Adelia terbangun pada pukul 7 pagi karena salah satu kakinya kram. Ia berteriak, tapi berikutnya ia mencoba menenangkan diri, karena ia tau kalau percuma saja. Ia mencoba untuk duduk berfikir waras dan menarik ujung jari-jari kakinya, seakan-akan melakukan olahraga yoga. Salah dia sendiri, ketika sampai pukul 3 pagi di flatnya, ia hanya sempat mengganti bajunya dan langsung tidur. Make-up luntur bahkan masih menempel dan tentu saja ia tidak menyikat giginya. Tidak terfikir olehnya untuk mandi air hangat dan merenggangkan otot-otot yang telah digunakan untuk berdansa berjam-jam...dengan sepatu hak tinggi. Oucchh!
Adelia beruntung kali ini ia tidak terlalu pengar, karena total hanya 3 botol alkohol yang ia konsumsi dalam kurun waktu berjam-jam. Seluruh alkohol sudah habis menjadi bahan bakarnya ketika ia meliuk-liuk badannya. Sukurlah perutnya baik-baik saja, mual tidak, lapar iya. Ia segera menuju kamar mandi yang ia bagi bersama Kotoko dan mulai mensterilkan tubuhnya dari keringat, virus, bakteri, dan kemungkinann sel-sel kulit mati orang lain yang menempel di tubuhnya ketika mereka berdansa berdempetan. Ia jadi teringat, seprei dan quilt cover yang ia tiduri barusan, harus ia bakar, atau setidaknya ia cuci dengan sebotol antiseptik.
Setelah ia steril dan mengisi perutnya dengan roti gandum dan keju, Adelia segera menuju ruang laundry untuk mencuci seprei, sarung selimut dan satu plastik baju-baju yang sudah ia pakai dalam 10 hari terakhir. Ia beruntung karena pada Sabtu pagi seperti ini, mayoritas bahasiswa belum pada bangun. Mereka mungkin masih terlalu lelah atau pengar setelah berpesta pada Jum'at malam. Mereka harus mengisi batre lagi karena umumnya Sabtu malam, masih merupakan malam pesta. Adelia jadi teringat kalau mala mini ada pesta perpisahan Pat dan Polly dengan tema "Mexican Party".
Adelia menggunakan 2 buah mesin cuci hari ini. Satu mesin untuk seprei, handuk dan quilt covernya, sedangkan mesin satu lagi untuk baju-bajunya. Beberapa pakaian dalam sudah ia rendam di bak cucian, begitu juga dengan baju-baju halus yang tidak mungkin ia cuci di mesin. Ia butuh waktu 15 menit lagi sebelum mengucek, dan Adelia memutuskan untuk memeriksa media sosialnya.
Foto-foto pesta dari rumah Malik, di dalam bus hingga berganti-ganti club kemaren malam membuat gadis itu tertawa terpingkal-pingkal. Hampir semua foto di dominasi wajah usil Tom, Malik yang sama sekali tidak mabuk tapi berdansa seakan-akan ia adalah yang termabuk, atau mimik Tim yang bolak-balik menggetok kepala mereka satu persatu. Ia memeriksa sosial media genk 8 dan mulai mengomentari foto-foto itu satu dengan kata-kata lucu. Adelia begitu asyik memposting foto-fotonya sampai ia tidak sadar ada mahasiswa lain yang baru saja memasuki ruangan laundry itu.
Bastian dan Maretha. Ah so sweet banget deh mencuci baju berdua. Kayak udah suami istri aja. Adelia mendengus pelan, dan pura-pura sibuk dengan HP miliknya. Datang berdua pagi-pagi hahh? Apakah mereka baru saja menginap berdua? Adelia begitu penasaran. Mereka berdua sudah rapi. Bastian mengenakan kemeja dan celana jeans yang rapi, begitu juga dengan Maretha. Kemeja putih, jeans biru muda. "Dasar pasangan geeks!", gumam Adelia dalam hati saja sambil tersenyum jahil, tentunya.
"Eh, kamu Adelia bukan? Yang tinggal di lantai atas?", tanya Maretha sambil menatap tajam Adelia dan menunjuk Adelia dengan telunjuk kurusnya. Gadis itu tersenyum ramah dan mengangguk sopan. Bastian tampak menyengir kesal. Ia sebenarnya ingin mengomentari kegiatan malam Adelia, ketika ia tidak sengaja melihat-lihat media sosial gadis itu. Ya sengaja gak sengaja sih. Tumben jam segini udah gak mabuk lagi.
"Mau nyuci juga MBAK?", tanya Adelia sok ramah. Kata-kata sopannya seakan-akan mengindikasikan Maretha jauhhhhhh lebih tua dari dirinya. Padahal mungkin dari sisi umur, mereka sebaya. Tapi memang muka Maretha lebih boros, dan juga cara berpakaian gadis itu yang lebih formal, dewasa atau mungkin sedikit kuno. Apalagi rambutnya yang potongannya begitu-begitu saja. Sedangkan Adelia saat ini cuma memakai kaos tanktop, celana jeans super pendek, dan sendal jepit. Rambut panjangnya ia biarkan tergerai karena tadi memang masih basah sehabis keramas. Tanpa make-up, ia keliahatan seperti anak SMA yang imut yang lagi bantuin mama jemur pakaian.
"Enggak, cuma bantuin pacarku nih, kalo ga dipaksa nyuci, mana mau dia nyuci baju-bajunya", jawab Maretha dengan wajah penuh arti. Piuhhh. Penekanan pada kata PACAR, dan seakan-akan udah kayak istri aja yang sudah bertanggung jawab atas kebersihan dan kerapihan baju-baju pacarnya. Posesif sekali, pikir Adelia. Bastian kontan menatap tajam mata Maretha. Selama ini Bastian rajin-rajin aja mencuci seluruh baju-bajunya. Tiap minggu malah. Disetrika malah! Jadi untuk apa Maretha songgong banget? Tiba-tiba Bastian merasa jengah dengan pacarnya ini. Harus gitu ya ngomong begitu di depan orang lain?
"Oooo pacarnya males nyuci ya mbak", Adelia manggut-manggut sambil menepuk-nepuk bibirnya dengan jari telunjuk, seakan-akan baru tahu sambil menatap sekilas ke arah Bastian. Tentu saja, tatapan mengejek hihihi. Sekarang cowok itu malah menatap tajam ke arah Adelia. Heran, perempuan memang aneh. Gak Maretha, gak Adelia, semua aneh memang.
"Ya udah silahkan", kata Adelia sambil memasukkan HP ke kantong celana jeans super pendeknya, dan mulai mengambil aba-aba akan mengucek baju dalamnya, bergantian dengan baju-baju halusnya. Ia membiarkan pasangan itu beraktifitas. Tapi sejenak ia kepo, bagaimana sih gaya pacaran mereka berdua ini, hihihihi.
"Ehhh kemeja yang itu harus di kucek, jangan di mesin", kata Bastian sambil mencomot salah satu kemeja bermereknya dari tumpukan baju kotor.
"Ya ampun kemeja gitu doank masak harus di kucek sih? Emang mahal banget?", balas Maretha. Pacar Bastian itu berkacak pinggang menatap kemeja sok mahal itu. Adelia mulai jengah ini mengucek sambil mendengarkan pertengkaran suami istri. Ya suka-suka dia lah mau dikucek, mau di iris, wong itu kemeja pasti Bastian yang beli kan? Adelia tidak habis pikir.
"Yang itu juga jangaaannnn! Itu kalo di mesin nyetrikanya susah!", pinta Bastian lagi sambil mengambil salah satu kaos tipis bermerek yang sepertinya mahal.
"Bastiaaann ini cuma kaos tipis", balas Maretha sambil merebut kembali kaos putih dengan tulisan relax dibagian tengah badan itu. Maretha sekilas menatap Adelia, ia risih sebenarnya cek cok di depan cewek Indo lain. Tadinya ia ingin memberikan image pacar yang serba tahu serba bisa, eh ini malah pacar serba salah deh.
"Ya justru karena tipis, kalo masuk mesin bisa rusaakk!", balas Bastian lagi sambil merebut kembali kaos itu. Adelia mulai senyum-senyum sendiri. Dikirain Maretha udah jago banget dalam hal percucian baju pacarnya. Ternyata masih pake berantem donk? Nyuci aja pake berantem, gmana masak ya? Bastian dan Maretha kembali memilah-milah baju yang harus masuk mesin dan yang harus di kucek pakai tangan.
"Jangan sentuh plastik itu!", seru Bastian panic sambil merebut sebuah plastik berisi baju kotor pastinya.
"Loh kenapa sih? Kamu tuh dari tadi serba salah mulu!", Maretha mulai frustasi dan merebut kembali plastik itu, sampai akhirnya plastik itu mendarat di lantai dan secepat kilat Bastian memungutnya. Adelia ingin sekali berbalik menatap pasangan aneh itu. Apa sih yang mereka ributkan dari tadi? Tapi ia tahu itu pasti akan membuat Bastian malu. Dari sekian hal memalukan yang Bastian saksikan dalam hidup Adelia, setidaknya Adelia bisa menjaga perasaan Bastian kali ini. Dengan tidak ikut campur. Tidak perlu membalikkan badan untuk melihat apa yang dari tadi mereka ributkan hihihihi.
Ia berkonsentrasi membilas baju-baju dalam aneka warna itu. Seperti biasa, ia akan merendamnya kembali di pelembut pakaian selama 10 menit. Yak, artinya, sepuluh menit menyaksikan pertengkaran Bastian dan Maretha. Lumayan, hiburan di pagi hari hihihi. Di satu sisi ia iba dengan Bastian, tapi di satu sisi, sepertinya ia perlu mendengarkan ini. Kalau gara-gara baju aja mereka bisa cekcok seperti ini, bagaimana dengan yang lain? "Aduh, apa jadinya bila aku bener-bener kawin ama si reseh Bastian? Begini juga kah keadaannya?", gumam Adelia dalam hati. Ia terkejut dengan pikiran liarnya, sehingga refleks ia menampar pipi kanannya, padahal tangannya penuh dengan busa deterjen!
"Jangannn buka. Ituuu... ituu.... pakaian dalam aku!", jawab Bastian malu, kita Maretha kembali merebut plastik itu. Ia segera merampas plastik berwarna abu-abu itu, dan membawanya ke salah satu wastafel yang jauh dari Adelia. Kali ini Adelia tidak tahan untuk tidak menatap Bastian dan tertawa kecil, sambil melap pipinya yang penuh dengan busa deterjen. Ketika Bastian menghidupkan keran untuk mengisi wastafel itu, ia menatap Adelia dengan tatapan murka. Teganya dia tertawa. Maretha justru malu dengan situasi ini, seakan-akan menunjukkan kepada orang asing (Adelia) bahwa hubungan mereka tidak solid. Perkara mencuci celana dalam aja masih pakai berantem! Muka Adelia memerah karena ia sedang bersusah payah menahan geli. Membayangkan belon kawin aja uda ditugasin untuk nyuci pakaian dalam hahahahaha.
"Bastian, kok kamu pake acara malu-malu sih? Nantinya juga aku yang akan nyuci pakaian-pakaian dalam kamu setelah kita menikah", Maretha mendekati wastafel pakaian dalam Bastian dan mendorong cowok itu kesamping. Ia ingin mengambil alih mengucek celana dalam Bastian. Kali ini Adelia berhenti tertawa dan menatap pasangan itu. Bahkan muka Bastian menjadi tidak keruan. Bukan...bukan malu. Tapi justru marah dan tersinggung. Bahkan Adelia bisa melihat kalau Maretha cukup lancang dan halu. Apalagi kata-kata itu ia umbar di depan Adelia.
Ketika mereka akan kawin nanti? Mereka sudah berencana akan menikah? Apakah ini fakta atau halu tingkat dewa dewi?
"Ya kan?", tanya Maretha sambil tersenyum manis ke arah Bastian. Cowok itu diam saja sambil menatap celana boxer dengan aneka warna dan pola itu, yang sebagian besar sudah tertutupi busa deterjen. Maretha memutar wajahnya dan menatap Adelia yang tampak bengong sambil menunggu pakaian dalamnya di rendam dalam cairan pelembut pakaian. Ketika ia sadar bahwa ia ketahuan menguping, bengongnya berenti dan ia serba salah.
"Menikah? Yang benar saja! Mereka sudah bicara sampai sedalam itu?", Adelia bergumam dalam hati. Tiba-tiba ada perasaan aneh yang menyeruak dalam hatinya. Percakapan ia dan Bastian pada pesta minum teh kemarin, kembali menyeruak. Mereka bahkan belum memutuskan untuk menikah atau tidak, tiba-tiba ada cewek halu yang sudah sangat yakin ia akan bersama Bastian selamanya. Ingin segera mencuci celana dalam cowok itu.
Bastian mendorong Maretha menjauhi wastafel itu dengan perlahan, kemudian ia mengaduk-aduk pelan pakaian dalam itu.
"Biarin aja di rendam dulu. Gak usah di kucek dulu. Kita beresin yang mau dimasukin ke mesin cuci aja", jawabnya sambil mendorong Maretha ke arah mesin cuci. Gestur itu begitu jelas. Pengusiran. Ia tidak suka Maretha memegang pakaian dalamnya, apalagi sampai harus menyombongkannya di depan orang lain! "Dasar cewek halu", gumam Bastian dalam hati. Ia tidak menyangka Adelia harus mendengar semua ini.
Bastian dalam hening memasukkan baju-baju dan seprei ke dalam mesin cuci yang tersisa. Ia membawa kemeja dan baju-baju mahalnya ke wastafel yang bersebelahan dengan Adelia. Dalam hening, ia mengucek-kucek kemeja-kemeja mahal itu setelah mengisinya dengan deterjen yang termahal yang bisa ia beli di coles. Hatinya sedang kesal karena Maretha, entah kenapa.
Begitu juga dengan Maretha. Gadis itu serba salah, dan tersinggung. Ia menatap punggung Bastian dan punggung Adelia yang tengah mengucek baju-baju mereka. Ia merasa, kedua orang ini memiliki hubungan yang aneh. Akrab tapi tidak, asing tapi bukan. Selama ini memang Bastian belum pernah membicarakan apapun tentang cewek Indo di lantai 2 itu, bahkan ia cenderung menghindar bila Maretha menyinggungnya. Tapi memang tidak ada yang perlu di khawatirkan sih. "Perlukan aku mencurigainya?", tanya Maretha dalam hati. Ia sadar bahwa gadis di depannya itu memang cantik, menarik, dan pastilah datang dari keluarga kaya.
Adelia berpura-pura tidak perduli dengan urusan Bastian dan Maretha. Toh dalam 5 menit lagi, ia akan membilas pakaian dalamnya, meremasnya hingga kering dan akan menjemurnya di dalam kamarnya saja. Ia kembali melihat-lihat media sosialnya. Bastian dalam keadaan kesal, masih tekun mengucek pakaiannya, dan tanpa sengaja, ia melirik wastafel Adelia. Hiiiiii! Bulu-bulu kuduknya berdiri ketika melihat aneka pakaian dalam wanita dalam segala warna, bentuk, renda, G-string dan bikini. Matanya melotot, dan Adelia menyadarinya.
Adelia kontan memasukkan kembali HP ke celana jeans pendeknya dan mencoba menutup pandangan Bastian ke wastafelnya dengan kedua tangan kecilnya. Gagal pastinya. Ingin rasanya ia menoyor dahi cowok itu karena telah mengintip propertinya, dan mengatakan "urusin aja noh kolor-kolor loooo". Tapi bagaimanapun pacar cowok itu ada disitu.
Adelia segera mengucek-ngucek "propertinya" yang masih terendam pelembut pakaian dan meniriskan pakaian dalamnya asal-asalan. Ia memasukkannya ke dalam kantung plastik. Ia menatap Bastian tajam dan menjulurkan lidahnya sehati-hati mungkin agar Maretha tidak melihatnya. Bastian terkikik tanpa suara hingga matanya memicing sempurna. Ia berusaha tertawa dalam diam sambil menggigit bibir bawahnya, mati-matian agar gelak tawanya tidak terdengar.
"Permisi mbaakkk", pamit Adelia kepada Maretha. Bastian masih terkikik geli dengan hati-hati agar Maretha tidak melihatnya. Ia kembali mengucek baju-baju mahalnya bergantian dengan celana dalam di wastafel sebelahnya. Entah kenapa, Bastian sedang membayangkan bila suatu hari nanti ia harus mencuci pakaian dalam sexy milik Adelia tersebut. "Kira-kira, bagaimana pakaian itu ketika melekat di badan Adelia?", gumam Bastian dalam hati. Ketika ia menyadari bahwa ia memiliki pikiran mesum begitu, ia melirik ke arah Maretha. Semoga cewek itu tidak bisa membaca pikirannya.
Ketika Adelia keluar dari ruangan laundry, ia berpapasan dengan cowok yang selama ini ia hindari. Hisyam. Bahkan tadi malam pun ketika cowok itu mengantar ia dan Lisa pulang, Adelia berusaha untuk sesedikit mungkin berbicara dengannya. Ia masih belum tahu apa yang harus ia katakan. Andaikan saja semua hubungan bisa begitu simpel di selesaikan dengan sebuah ketikan di HP. "Kita tidak usah bertemu lagi ya, bye". Tapi ternyata tidak bisa semudah itu Fergusooo.
Cowok itu sepertinya akan pergi. Penampilannya sudah rapi. Kaos tipis bergambar sebuah grup band hip hop, celana jeans mahal kedodoran yang dipakai di bagian pinggul, sepatu skate mahal dan ia harum sekali (bagi cewek lain). Tapi wangi parfum ini seakan sempat menjadi trauma sendiri bagi Adelia. Aroma yang mengingatkannya pada Subiaco. Cowok cakep itu menatapnya penuh makna, seakan ingin melahap Adelia. Ia berjalan perlahan-lahan ke arah Adelia sampai jarak mereka hanya 2 meter kurang. Sudah sangat terlambat bagi Adelia untuk pura-pura tidak melihat dan kabur dari situ. "Baiklah…mari kita hadapi ini", pekik Adelia dalam hati.
"Delia...I....how are you this morning? (Delia... aku... apa kabarmu pagi ini?)", tanya Hisyam kepada Delia dengan agak gugup sambil memainkan tangannya. Sedetik kemudian, tangan gugup itu ia masukkan ke dalam saku celana jeansnya. Dia tidak terlihat cool seperti biasa. Sikap malu-malunya mengingatkan Adelia saat pertama kali mereka bertemu di pesta makan malam KV. Terlihat sekali ia berusaha untuk berbicara selembut salju agar gadis itu tidak takut. Ia menatap penampilan ala summer Delia. Di satu sisi ia memuji betapa cantik dan sexy Adelia pagi ini, tapi di satu sisi hatinya terbakar kalau mengingat penampilan gadis ini dilihat oleh begitu banyak cowok. Tapi pagi ini Hisyam tidak ingin berdebat. Ia ingin berbaikan dulu dengan gadis ini.
"Baik-baik aja. Aku baru laundry. Nanti harus balik lagi", jawabnya dengan santai. Ia ingin menyiratkan bahwa dalam 1 atau 2 jam ke depan, ia tidak bisa bersama Hisyam. Proses mencuci masih panjang, 30 menit lagi ia masih harus memasukkan pakaian basah dari mesin cuci ke mesin pengering. Belum lagi ketika semua itu kering, ia harus buru-buru melipatnya dan memasukkannya ke dalam koper, agar mereka memiliki efek "setrika". Rapi dengan sendirinya. Intinya, Adelia ingin memberi informasi kepada Hisyam bahwa, ia tidak ingin diganggun dalam 2 jam ke depan.
Hisyam berjalan pelan ke arah Adelia sampai jarak mereka hanya 20 centi saja sambil tersenyum manis dan mengangguk-angguk pelan. Apakah cowok ini memiliki kepribadian ganda? Saat ini gaya dan tatapannya kepada Adelia selembut sutera. Ia mulai lebih santai ketika melihat gadis itu melunak dengannya. Sikap Hisyam lembut dan mengundang. Saat mereka sudah benar-benar dekat, Hisyam memegang tangan kanan Adelia dengan lembut, sementara tangan Hisyam lainnya membelai kunciran Adelia, dari ujung sampai ujung rambut. Kemudian tangan itu juga membelai pipi Adelia. Seakan-akan ia sedang mengerluarkan sihir ajaibnya. Kenapa cowok ini bisa berani pegang-pegang?
"Hisyam nak pergi ke rumah Emir. I'm taking him to the airport today. Dia nak balek kat KL. Liburan", jelas Hisyam. Adelia terpaku. Diam-diam ia berharap Hisyam juga akan pulang ke Malaysia. Please please please...
"I'm going back to KL on Monday. I'm going to be there at least 4 weeks. It's that ok? (Aku akan pulang ke KL pada hari Senin. Aku akan berada disana setidaknya 4 minggu. Apakah itu ok?)", Hisyam mendekatkan wajahnya ke wajah Adelia. Hidung mereka hampir bersentuhan. Adelia menatap Hisyam dengan kaget. Ia mengumpulkan seluruh energinya agar menunjukkan muka sedih, padahal ia justru begitu senang! Yess! Freedom!
"Kok lama sekali?", tanya Adelia pura-pura sedih. Tapin sejenak ia berfikir, untuk apa akting pura-pura sedih dan tetap berada di hubungan aneh ini? Kenapa mereka tidak putus aja sekarang? Entahlah, mungkin Hisyam sudah menaburkan benih-benih sulapnya sehingga Adelia tidak mampu berpisah darinya… sekarang.
"Yelah, biasa my dad. Bila pulang, mesti kerja tempat dia satu bulan. Bila tidak, Hisyam tak boleh balek kat Perth", jelasnya sambil menunjukkan muka kesal. Ingin rasanya Adelia melompat-lompat. Liburan semester kali ini, Adelia sudah meminta ijin untuk tidak pulang ke Indo oleh mama papanya. Ia beralasan karena ia akan mulai bekerja sampingan selama 4 minggu ke depan. Weekdays dia akan bekerja untuk sebuah perusahaan EO kecil, sementara weekend ia akan tetap bekerja di Maya Masala. Orangtuanya mengijinkan, karena mereka juga mengetahui bahwa Bastian juga tidak akan pulang. Mereka sudah membayangkan yang bukan-bukan. Apalagi kalau bukan Adelia bisa lebih akrab dengan Bastian.
"Karena ituuu, my princess. Jangan nakal ok?", tanyanya sambil mencubit hidung Adelia. Gadis itu berpura-pura kesakitan dan malu. Dalam hati Adelia, benarkan ini Hisyam yang sama dengan beberapa hari yang lalu? Hisyam yang sama yang telah mencengkeram pergelangan tangannya? Hisyam yang sama yang telah mencampakkan punggungnya ke pintu flatnya? Sudahlah, yang penting cowok ini akan enyah dalam 4 minggu ke depan! Adelia sudah tidak sabar.
"Take care Hisyam. I will misses you...", tutur Adelia penuh dengan kebohongan. Ia tersenyum tapi dengan tampang yang pura-pura sedih. Seperti seekor kelinci putih yang sedih. Ya, nantilah semester depan difikirkan lagi bagaimana cara mengakhiri semua ini. Kuatirnya bila ini berakhir sekarang, Hisyam malah akan urung pulang kampung, dan malah mengacaukan liburan musim panas Adelia. Biar, biar saja begini dulu.
"I will pick you up on Sunday morning. You will accompany me to whereever place I wanna go. I need to buy some things for my mom, my sister, my father. Prepare your self from morning until I said so (Aku akan menjemputmu pada Minggu pagi. Kamu akan menemaniku ke tempat manapun yang ingin aku tuju. Aku harus membeli beberapa barang untuk mama, adikku, ayahku. Persiapkan dirimu dari pagi sampai waktu yang aku tentukan)", pinta Hisyam dengan lembut sambil mencubit dagu Adelia. Gadis itu tersenyum manis dan mengangguk-angguk pelan. Menemani 1 harian toh tidak akan terlalu merepotkan kan? Kan?
"Ok see you Princess Delia. Emir is calling. Saya takut terlambat", pamit Hisyam sambil menunjukkan HP miliknya yang mulai bergetar. Adelia mengangguk pelan dan melambai kepada Hisyam, walaupun jarak mereka masih begitu dekat. Hisyam gemas melihat tingkah Adelia yang begitu imut. Ia segera menyambar bibir gadis itu dan mengulumnya dengan posesif sambil memeluk erat punggungnya. Adelia terkejut dan mencoba untuk bernafas pelan. Ia membalas ciuman cowok itu, yang entah kenapa ia rindukan. Ia merindukan ciuman Hisyam? Astaga! Apakah ini salah satu sihirnya? Ingin rasanya ia menggeleng-gelengkan kepalanya agar kewarasannya muncul kembali. Cowok ini, adalah cowok yang harus segera ia enyahkan, bila tidak...
Ketika ciuman itu belum usai, Bastian dan Maretha baru saja keluar dari ruangan laundry. Pasangan geeks itu menyaksikan kegiatan romantis itu dari jarak yang lumayan dekat. Maretha segera memeluk lengan Bastian dan tersenyum penuh kemenangan. Pemandangan yang menstimuli gadis itu untuk menempelkan tubuhnya seperti gurita ke Bastian. "Owww ternyata jalang itu sudah punya pacar. Baguslah, Bastianku aman!", gumam Maretha dalam hati.
Sementara Bastian melotot menyaksikan pemandangan itu. Hatinya panas, pandangannya pitam dan salah satu tangannya membentuk kepalan. Bukankah baru beberapa hari yang lalu ia ingin memukul wajah cowok itu? Bukankah Adelia sudah berjanji untuk putus dengan cowok sialan itu? Bukankah… bukankah… bukankah… kenapa mereka sekarang menempel seperti slime. tiba-tiba saja kepala Bastian pitam menatap Adelia dan Hisyam. Cemburu kah ia?
Hisyam menyadari bahwa ciuman mereka menjadi tontonan gratis. Ia tersenyum ke arah Bastian dan Maretha dengan tatapan sinis. Tatapan yang seakan-akan ingin berkata "This is my girl, urusi urusanmu sendiri bangs*t!". Tidak ada niatan sama sekali untuk Hisyam menyapa Bastian dan Maretha. Alih-alih ia kembali mencubit dagu Adelia dan pamit. "Bye baby...", katanya sambil melambai dan berjalan ke arah mobil BMW-nya.
Adelia yang baru menyadari bahwa Bastian menyaksikan ciuman tadi, super panik. Rasa malunya sekarang mungkin 10 kali lipat daripada pertengkaran Bastian dan Maretha di dalam ruangan laundry. Ia sudah berjanji kepada Bastian akan memutuskan cowok toxic itu. Tapi apa ini? Mereka malah makin mesra? Adelia mengangguk sopan ke arah Bastian dan Maretha, dan langsung lari menuju flat-nya sambil membawa plastik berisi pakaian dalamnya.