tanyaku penasaran ... karena kabarnya sih dia di SMA favorit di kota ini.
"Ah~ aku sekolah di SMK N 1 Lumajang jurusan Desain Grafis." Kata Ivy dengan santainya.
"Lah, SMK? Tapi, masuk STKIP dan ambil pendidikan matematika, pula!?" Lidya meresponsnya dengan memasang muka sedikit terkejut.
"Iya, memangnya kenapa? Karena ayahku menyuruhku jadi guru ...." Jelas Ivy dengan senyum yang tampak dipaksakan.
Aku pikir, Ivy sekolah di SMA Negeri 2 Lumajang ... pantas saja dia kenal Raka.
*Karena letak SMA Negeri 2 Lumajang berdekatan dengan SMK Negeri 1 Lumajang dan berdekatan lagi dengan SMP Negeri 1 Lumajang, dan SD Negeri Tompokersan 1. Lalu keempat sekolah ini sering dijuluki dengan SUT alias Sekolah Unggulan Terpadu. Konon katanya ... anak-anak yang diterima di sini adalah orang yang nilainya bagus dalam tes kemampuan akademik dan tentu saja agak berduit.
________
Tapi, kenapa, senyumannya seperti dipaksakan begitu?
To be Continued