Suasana di flat 27 sudah sangat riuh. Setidaknya sudah ada 30 mahasiswa yang terdiri dari beberapa anak asrama yang sering main ke flat mereka, termasuk Dave dan Josh. Mereka bertiga akan pulang ke negara masing-masing setelah menghabiskan 1 semester saja di Curtin. Begitu juga dengan Polly. Adelia begitu iri, ingin rasanya ia mengikuti program yang sama di negara lain. Tapi sudah bisa kuliah di Curtin untuk beberapa semester saja sudah sukur.
Karena tema pesta malam ini adalah Mexico, segala makanan dan cemilan ala-ala Mexico sudah terhidang rapi di meja makan. Dari chili kacang merah pedas, aneka buritos, saus alpukat, aneka salad, dan entah kenapa harus ada pizza. Setiap pesta mau temanya apa aja, selalu ada Pizza murah meriah. Setiap tamu yang datang, akan membawa sebuah makanan atau cemilan yang berhubungan dengan tema pesta. Beberapa cowok yang tidak paham mau membawa apa, tentu saja akan membawa alkohol. Bir merek Corona yang identik dengan Mexico sudah terendam di coolbox, sementara persediannya ada berkerat-kerat dibawah meja makan.
Beberapa merek tequila,dari yang murah meriah sampai yang premium sudah tersusun rapi bersama dengan semangkuk garam dan potongan lemon tipis-tipis. Diva sudah memberikan pengarahan kepada Adelia tentang tata cara meminum tequila.
"First, you lick salt in your hand, and then you sip tequila as soon as possible, then put this lemon into your mouth! (Pertama, jilat garam yang sudah kamu taruh di tanganmu, kemudian minum tequila secepat mungkin, dan masukkan potongan lemon ini kemulutmu!). Adelia menggeleng-gelengkan kepalanya. Tapi ia siap dengan segala informasi tak penting ini. Entah akan berguna bila ia bekerja di kantor mamanya nanti, atau di kehidupan masa depannya.
Musik sambrero ala-ala Mexico membahana di common room flat 27, yang kadang bercampur dengan musik dansa yang sedang hits. Malam ini, Marvin yang bertugas sebagai DJ jadi-jadian, aplusan dengan ketiga teman Zimbabwe-nya. Keempat DJ itu tidak tahu harus memakai kostum apa, sehingga mereka memutuskan untuk membeli topi petani mexico yang terbuat dari jerami. Hebat sekali. Dimanaaaa coba di kota Perth ini mereka bisa menemukan topi jerami seperti itu? Tidak nyambung sekali dengan kaos olahraga yang sedang mereka pakai sekarang.
Diva dan Adelia kompak menggunakan gaun seksi yang biasa dipakai untuk berdansa salsa. Adelia memakan gaun merah dengan leher yang terbuat dari karet yang sangattttt elastis. Ia menurunkan potongan leher itu sampai ke lengannya, sehingga menimbulkan efek gelembung di bagian lengannya, dan paparan luas kulit bagian leher dan dada bagian atasnya. Seksi, seperti seorang penari salsa. Lengkap dengan sekuntum bunga di telinganya. Diva mengenakan gaun tanpa lengan berwarna hitam, dengan panjang rok setengah betis. Namun di sisi kiri rok itu, terdapat belahan yang panjang sampai ke pangkal pahanya, seperti yang biasa digunakan penari salsa profesional. Kembali, sekuntum bunga disematkan di telinganya.
Polly, Pat, dan kedua teman Eropanya itu tidak tahu mereka harus berpakaian apa. Mereka sepertinya membeli selimut bayi bekas atau apapun itu, kemudian melubangi bagian tengahnya agar bisa memasukkan kepala mereka. Poncho,ya itu sepertinya namanya. Sebenarnya mereka terlihat aneh walau sesuai tema. Tapi siapa juga yang perduli. Setelah 2 botol bir, semua kostum sepertinya keren-keren aja.
Kegiatan dansa ala ala salsa sudah mulai berlangsung, seiring dengan beredarnya cocktail jadi-jadian yang dipersiapkan oleh Polly, Diva dan Adelia. Campuran antara jus nanas, vodca, minuman soda dan banyaaakk sekali gula. Diva sudah mulai mabuk dan mulai memeluk cowok yang hadir satu persatu. Adelia yang mungil beberapa kali unggul ketika mereka bermain mambo dengan menggunakan gagang sapu dan gagang pel! Beberapa kali mereka gagal dan beberapa tamu pesta tergeletak di lantai sambil tertawa. Adelia yang masih belum sepenuhnya mabuk sangat menikmati pesta itu. Benar-benar kehidupan yang sangat berbeda ketika ia sedang berkuliah S1 di Indo!
Sekarang musik yang lebih santai sudah diputar, tapi masih suasana Mexico. Pesta tequila akan dimulai sebentar lagi, Diva, Polly dan beberapa teman Amerika polly sedang menyusun aneka gelas-gelas plastik kecil berisi tequila, dan mengiris-iris lemon super tipis agar cukup untuk seluruh tamu pesta. Adelia masih cukup sadar. Ia ogah meminum corona, namun ia sudah menghabiskan 3 gelas cocktail buatannya tadi. Mungkin vodca yang dimasukkan tidak terlalu banyak, sehingga rasanya cukup ringan. Ia masih saja berusaha menari salsa dengan beberapa cewek dari asrama Don Watts, teman-teman pertukaran pelajar juga. Sukurnya pesta ini tanpa alas kaki, Adelia bisa berdansa habis-habisan tanpa mengeluh kakinya pegal.
Akhirnya Adelia duduk dan bermain kartu bersama 5 orang lainnya di meja ruang tamu. Entah apa nama permainan kartu itu, tapi cukup mudah. Adelia hanya perlu 5 menit untuk menguasainya. Namun yang parah adalah, permainan ini begitu cepat selesaipada tiap putarannya. Peserta yang memiliki nilai terendah harus rela mukanya di coret-coret. Karena proses adaptasi yang tidak begitu baik, sekarang sudah ada 4 coretan di wajah Adelia. Sebuah coretan bergambar pup di bagian dahinya, bentuk hati di pipi kanannya, bintang di pipi kirinya, dan ada sebuah bulatan besar di ujung hidungnya! Untung saja coretan itu memang pinsil alis, tidak terbayangkan bila memakai spidol seperti usul Pat!
Ada sebuah grup lagi berisi 8 orang yang bermain kartu poker di meja makan. Mereka bermain judi dengan imbalan tutup botol bir korona! Riuh sekali, karena masing-masing pemain memiliki pemain bayangan di belakangnya. Suasana seperti di kasino Burswood saja! Tidak ayal suasana begitu gemuruh setiap kali satu putaran berakhir, dan menyaksikan pemenang menyeret tutup-tutup botol logam itu ke dadanya, seakan-akan itu chip judi beneran! Ahahahahah.
Beberapa tamu lainnya ada yang berdiri di balkon sambil berbincang, berselfie ria dan menghabiskan bir mereka. Mahasiswa-mahasiswa youtuber-wannabe sedang merekam video yang akan ia bagikan di media sosial. Beberapa masih sibuk mengunyah, dan beberapa sibuk berdansa dan saling menggoda. Siapa tau setelah malam ini, ada yang beruntung mereka bawa pulang ke asrama. Diva terlihat cukup mabuk dan sudah duduk di pangkuan salah satu cowok dari asrama Don Watts. Cowok bule itu sudah mulai menggerayangi paha Diva. Adelia dilemma antara mau melarang, atau membiarkan.
"OH NOOOOOOO, The RA is here!!!", terika Pat sambil menyambut tamu yang baru datang. Ravi dan Bastian! Ravi lantas tertawa sambil menyambut tangan Pat dan bersalaman ala penyanyi rap. Tentu saja malam ini Ravi datang bukan dalam kapasitas RA yang akan membubarkan pesta. Ia ingin mengucapkan selamat tinggal kepada beberapa mahasiswa yang akan segera pulang minggu ini. Ravi kemudian menyapa seluruh tamu dengan mengangkat tinggi-tinggi tangannya dan melambai, seakan-akan ia Mister Universe. "Ahhoyyyy Ravi!!!!", seru para tamu.
Adelia menatap Bastian dan segera berteriak memanggilnya. "Tian sini! Ayo main kartu!", ia melambaik-lambaikan tangannya ke arah Bastian. Malam ini sebenarnya Bastian hanya ingin memastikan pesta di flat Adelia berjalan aman dan tentram dan mencoba menghindari bila ada cowok iseng yang akan menyakiti Adelia. Ia menatap tajam kepada Dave. Ia masih belum melupakan peristiwa itu. Dave yang sedang bermain kartu bersama Adelia kontan menutup wajahnya dengan deretan kartu-kartu di tangannya.
"Main apaan?", tanya Bastian yang kemudian ikutan duduk bersila di samping Adelia. Gadis itu menjelaskan aturan main kartu sambil tetap bermain. Permainan yang gampang, Bastian mengangguk-angguk. Ia yakin akan ahli dalam sejenak, sehingga wajahnya tidak perlu di coret-coret seperti Adelia. Bastian tersenyum ke arah gadis itu yang masih saja sibuk berceloteh tentang trik bermain kartu itu. Pasti Adelia tidak menyadari betapa lucunya ekspresinya berbicara dengan logo pup di dahinya dan bulatan hitam di ujung hidungnya. Bastian menahan geli sambil menggigit keras bibirnya.
Setelah Bastian beberapa kali mengungguli mereka dalam permainan kartu sambil menghabiskan 3 botol korona, mereka semua dipanggil di dapur untuk memulai prosesi minum tequila Pat, Dave dan Josh memimpin, sambil menuturkan kata-kata perpisahan yang seharusnya sedih sih, tapi jadi lucu karena mereka semua sudah mulai oleng. Adelia menarik tangan Bastian dan menyodorkannya gelas plastik berisi tequila dan seiris lemon. Ia meletakkan sejumput garam di tangan Bastian.
"Ikutin aku aja ya cara minumnya", perintah Adelia. Bastian tersenyum dan mengangguk. Ini pertama kali baginya mencicipi Teuqila. Pat, Polly, Dave dan Josh telah menyelesaikan pidatonya. Ia memastikan semua sudah memegang gelas, seiris lemon dan garam.
"Here we goooooo", aba-aba dari Pat yang membuat semua orang menjilat garam di tangan mereka, meminum tequila secepat mungkin dan langsung menghisap irisan lemon. Sedetik kemudian, sebagian besar mengeluarkan bunyi "Ahhhhhhh", seakan-akan mereka lega luar biasa. Mata mereka memicing bersamaan. Mereka tertawa dan meminta gelas-gelas mereka terisi kembali.
"We want moreeee", kata mereka. Pat dan Polly segera mengisi gelas-gelas kosong itu lagi dengan Tequila. Ya, kegiatan ini sepertinya akan berakhir ketika semua botol tequila itu habis.
Adelia merasakan begitu banyak panca inderanya yang terusik. Lidahnya dan bibirnya yang tadi terasa asin, pahit, kemudian asam. Ada rasa menohok di kepalanya seperti ada yang menggetonya, namun membuat otaknya seakan-akan ringan melayang-layang. Matanya terpejam, dan mimik mukanya berkedut-kedut menahan asam dari lemon. Ia membuka mata dan menatap Bastian. Ini pasti pengalaman pertamanya juga. Ia terlihat lucu dengan mimik keasaman. Bahkan ia mengepalkan tangannya menahan sengatan di otak dan di lidahnya.
Gelas Adelia dan Bastian kembali terisi, dan sebuah pidato lagi di kumandangan oleh Ravi. Ia berbicara sekitar 5 menit tentang betapa repotnya ia mengurus mereka semua sambil tertawa, tentunya. Beberapa dari mereka ikut berceloteh dan menanggapi Ravi sambil bercanda juga. Ya, mereka akan saling merindukan. Kali ini Ravi yang memberikan aba-aba agar semua meminum tequila gelas keduanya. "One, two three, here we goooooo", serunya yang diikuti dengan semua tamu meminum dari gelas-gelas kecil itu.
Adelia dan Bastian saling menatap ketika mereka menjilat garam di tangan mereka masing-masing. Ketika mereka meneguk gelas mereka, Bastian dan Adelia masing saling menatap sambil tertawa. Setelah sengatan di kepala mereka mulai terjadi, sedetik kemudian mereka menghisap irisan lemon seakan-akan itu permen yang melegakan mereka. Mata Adelia dan Bastian memicing dan mereka tertawa ngikik. Sepertinya Bastian dan Adelia sudah mulai mabuk. Adelia mulai oleng dan beberapa kali menyandarkan tubuhnya ke tubuh Bastian sambil terus tertawa kegelian. Setelah 3 botol korona dan 2 gelas tequila, Bastian mulai susah mengontrol seluruh badannya. Sepertinya tiap inchi tubuhnya memiliki otak sendiri dan bergerak semaunya.
Beberapa teman sudah tidak ingin melanjutkan minum Tequila, karena mereka sudah terlanjur mabuk dengan alkohol lain, apalagi tinggal beberapa gelas saja tersisa. Mereka melanjutkan kegiatan mereka masing-masing. Ada yang lanjut main kartu, vlogging, ngobrol, bahkan ada yang sudah mulai berciuman! Termasuk salah satunya Diva dan cowok bule dari Don Watts itu.
Namun Adelia belum puas. Ia mendaftar untuk mendapatkan gelas terakhir sambil menyeret Bastian bersamanya. "One more please from me and him (Satu lagi tolong untuk aku dan dia)", kata Adelia sambil menunjuk Bastian. Polly yang sudah mabuk mengisi gelas Adelia dan Bastian. Irisan lemon dan garam pas-pasan untuk tegukan terakhir mereka.
Kali ini Adelia yang memberikan aba-aba kepada semua orang. "Ok, here we goooooo", teriaknya oleng. Ketika Adelia akan menjilat garam di tangannya, garam itu meleset dan jatuh ke lantai. Mungkin ia terlalu bersemangat memberi aba-aba kepada semua orang. Oh tidak. Tidak ada garam lagi tersisa di dapur itu. Adelia menatap gelas dan irisan lemonnya, dan kemudian ia menatap Bastian.
"Tian... garamnya jatuh. Itu yang terakhir", katanya dengan nada manja karena sudah mulai mabuk. Bastian mengangguk-angguk. Ia belum menjilat garamnya atau meminum tequilanya.
"Nih, kita bagi dua aja", kata Bastian sambil menyodorkan sejumput garam yang sudah berada di punggung tangan kanannya. Sebenarnya Bastian juga bingung, apakah dia semabuk itu sehingga menyarankan sesuatu yang sejorok itu? Tapi maksud Bastian sih, ambil aja nih setengah si garam. Adelia juga bingung, tapi itu masuk akal. Mana bisa minum tequila tanpa garam, kan?
Adelia meraih tangan kanan Bastian dengan lembut, dan menjilat punggung tangan Bastian sehingga setengah garam yang ada disitu lenyap. Keduanya sama-sama terkejut dengan aksi itu. Mereka saling memandang, tapi tidak menghentikan jilatan Adelia. Bastian juga tidak menarik tangannya karena jijik. Berlalu begitu saja. Ketika selesai, Bastian ikut menjilat punggung tangannya, dan kemudian mereka sama-sama meneguk tequila terakhir mereka dan menghisap lemon terakhir mereka.
Mereka masih saling menatap, tapi kali ini tidak mengikik. Mereka saling menatap dengan perasaan aneh. Antara curiga, was-was, kaget, dan nafsu. HAH? NAFSU? Ini aneh. Ada perasaan aneh yang tidak boleh dibiarkan tumbuh malam ini. Bastian mencoba menampar pipirnya dengan tangan "tak terlihatnya". Ia harus waras, tapi saat ini ia butuh ke kamar kecil.
"Numpang toilet donk", katanya berbisik ke telinga Adelia. Gadis itu terperanjat. Apakah karena pengaruh alkohol? Bahkan desahan bisikan Bastian tentang kamar kecil itu saja membangkitkan gairah aneh di dadanya? Pengaruh jilatan itu belum selesai. Adelia mengangguk dan berjalan menuju kamarnya. Bastian mengikutinya. Sekilas Adelia melongok ke belakang untuk menatap Bastian sebelum akhirnya ia membuka pintu kamarnya dan membiarkan mereka berdua masuk.
Adelia membuka pintu toiletnya dan mempersilahkan Bastian masuk. Cowok itu menurut. Sambil menunggu Bastian, Adelia menatap wajahnya di cermina. Ia terperangah dengan begitu banyak coretan-coretan disitu. Ia refleks mengambil pembersih make-up dan kapas, dan mencoba membersihkan lukisan pup di dahinya. Tapi sepertinya koordinasi tangan dan otaknya tidak menentu setelah terlalu banyak alkohol terlibat malam ini. Coretan itu justru melebar kemana-mana.
Ketika Bastian keluar dari Toilet, ia menatap geli melihat Adelia yang sudah mirip pemain pantomin kehujanan. Belepotan. Ia kemudian mendudukkan Adelia di kursi belajarnya, sedangkan ia duduk di tempat tidur Adelia. Ia merampas pembersih make-up dan kapas, dan menarik wajah Adelia dengan mencubit dagu gadis itu. Bastian kemudian berusaha selembut mungkin membersihkan coretan-coretan itu. Adelia menatapnya dengan lembut.
"Masih cantik kok, walau ada pup disini nihhhh", tutur Bastian sambil menggetok dahi Adelia. Kontan gadis itu mencubit perut Bastian. Ternyata perut itu tanpa lemak, sehingga Bastian menjerit kesakitan sambil tertawa ngikik.
"Ouuccch sakitttt". Mereka tertawa lepas berdua. Bastian kembali melanjutkan membersihkan sisa-sisa pinsil alis itu di pipi, dan di ujung hidung Adelia. Akhirnya wajah gadis itu bersih dan terlihat begitu imut. Bastian berhenti tertawa dan bahkan berhenti tersenyum.
"Kamu cantik", katanya jujur. Ya, kejujuran seseorang yang sedang mabuk. Adelia tersenyum manis dipuji seperti itu. Ini pertama kalinya Bastian mengatakannya cantik, setelah sekian lama mereka kenal.
"Kamu juga cakep", katanya sambil tersenyum dengan imut. Kedua tangan Adelia memegang erat dudukan kursinya. Cowok itu terkekeh. Masa sih cakep? Baru kali ini Adelia mengakui bahwa ia menarik. Mungkinkah itu pujian palsu karena otaknya sedang tidak waras sekarang?
Bastian dapat melihat mulusnya leher, pundak dan bagian atas dada Adelia yang menggoda. Rambut Adelia yang saat ini sudah ia cepol asal-asalan, semakin menunjukkan leher jenjangnya. Apalagi gadis ini begitu mabuk. Imut seperti gadis remaja, tapi sangat menggoda.
Entah setan dari mana, Bastian menyentuh kedua pipi Adelia dengan lembut. Ia kemudian membelai-belai beberapa rambut yang lolos dari cepolan Adelia. Ia mencondongkan badannya ke arah Adelia, dan dengan cepat ia menempelkan bibirnya ke bibir gadis itu. Ia mencium gadis itu dengan perlahan dan hati-hati, ia mencoba mengevaluasi reaksi Adelia. Gadis itu kaget, dan mencoba menarik nafas yang panjang, tapi tidak melarikan bibirnya dari bibir Bastian. Mungkinkah karena ia terlalu mabuk?
Ketika Bastian menyadari tidak ada penolakan dari Adelia, Ia refleks memegang kepala Adelia dengan tangan kirinya, dan mencengkeram pelan tangan kiri Adelia. Ia mempererat pagutan ciumannya, dan mulai membuka mulut Adelia dengan bibirnya. Tangan kanannya terus menekan kepala Adelia agar ciuman mereka semakin dalam dan tidak terlepas. Terakhir kali ia berciuman dengan Adelia, mereka masih ada di "permukaan". Setelah berlatih dengan Maretha, Bastian percaya diri dengan ciumannya kali ini. Adelia membalas ciuman liar itu sambil terus mencengkeram dudukan kursi belajarnya. Apakah ini nyata? Apakah ini boleh? Lebih professional, beberapa kali mereka jeda sedetik hanya untuk menarik nafas, dan kemudian berlanjut saling berpagutan.
Setelah 2 menit mereka terlena dengan lidah-lidah liar mereka, Bastian yang sudah kehilangan setengah akalnya, menarik Adelia dari kursi itu, sehingga gadis itu mendarat mulus duduk menyamping di pangkuan Bastian, namun tetap saling menatap! Adelia kaget, namun tidak bisa menolak. Hawa maskulin dan dominasi dari cowok yang ia percaya itu menyihirnya. Mereka saling menatap dengan wajah mereka hanya berjarak 2 centi. Bastian memeluk punggung Adelia dengan agresif, dan mulai mencium kembali gadis itu. Adelia ikut membalas dengan mulai menggigiti pelan lidah dan bibir Bastian, sambil melingkarkan satu tangannya di leher kekar cowok itu, sementara tangan Adelia yang lain ikut memeluk punggung cowok itu. Ciuman panas itu terus berlangsung sampai tangan-tangan liar Bastian terus meraba punggung, pundah dan leher Adelia...begitu juga dengan Adelia, tangannya pun meliar.