Adelia pamit kepada big boss Maya Masala setelah setelah dengan urusan perabsenan. Sudah lebih dari seminggu Adelia menjalani liburan musim panas dengan bekerja di pusat kota dan restoran hampir pada saat yang sama. Kebetulan hari ini, tugasnya pagi-pagi sekali di pusat kota. Ia menata panggung kecil serta meja informasi yang diperlukan untuk peringatan natal yang akan berlangsung sebentar lagi. Setelah makan siang, ia beristirahat sebentar sambil berjalan-jalan di pusat kota, sebelum melanjutkan shift sore di restoran Maya Masala.
Waktu telah menunjukkan pukul 9 malam, dan big boss membebaskan tugasnya dari membereskan meja, kursi dan mengepel. Sepertinya tamu masih ramai, dan restoran baru akan berhenti beroperasi pada pukul 10 malam. Big boss paham pasti Adelia lelah sekali setelah bekerja dari pagi. Adelia tidak sabar menyentuh tempat tidurnya sendiri malam ini. Badannya lelah, berkeringat, lengket dan kemungkinan besar, bau. Hihihihi.
Ketika Adelia melangkahkan kakinya keluar dari restoran, ia menatap sosok tinggi besar, berwajah putih dengan poni berantakan di dahi. Cowok cakep itu menggunakan jaket baseball berwarna maroon dan putih dan jeans berwarna hitam. Ketika Adelia menatapnya, senyumnya mengembang sempurna, dan ketampanannya semakin bercahaya. Bahkan lelah Adelia menguap begitu saja.
"Aku kira kamu gak bakal keluar dari restoran, kirain udah di kari ama si chef", tuturnya pelan sambil berjalan pelan ke arah Adelia. Baru beberapa jam yang lalu mereka saling berkirim WA dan bertanya kabar, setelah sekian lama Adelia menahan gengsi menghubunginya. Adelia memang menyinggung kalau ia akan bekerja shift sore ke malam hari ini, dan kemungkinan berakhir pukul 8 atau 9 malam. Tapi ia tidak menyangka kalau cowok ini akan datang di hadapannya sekarang.
"Lapar? Restoran masih buka nih. Last order masih 30 menit lagi. Atau mau bantu-bantu Avnish ngelap piring?", usul Adelia. Tiba-tiba ia menyesal, kenapa juga tadi gak bawa baju ganti. Setidaknya dia bisa membersihkan mukanya yang sangat berminyak, memperbaiki cepolan rambutnya, dan tampil lebih segar dengan baju yang lebih bersih. Ah sudahlah. Saat ini, Adelia lebih mirip upik abu kecebur got.
"Mau minum kopi denganku bentar? Ehhh maksudku, mau nemenin aku minum kopi, dan kamu minum coklat bentar?", tanyanya menggoda. Adelia tersenyum setuju setelah melirik jam di pergelangan tangannya. Hemm jam 9, masih sore, boleh juga. Heemm siapa juga yang akan menolak?
Mereka tiba di sebuah tempat nongkrong yang terkenal di kalangan mahasiswa internasional. Aneka kopi-kopian, milkshake, dan cemilan enak di sajikan disini. Berhubung letak café ini cukup tinggi, bila kita duduk di bagian luar, kita bisa menatap pemandangan kota Perth di waktu malam. Benar-benar romantis. Interior yang minimalis modern, kursi yang nyaman, serta musik-musik lounge yang menentramkan, sungguh membuat siapa saja yang kesana ingin berlama-lama ngobrol dan tidak berhenti mengisi kembali gelas-gelas mereka. Konon, tempat ini buka 24 jam!
Adelia sudah beberapa kali kesana dengan Hisyam. Baik berdua saja sepulang kerja, atau bersama teman-teman Malay-nya. Pernah satu kali genk 8 pergi kesana, tepatnya ketika Lisa merayakan ulang tahunnya. Karena saat itu mereka prihatin Lisa harus membayar semua makanan, akhirnya sebagai kado ulang tahun untuk Lisa, masing-masing membayar 15 dollar, dan Lisa menanggung sisa pembayaran untuk makanan dan minuman itu. Win-win solution banget kan? Mereka tidak perlu repot-repot mencari kado, dan Lisa juga tidak perlu merogoh koceknya terlalu dalam untuk mentraktir sahabat-sahabatnya.
Namun baru kali ini Adelia kesini bersama Justin. Ya, Justin. Berdua saja. Adelia menatap cowok cakep itu yang saat ini duduk di hadapannya. Ia sedang memperhatikan menu. Agak susah untuk bisa melihat dengan jelas matanya, karena rambut-rambut itu kadang menutupi keindahannya. Hidungnya yang mancung, dan pipinya langsing dengan rahang yang indah. Wajah bulat telurnya sunguh menawan. Namun Adelia dapat melihat bibir tipis berwarna pink muda itu. Ia sungguh-sungguh mirip Bastian. WHAT! Eh maksudnya sungguh tampan.
"Aku pesen sekarang ya. Kamu pasti seperti biasa mau pesen milkshake oreo. Tapi kali ini kamu harus cobain Coklat hazelnut. Dan karena kamu udah kerja keras banget hari ini, aku akan pesan cheesecake dan pizza medium untuk kita berdua. Ok?", perintah Justin sambil melotot namun bibirnya tersenyum manis ke arah gadis itu. Adelia ingin sekali merevisi menu makananya, namun sepertinya Justin tidak menerima perubahan. Tumben dia agak tegas malam ini.
"Bang Justin kemana aja selama liburan ini? Kok tumben tadi WA aku?", tanya Adelia menyelidik. Sesungguhnya, Adelia sudah setengah mati ingin mengirim WA kepada Justin. Semua orang yang ia kenal sudah pulang kampung, termasuk genk delapannya. Diva dan Marvin sudah pulang untuk natal ke kampung halaman mereka. Kotoko seperti biasa, ada di Perth tapi entah dimana. Setidaknya Adelia tidak takut tidur malam sendirian di flat. Karena ia sadar gadis itu masih ada, dan masih menggunakan toiletnya. Fiuhhhh
"Hemm, sorry ya baru ngabarin. Akhir-akhir ini dosen abang minta tolong bantuin penelitian dia. Beberapa hari ini lagi pembagian tugas gitu deh, jadi aku tuh masi adaptasi sama kerjaannya dia. Gajinya lumayan lah, bisa lah traktir gadis cantik makan disini tiap malam", jawabnya sambil menopangkan salah satu tangannya ke meja dan menyangga wajah gantengnya. Adelia hampir tidak percaya, apakah barusan Justin mengedipkan matanya? Apakah ia tengah, menggodanya?
"Awww baguslah. Aku juga sibuk banget minggu inihhhh", jawab Adelia agak ketus sambil pura-pura menyikat kuku-kuku tangan kanannya ke lengan bajunya. Meniupkannya berkali-kali dan menyikatnya lagi. Bibirnya yang ranum mengerucut seakan-akan pemiliknya sedang ngambek. Justin tertawa mengikik melihat tingkah manja Adelia.
"Abis kamu sih… jual mahal terus", goda Justin.
"Eh bang, sejak kapan aku jualan? Yang ada aku tuh kerja, pegawai bang, makan gaji", jawabnya lagi. Justin kembali tertawa gemas.
"Di flat tinggal ama siapa aja? Sepi ya?", tanya Justin.
"Ada Kotoko. Ravi bilang 2 minggu lagi akan ada mahasiswa pengganti kamar Polly dan Pat. Tapi belum tau siapa. Semoga cowok cakep lagiiiii.", jawab Adelia sambil meletakkan kedua tangannya di pipi dan tersenyum berharap. Matanya mengerjap-ngerjap genit. Kelakuannya sukses membuat Justin cemburu dan buru-buru mencubit hidung Adelia.
"Aouuucch sakit baaannggg!"
"Huh, siapa suruh gak setia", jawab Justin dengan tampang pura-pura ngambek. Adelia tersenyum bak joker. Ia pura-pura tertawa lucu. Sukurnya disaat yang sama, seorang pelayan membawakan makanan dan minuman pesanan mereka.
Ngomong-ngomong soal setia, ya mungkin Adelia tidak setia. Jalan dengan Justin malam ini saja sudah termasuk perbuatan tidak setia. Toh sekarang Adelia masih status pacarnya Hisyam. Adelia tidak mampu menyembunyikan kegalauan dalam hatinya. Coba apa jadinya bila ada 1 aja temen Hisyam yang memergoki mereka berdua mala mini?
Ia melempar pandangannya ke bintang-bintang yang terlihat terang, dan mengarah ke lampu-lampu yang ada dibawah langit itu. Damai dan tentram sekali. Untung saja mereka memutuskan untuk duduk di luar. Semoga langit ini gak punya cctv. Secara mau Hisyam di KL, Adelia di Perth dan orangtuanya di Jakarta, mereka masih tinggal dibawah langit yang sama.
"Kamu masih berhubungan dengan cowok Malaysia itu?", tanya Justin agak serius. Adelia terkejut, ia tidak mengharapkan di pertemuan pertama dengan Justin di musim panas ini, ia akan langsung menembak dengan pertanyaan itu. Ga bisa bahas topic yang rada ringan gitu bang?
"Ya, masih. Untuk saat ini.", kata Adelia pelan. Ia meneguk es coklat kacang hazelnut yang dipesan Justin. Benar saja. Rasanya enak! Wangi pizza langsung membuat Adelia mencomot makanan itu. Semoga saja topik pembicaraan ini segera berubah, pikir Adelia.
"Kamu tau Stockholm Syndrome?" Tanya Justin. Adelia sepertinya pernah mendengarnya, atau lebih tepatnya menontonnya di serial kriminal seperti law and order and CSI dan sejenisnya. Seorang korban penculikan, pada akhirnya jatuh cinta pada penculiknya. Terjadi sebuah ikatan yang kuat diantara mereka karena terlalu lama menghabiskan waktu bersama. Ya kira-kira begitulah pendapat Adelia.
"Aku Cuma gak mau kamu jadi korban kekerasan dan akhirnya malah mengidap Stockholm syndrome sama dia. Aku udah denger dari Lisa tentang kejadian terakhir sebelum ujian semester. Adelia, tuh… bahaya…", tutur Justin. Adelia terdiam. Justin ada benarnya juga. Tapi yang lebih Justin kuatirkan adalah, semakin berbahaya cowok itu, semakin CINTA Adelia kepada Hisyam.
"Mayoritas korban kekerasan dalam rumah tangga tidak bisa melepaskan diri dari suaminya karena pada saat yang sama mereka memiliki ikatan yang kuat dan entah kenapa mereka masih tetap mencintai pelaku kekerasan. Tapi itu penyakit Adelia, bukan cinta.", jelas Justin lagi.
"Aku bukan korban kekerasan Justin, I'm not stupid! Kami belum berumah tangga loh. Jadi gak masuk tuh yang namanya KDRT.", jawab Adelia agak kesal. Ingin rasanya Adelia membeberkan rencananya untuk benar-benar memutuskan Hisyam…hanya saja saat ini ia belum tau bagaimana rencananya. Apa, kapan, bagaimana dan dimana.
"Aku tau kamu gadis yang pintar. Tapi gadis pintar gak akan membuat dirinya tersiksa terlalu lama. Kamu kira korban-korban KDRT itu gak punya pendidikan tinggi? Mereka tuh halu Del, haluuu, berharap pasangannya bisa berubah menjadi lebih lembut dan penyayang. Apa kamu happy sama dia Del?", tanya Justin lagi. Adelia berfikir sebentar. Happy. Happiness. Kalau dipikir-pikir, apa ya yang membuat Adelia happy akhir-akhir ini selain setiap minggu mendapat gaji dari tempat kerjanya? Tapi apa benar kata Justin? Ia sungguh berharap Hisyam berubah?
"Entahlah, aku rasa hidupku happy – happy aja bang. Tapi gak jelas juga sih apa yang bikin aku hepi hahahahaa. Let if flow aja gitu. So far, so good.", jawab Adelia asal. Justin tersenyum menatap Adelia dan meminum es kopi andalannya.
"Kamu gadis yang unik Adelia. Dari sini, aku bisa tau kalau sejak kecil kamu pasti dibesarkan dengan penuh kasih sayang dan penuh perhatian. Kamu selalu bisa mentransfer atau merubah hal-hal tidak menyenangkan menjadi lebih positif dan membuat kamu bahagia. Kamu selalu bisa mencari hikmah, jadi kalo kamu ngerasa sedih, kamu cepat-cepat nyari cara agar kamu bisa hepi lagi. bener kan?", tanya Justin.
"Tapia pa kamu tau? Standar kebahagiaan kamu itu rendah sekali kalo menyangkut soal pacar? Udah digituin aja hepi, dikasarin aja, masih bisa sabar. Padahal diluar sana, perlakuan yang menurut kamu itu sweet, sama mereka wajar. Perlakukan kasar Hisyam yang menurut kamu wajar, sama mereka tuh kurang ajar", jelas Justin lagi. Apa iya?
Adelia terkesiap menerima pemaparan Justin akan dirinya. Dibesarkan penuh kasih sayang dan perhatian? Entahlah, orangtuanya cukup sibuk. Tapi ya, mereka selalu berkecukupan, Adelia selalu dapat membeli apa saja yang dia inginkan, dan orangtuanya selalu mengajaknya ke tempat-tempat hiburan dan bahkan sampai ke luar negeri. Mereka bisa duduk bertiga untuk sarapan pagi aja, Adelia uda super hepi. Selalu berfikir positif dan selalu bisa merubah sadness menjadi happiness? Entahlah.
"Itu adalah yang aku suka dari kamu Del. Kamu itu... pembawa kebahagiaan gitu".
"Kayak Sinterklas gitu bang?", tanya Adelia dengan mata melotot dan bibir monyong.
"Hahahah bukan. Tapi setiap orang yang deket ama kamu, kalo mereka tuh lagi capek, lelah, mereka bisa jadi lebih relax karena kamu tuh menenangkan".
"Mirip narkoba donk bang. Ah jangan! Nanti aku di tangkap polisi", jawab Adelia asal.
"Ya enggak lahhh. Maksudnya tuh, kalo di deket kamu, aku ngerasa semua jadi indah, semua jadi mungkin, semua jadi hidup. Ya… mirip kayak…"
"Batre ya bang? Aku kayak batre ya? Aku bisa nge-charge orang gitu ya? Hihihihi", Adelia masih juga bercanda.
"Walau entah kenapa, kamu itu suka banget nyerempet-nyerempet bahaya, dan adaaaa aja kemalangan. Ya kepentok lah, ya pacar toxic lah, ya mabok lah. Jadi bikin orang yang didekat kamu, pengen selalu meluk dan ngelindungi kamu. Kamu tuh…"
"Guling! Iya guling kan bang? Wajar kalo orang banyak mikir gitu bang. Mau nyari di toko mana pun di Perth ini, gak ada yang jual guling bang. Untung aja Adelia bawa dari Indo hihihi", jawab gadis itu masih juga bercanda. Ia mencomot lagi pizza yang ternyata rasanya enak itu.
Justin ikut tergelak bersama Adelia. Lihat kan? Gadis itu selalu punya jawaban yang di satu sisi membuat Justin geleng-geleng kepala, namun di satu sisi membuatnya rindu setengah mati. Terlalu menggemaskan dan membuat penasaran.
"Ya Del, kalo gitu, kamu mau kan menjadi sinterlasku, narkobaku, batreku dan gulingku?", tanya Justin serius. Adelia menghentikan kunyahan pizzanya. Ia kehabisan kata-kata candaan untuk menanggapi perkataan Justin.
"Justin…aku… aku…",
"Ya aku tau, kamu mungkin belon siap. Tapi Hisyam gak ada disini Del. Setidaknya sampai 3 minggu ke depan kan?", tanya Justin. Adelia mengangguk. Apa yang sedang Justin lakukan sekarang? Apakah ia sedang…
Justin berdiri dan melangkah ke arah kursi Adelia. Ia mengisyaratkan agar Adelia menggeser posisinya agar merapat ke dinding, agar Justin dapat duduk di sebelahnya. Cowok itu merangkul pundak Adelia dengan tangan kanannya dan menggunakan tangan kirinya untuk menggenggam tangan Adelia.
"I just want you to be happy (aku Cuma ingin kamu menjadi bahagia). Aku pengen nunjukkin sama kamu, gimana seharusnya BAHAGIA selama masa pacaran itu. Adelia, aku tau kamu bisa membuat situasi apaaa aja menjadi kebahagiaan kamu. Tapi itu maksa namanya. Aku pengen bikin kamu benar-benar bahagia. Untuk saat ini Del, lupain Hisyam, dan liat aku lagi. Kita pernah janji kan?", tanya Justin lagi.
"Tapi Justin, aku masih…", Adelia tidak bisa melanjutkan kata-katanya. Ini adalah tawaran yang terlalu menarik. Tapi di satu sisi ia juga kuatir.
"Look at me Del. Setidaknya selama liburan musim panas ini, biar aku ada selalu disisi kamu. Aku rela anter jemput kamu kemana aja, asal aku bisa liat kamu setiap hari. Aku bisa makan dengan kamu, belanja dengan kamu, mungkin kerja dengan kamu, atau bahkan mungkin tidur dengan kamu…", kata Justin dengan tampang jahil!
Adelia melotot tak percaya Justin bisa mengatakan hal itu. Ia kontan mencubit perut cowok itu. "Justin! Apa-apaan sih!", katanya galak. Justin langsung mengerang kesakitan karena perut langsingnya di cubit namun tidak dapat menahan tertawanya.
"Hahahaha becanda sayang… becanda. Tapi intinya, aku Cuma ingin kita selalu bersama. Bisa kan?", tanya Justin sambil menggenggam erat tangan Adelia, dan kemudian mendekatkan punggung tangan gadis itu ke bibirnya. Ia mengecupnya dengan pelan. Adelia merinding.
Saat ini perasaannya tidak menentu. Baru saja minggu lalu ia tengah membuka hatinya untuk Hisyam kembali, setelah sehari sebelumnya hatinya teraduk-aduk luar biasa oleh Bastian. Dengan perkataan Justin yang terlalu menggoda, ia merasa seperti seorang jalang kecil. Harus gitu semua cowok ini mengaduk-ngaduk perasaannya? Ini baru 1 semester, ada 3 semester lagi di depan. Akan ada berapa cowok yang akan hadir selama ia disini?
"Kamu gak perlu jawab. Atau bahkan kamu gak perlu berusaha menyukai aku Del. Ikutin aja aku. Cukup hadir ketika aku minta kamu untuk ada sama aku. Aku udah cukup senang. Aku Cuma perlu kamu ada di saat aku butuh, dan aku mau kamu selalu manggil aku pertama, disaat kamu butuh. Setidaknya selama liburan musim panas ini. Gimana?
"Entah lah Justin…aku…",
"Jangan kuatir sama masa depan. Kalau semester baru dateng, dan Hisyam datang, kita liat aja nanti gimananya. Kalo nanti, saat itu datang, dan ternyata hati kamu… lebih milih aku… aku akan nunggu sampai kamu benar-benar mutusin Hisyam. Kalo nanti ternyata kamu lebih memilih Hisyam, aku akan mundur. Aku janji.", jelas Justin sambil terus merapatkan wajahnya ke wajah Adelia.
"Tapi Justin, aku gak mau nyakitin kamu. Gimana kalau nanti…",
"Aku yakin, aku bisa mengisi hati kamu Del, aku bisa nyingkirin cecunguk itu agar enyah dari hati dan hari-hari kamu…Aku yakin nantinya akan tumbuh cinta di hati kamu, untuk aku…", jelas Justin lagi dengan kata-kata yang lembut, di tutup dengan ia melahap bibir Adelia dengan lembut.
Adelia terkejut, namun tidak kuasa untuk melepaskan ciuman itu. Justin menurunkan tangannya dari pundak Adelia dan menurunkannya ke pinggang gadis itu agar ia bisa memeluk Adelia dengan lebih posesif. Sebaliknya, Adelia merapatkan kedua tangannya, seakan-akan ia lemper yang terjepit di pelukan Justin.
"Apa katanya cecunguk? Cecunguk? Itu kan panggilanku untuk Bastian!", gumam Adelia dalam hati. Entah kenapa disaat bibirnya sedang dikulum oleh cowok lain, ia masih memikirkan cowok yang lain lagi. Disaat ia masih dalam status hubungan pacaran dengan cowok lain lagi. Arrrrggghhhhhh. Tapi ciuman itu begitu menggoda, memabukkan, dan sangat ia rindukan. Ciuman Bastian, eh maksudnya ciuman Justin yang menggetarkan jiwanya.
Disaat yang sama, ada 2 pasang mata yang kebetulan melihat adegan mesra itu, dan tidak berhenti untuk melongo. Sang perempuan menatap tak percaya dan menutup mulutnya.
"Bukannya itu Adelia yang tinggal di lantai 2? Bukannya pacarnya yang punya BMW putih itu ya? Trus ngapaaaaaaaain dia ciuman sama cowok ga jelas lainnya?", tanya Maretha sambil menunjuk adegan itu dengan tangan kurusnya.
"Bukan urusan kita", jawab Bastian datar sambil menyesap kopinya. Fikiran dan hatinya berkecamuk melihat pemandangan itu, ia buru-buru melemparkan pandangannya ke langit. Oh andaikan langit bisa mereka kejadian ini, ingin rasanya ia tunjukkan ke mama Cecilia dan papa Adnan.
"Dasar jalang!", komentar Maretha sambil tergelak tertawa. Bastian emosi mendengar komentar Maretha, tapi ia tidak menemukan sanggahan yang tepat untuk itu. Ia tau, apapun yang ia katakan untuk membela atau menghujat Adelia, hanya akan menjadi boomerang untuknya. Setelah berjam-jam bekerja di kebun anggur, saat ini ia hanya ingin bersantai menikmati kopinya.