Sejak Kamis yang lalu, Adelia lebih banyak mengurung di kamar untuk mempersiapkan ujian akhir. Walau ia sudah berbaikan dengan Hisyam, tapi ia sadar bahwa bertemu dengan cowok itu dalam kondisi apapun selama weekend ini hanya akan menghancurkan moodnya untuk menghadapi ujian. Ya siapa yang tau apa yang akan terjadi lagi bila ia muncul di flat 25. Entah itu dia akan bertemu dengan perempuan jaket kulit itu, ia akan dipukuli lagi, atau apalah itu. Setidaknya Adelia sekarang memiliki alasan khusus agar ia tetap bisa bertapa di flatnya.
Beberapa kali Hisyam akan mampir untuk membawakannya makanan atau hadiah. Adelia tidak paham jalan pikiran cowok itu, karena memang mungkin ia tidak pernah paham akan jalan fikiran semua cowok. Ini kali pertama ia pernah benar-benar dekat dengan seorang cowok. Sejak ia SMP, SMA, bahkan kuliah, ia selalu dikelilingi oleh sahabat-sahabat perempuan. Mama dan papa selalu wanti-wanti bila ada cowok yang dateng kerumah untuk sekedar bertamu atau mengerjakan tugas bersama. "Inget Bastian", begitu mereka selalu meledek Adelia.
Jelaslah satu-satunya cowok yang selalu berseliweran di sekitarnya adalah Bastian. Keakraban kedua orang tua mereka tidak memungkiri kalau mereka selalu bertemu. Setidaknya setahun 3 kali mereka akan bertemu: Hari libur sekolah, malam pergantian tahun dan ulang tahun Bastian dan Adelia. Yes. Ulang tahun mereka hanya terpaut 2 hari saja. Bastian pada tanggal 13 Februari sedangkan Adelia 15 Februari. Keluarga mereka selalu mengolok-olok kalau selalu ada cinta di antara mereka….mungkin maksudnya selalu ada Valentine's day di antara ulang tahun mereka hohoho.
"Ting nonggggg", tiba-tiba bel flat Adelia berbunyi. Kira-kira siapa yang datang ya? Saat ini terus terang Adelia sedang tidak ingin di ganggu oleh siapa saja, bahkan Justin, apalagi Hisyam! Tidak berapa lama, pintu kamar Adelia di ketuk. Degggg… gadis itu bertambah stress. Siapa kira-kira yang datang? Ia berjalan enggan untuk membuka pintu kamarnya.
"Surpriseeee!!", terika Malik dan Lisa berbarengan. Adelia kontan tertawa ngakak! Ia tidak menyangka kedua sahabat kentalnya itu ada di flatnya sekarang. Eh tunggu dulu! Bukankah sebentar lagi mereka akan ujian? Jadi untuk apa mereka ada di flat Adelia?
"Kami disini mau belajar bareeenng!", ujar Malik dengan wajah super sumringah. Di tangannya sudah ada booklet dan kamus, sedangkan Lisa membawa bungkusan dari supermarket Coles.
"Kita juga akan masak-masak hari iniiiii", kata Lisa seakan menjawab pertanyaan di wajah Adelia. Adelia tertawa ngakak. Yah beginilah, man bisa belajar fokus. Yang ada malah ngobrol, masak-masak dan makan-makan seperti biasa deh hihihi
----------------------------------------
Setelah berkutat 3 jam membahas soal-soal yang mungkin akan keluar di ujian Senin besok, Lisa dan Malik mulai beraksi membuat Makanan hari ini. Adelia bertugas membuat teh seperti biasa. Menu hari ini adalah pizza. Adelia ragu, bagaimana cara dua makhluk ini akan mengadon roti pizza yang susah itu? Ia melongok ke plasti yang dibawa oleh Lisa. Pitta bread??? Bukannya ini roti tipis yang bisa dipakai orang Arab untuk membuat kebab?
Lisa mengolesi roti tipis itu dengan campuran butter dan saus tomat dan sambal dengan rata. Kemudian ia meletakkan sosis yang sudah diiris dengan super tipis dengan rapi, mengoleskan kembali saus tomat tipis-tipis dan menaburkan keju mozzarella dan cheddar di atasnya. Mereka memanggang sekitar 6 pizza ukuran sedang itu di oven flat Adelia. Dalam sekejab, aroma keju panggang bercampur dengan saus tomat mulai memenuhi flat Adelia.
"Gila ya, kalo di Indo, amit-amit guwe mau makanan yang kayak gini. Guwe mah maunya pizza premium donk, bukan jadi-jadian begini", ujar Malik sombong. Ia mulai menyeruput teh yang sudah di sediakan Adelia. "Tapi sejak beberapa bulan disini, makanan gratis apapun rasanya jadi enaaaakkk banget hahahahaha", ujarnya lagi.
Adelia juga tidak memungkiri apa yang dikatakah oleh Malik. Sama seperti anak kost yang berada di Indonesia, kita menjadi lebih menghargai hal-hal kecil yang biasa disiapkan di rumah kita. Sarapan tinggal makan, makan siang tinggal beli di kampus, murah meriah. Kalo pengen makan malam yang rada mewah, harganya masih so so lah di banding kalau makan di restoran di Perth.
Lisa dan Malik menunjukkan tangan halus mulus mereka yang sekarang sudah mulai pecah-pecah dan kapalan karena terlalu banyak terkena cairan pembersih serta menggosok terrrrrlalu banyak toilet. Walau uang yang mereka dapatkan juga banyak, tapi terkadang tidak bisa mengkompensasi pegal-pegal di otot. Belum lagi waktu belajar mereka yang tersita karena pekerjaan mereka yang biasa di lakukan subuh atau pada malam hari.
"Gue uda beli mobil Del!", sahut Malik bangga.
"Iya, mobil butut! Siap-siap aja kalo kita mau diajakin jalan ama dia, kita disuruh dorong Del. Malik langsung menoyor kepala Lisa, yang mengakibatkan gadis Batak itu marah, dan tak ayal mereka akan pukul-pukulan seperti sepasang kekasih seperti biasa. Adelia hanya mampu tertawa sambil geleng-geleng kepala.
Tiba-tiba, Marvin dan genk dari Zimbabwe memasuki flat Adelia. Adelia mengenali hampir semua teman-teman ramah Marvin itu. Tapi mereka sangat terpesona oleh Lisa!
"Oh my God who is this beautiful lady!", seru salah satu teman Marvin sambil menatap Lisa dengan mata jelalatannya. Tatapannya seakan tidak malu-malu, benar-benar hanya menatap asset-aset Lisa. Bagian dada, bokong, betis cewek itu. Sial banget si Lisa hari ini Cuma memakan dress diatas lutut tanpa lengan. Bahkan lengan gempal gadis itu saja bisa bikin cowok-cowok itu ngilerrrr ahahahaha.
Lisa seakan-akan telanjang di jelalatin seperti ini, kontan menyilangkan lengannya di bagian depan dadanya. "Del, kok ngeri kali kawan-kawan kau, Del. Macam mau diperkosanya aku Del, tolong Del", pinta Lisa meringis. Adelia dan Malik tertawa.
"Ge-er lo Lis", gitu doank", sahut Malik. Tapi sebenarnya dalam hati Malik, ia cukup ciut juga. Ingin rasanya ia membela kehormatan Lisa, tapi apa daya teman-teman Marvin sudahlah tinggi besar, hitam, dan kelihatan seperti mafia-mafia rapper gitu. Ia hanya mampu menahan ludah.
Setelah Adelia dan Marvin saling memperkenalkan teman-teman mereka, semua saling ngobrol dengan santai. Sukurnya 6 loyang pizza itu mampu membuat suasana menjadi lumer dan meriah. Mereka saling menceritakan keunikan-keunikan kultur mereka masing-masing, terutama mengenai konsep tentang kecantikan.
Marvin dan teman-temannya melihat Lisa sebagai sosok yang sangat menarik bagi mereka. Pertama, karena bentuk tubuh Liza yang tidak kecil kurus kerempeng. Mereka mengakui menyukai perempuan yang bertubuh berisi, namun masih memperlihatkan lekuk tubuh. Kontan mereka menyebut sosok seperti Beyonce, dan beberapa artis kulit hitam yang cukup Curvy.
Salah satu yang membuat mereka tertarik kepada Lisa adalah karena gadis itu memiliki kulit yang putih, tapi tidak seputih wanita Asia oriental. Jadi agak-agak sawo matang. Jadi bagi mereka, warna kulit mayoritas orang Indonesia kelihatan sangat sehat dan bersinar. Tidak pucat, tapi juga tidak gelap. Mereka juga mengagumi rambut lurus Lisa yang menjuntai sampai ke punggung. Beberapa kali teman Marvin ingin menyentuh rambut Lisa, hanya ingin memastikan bahwa rambut itu bukan Wig! Hahahahahaha
Ketika Adelia pergi ke club, kelas atau dimanapun ada keramaian, ia dan beberapa teman sering "menilai" seseorang itu cakep, cantik, hot atau biasa. Dan Adelia cukup kaget dengan konsep cantik itu ternyata berbeda-beda bagi kultur tertentu. Terus terang bagi Adelia, semua yang berambut pirang, berkulit putih, berhidung mancung dan tubuh proporsional, pasti cakep! Ternyata tidak juga!
Pat pernah menunjuk seorang cewek yang menurutnya "super hot". Ternyata ia adalah cewek kulit hitam tinggi semampai, dengan rambut yang tidak bisa disisir, sehingga selalu di cepol ke atas. Kulitnya tentu saja hitam, tapi memang kelihatan glowing. Matanya biasa, alisnya biasa, bibirnya biasa tapi selalu tersenyum manis. Selain super ramah, ternyata dia juga super pintar. Apakah karena itu ia terlihat cantik?
Pernah juga Tim menunjuk tipe idealnya di kampus ketika mereka sedang berteduh dibawah pohon rindang. Seorang cewek dengan tampang oriental, bertubuh mungkil, kurus, berambut panjang sehalus sutera, dengan fitur muka yang mirip di drama-drama cina. Jauh dari kesan seksi, agresif dan berani. Jangan tanya tipe ideal Malik dan beberapa cowok Indonesia yang pernah Adelia kenal di Perth. Pokoknya kalo gak mirip Dian Sastro, ya gak cantik! Hahahahha
Tapi yang jelas, Adelia merasakan bahwa pertemanan di negeri orang ini benar-benar spesial. Baginya, Malik dan Lisa walaupun baru ia kenal sebentar, sudah begitu dekat bagaikan saudara. Ya, merekalah saudara Adelia di negeri orang. Saling berbagi makanan, saling menyemangati dalam belajar, saling menguatkan bila ada masalah. Adelia dengan kisah percintaannya yang pelik, Malik yang uang jajannya selalu di jatah sama orangtuanya, dan Lisa yang terobsesi mendapatkan nilai terbaik di kelas. Entah kenapa chemistry dari orang yang benar-benar berbeda ini membuat mereka menjadi begitu dekat.
"Ting nonggg", sebuah bel berbunyi lagi, tanda seseorang datang mengunjungi flat 27. Sontak Adelia, Malik, Lisa, Marvin dan ketiga temannya melongok ke pintu kaca itu. Hisyam. Entah kenapa, tidak ada yang beranjak untuk membukakan pintu, semua saling menunggu. Hisyam memberikan gesture agar salah satu dari mereka membuka pintu, sambil menunjuk kenop. Akhirnya Marvin berdiri dan membukanya.
"Hey man, what's up?", Marvin dan Hisyam salin bertukar salam ala rapper. Kemudian Hisyam memandang common room yang telah penuh dengan orang, mengelilingi pacarnya. Hatinya geram. Adelia tidak membalas pesannya, dan menghindar bila Hisyam ingin mengunjuninya. Kata Adelia, ia sibuk belajar. Tapi ini apa? Kenapa justru mengadakan pesta di Jumat sore seperti ini?
"You people don't need to study, what?", tanya Hisyam dengan nada geram sambil memandang semua orang satu per satu. Lisa menyikut perut Malik. "Maksudnya kita diusir nih ya Lik?", tanya Lisa. Malik mengangguk-angguk cepat.
"Oke Del, thanks ya uda ngajarin guwe belajar. See you on Monday Del byeeeee", Malik dan Lisa langsung pamit sambil sekilas mengangguk keara Hisyam. Begitu juga dengan Marvin dan teman-temannya pamit memasuki kamar cowok itu. Tinggallah Adelia terduduk di sofa dengan tatapan kesal tapi takut. Ia mengepalkan kedua tangannya, entah mau memukul Hisyam atau ketakutan.
"What? Aku Cuma tanya dia orang apa takde exam? Naperr buat party macam ni? Naperr tak jawab my text?", tanya Hisyam tanpa rasa bersalah. Adelia tidak bisa menjawab, karena ia juga tidak tau harus bilang apa.
"Answer me bitch! Naperr tak jawab?", Hisyam bertanya dengan nada yang lebih keras. Adelia berusaha menjawab, tapi yang keluar hanya bahasa gagap-gagap yang tak jelas…
"Mereka datang tiba-tiba…", belum selesai Adelia menjawab, Hisyam menarik tangan gadis itu dan menyeretnya menuju kamar Adelia. Gadis itu terus memberontak.
"Let me go Hisyam! Let me go!", sambil melepaskan cengkeraman tangan Hisyam yang begitu kuat. Hisyam makin kuat meremas pergelangan tangan yang mungil itu sambil menyeretnya, hingga pada akhirnya Hisyam menghempaskan punggung Adelia ke pintu kamar bernomor 2 itu.
"Ouccchh", Adelia berusaha menahan sakit, dimana kepala dan punggungnya terhempas ke pintu kokoh yang tahan api itu. Namun muka kengerian itu sontak berubah menjadi panik, ketika Adelia menatap pintu masuk flat mereka. Ya, jarak antara pintu kamar Adelia dan pintu masuk hanya sekitar 3 meter. Siapapun yang saat ini sedang berdiri di pintu itu, dapat langsung melihat kekerasan yang dilakukan oleh Hisyam kepada Adelia.
Dan orang yang tengah berdiri disitu adalah… Bastian. Cowok itu melotot menatap Hisyam dan Adelia. Ia menunjuk kenop pintu, meminta mereka membukakan pintu untuknya. Adelia menggeleng. "Tidak Bastian, ini timing yang sangat tidak tepat. Ini sangat memalukan!", batin Adelia dalam hatinya. Adelia terus menggeleng kearah Bastian, sementara pergelanan tangannya masih terus di cengkeram oleh Hisyam.
Bastian akhirnya memencet bel berkali-kali, namun Hisyam dan Adelia tidak bergeming bergerak untuk membuka pintu itu. Mereka bertiga hanya saling menatap. Bastian memencet bel itu berkali-kali lagi, ia berharap penghuni lain flat itu mau membuka pintunya.
Benar saja, Marvin dan ketiga temannya akhirnya keluar. Mereka begitu kaget melihat Adelia dengan mimic muka ketakutan sedang merasa terpojok oleh pacarnya. Marvin mengisyaratkan temannya agar membuka pintu flat itu, sementara dirinya mendekati Hisyam.
Ketika akhirnya Bastian masuk, Marvin mengambil gagang telfon yang berada tidak jauh dari pintu masuk. "I'm calling the campus security now if you don't leaver Adelia alone", ancam Marvin. Cowok kulit hitam itu benar-benar tampak mengerikan. Begitu juga dengan ketiga temannya, yang siap menerkam Hisyam. Mereka tidak terima Adelia di perlakukan dengan kasar. Hisyam akhirnya melepaskan tangan Adelia, namun tampangnya masih menujukkan perlawanan.
"Shut up, this is not your business!", katanya Hisyam Marah sambil menatap Marvin dan ketiga temannya.
"Keluar, atau aku panggil RA sekarang! Aku akan panggil Norman (kepala asrama)", ancam Bastian. Cowok itu mengeluarkan HP miliknya, menunjukkan keseriusannya untuk menelfon Ravi.
Hisyam mengangkat kedua tangannya tanda menyerah. "Ok, ok, aku pergi sekarang my princess. But I will be back. Kau tak boleh lari dari aku!", katanya sambil menatap Adelia dan kemudian kabur dari flat 27.