Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Rara by Awan Kumal

🇮🇩AwanKumal
--
chs / week
--
NOT RATINGS
13.8k
Views
Synopsis
Nama gadis kecil itu Rara. Ia adalah seorang gadis yang periang. Suatu ketika ia bertemu dengan tetangga barunya yang bernama Sena. Sena yang sangat pendiam membuat Rara terus menerus mendekatinya.
VIEW MORE

Chapter 1 - Pertemuan Pertama

Pagi datang dengan kesenduannya menyambut hari. Matahari seolah enggan menampakan dirinya. Malu sepertinya. Atau bisa jadi ia ingin beristirahat sebentar. Rintik kecil berdatangan, bermaksud ingin berkunjung ke bumi, lalu mengucapkan selamat pagi kepada seluruh umat manusia di bumi.

Dibalik balkon kamar, ada seorang gadis kecil tengah asyik melamun memandang keluar rumah. Matanya bulat kecoklatan, hidungnya kecil, bibirnya sedikit agak tebal namun kecil, rambutnya hitam panjang terurai tak karuan. Namanya Rania Freyzania, namun ia lebih senang dipanggil Rara. Lebih terdengar akrab katanya.

Ia termenung di balkon kamarnya ditemani dengan segelas coklat panas. Asapnya yang masih mengepul, mengurungkan niatnya untuk meminumnya langsung. Sesekali bibirnya meniup-niup coklat panasnya. Berusaha mendinginkannya agar ia bisa segera menikmati coklat panas itu.

Ditengah usahanya meniup coklat panas miliknya, ia melayangkan pandangannya ke sebuah truk besar yang berhenti tepat di depan rumah kosong sebrang rumahnya. Diikutinya truk besar itu oleh sebuah mobil sedan hitam mengkilat. Dari dalam mobil sedan itu, nampak seorang anak laki-laki yang seumuran dengannya. Ia menatap anak laki-laki itu dari balkon kamarnya. Kulitnya putih bersih, matanya bulat kecoklatan, hidungnya mancung, rambutnya hitam tebal namun agak ikal, tingginya lebih pendek darinya.

"Teman baru." Desisnya.

Ia meneguk coklat panasnya yang sudah tidak panas lagi berkat usahanya. Mungkin kini bisa disebut dengan coklat dingin. Dinginnya pagi dan hembusan tiupannya bergabung dalam minuman coklat itu. Minuman coklat itu ia teguk dengan cepat. Sangking cepatnya ia meneguk, ia tersedak. Minuman coklat itu kini tumpah, lalu mengotori sebagian baju tidurnya.

Ia berlari keluar dari kamarnya, menuruni satu persatu anak tangga dengan tergesa-gesa tanpa memperdulikan noda di pakaiannya. Ia melihat bundanya yang sedang sibuk dengan kegiatan masaknya. Larinya terhenti dekat tubuh bundanya. Kemudian ia memeluk bundanya. Pelukan itu membuat noda di pakaiannya mengotori celemek yang digunakan oleh bundanya.

"Bunda, selamat pagi!" Jeritnya sambil berlari merentangkan tangan.

"Selamat pagi putri kecilku." Jawab bundanya sambil sibuk mengaduk telur.

"Bun, tahu nggak?"

"Tahu apa?"

"Ada tetangga baru lho, bun." Ucapnya bersemangat.

"Iya bunda tahu. Tadi bunda ngobrol sebentar sama tetangga baru kita. Eh sebentar, kok kamu tahu kita punya tetangga baru?"

"Aku kan bisa meramal hahaha."

"Bisa saja kamu."

"Nanti kita main kesana ya, bun."

"Iya boleh, tapi sekarang kamu siap-siap dulu ke sekolah."

"Oke bun."

Pagi itu mereka asyik mengobrol membicarakan tetangga baru mereka. Sampai-sampai bundanya tidak menyadari noda yang ada di pakaian anaknya. Mulut Rara sibuk mengoceh. Bundanya sibuk menyiapkan sarapan sambil mendengarkan ocehan anaknya.

Sarapan pagi sudah tertata rapih di meja makan. Bundanya memintanya untuk sarapan terlebih dahulu.

"Ra, itu baju kamu kenapa? Kok bisa kotor gitu?" Tanya bundanya yang baru tersadar.

"Coklat." Jawabnya pelan sambil menunjukkan cengirannya.

Raut wajah bundanya terlihat kesal. Cara bicara bundanya mulai agak meninggi. Menandakan bahwa bundanya akan marah. Sambil memendam amarahnya, bundanya menyuapi sendok berisikan nasi goreng ke mulutnya. Ia menerima suapan itu lalu menguyahnya sampai halus sebelum ditelan. Mulutnya tidak berhenti berbicara biarpun sudah disesaki makanan. Ayahnya yang duduk di sebrangnya berulang kali memintanya untuk diam sebentar saat makan. Namun, ia tidak menurut dan terus mengoceh.

Ayahnya melirik jam tangan berwarna silver yang melingkar di pergelangan tangannya. Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh tepat, saatnya untuk segera berangkat ke kantor. Ayahnya berpamitan kepada Rara dan bundanya. Diciumnya kening kedua manusia yang sangat ia sayangi.

"Bun, ayah berangkat dulu ya." Ucap ayahnya kepada bundanya sambil mencium kening bunda Rara.

"Hati-Hati ya, yah." Jawab bundanya cepat.

"Ra, ayah berangkat dulu ya. Jangan nakal." Ucap ayahnya kepada Rara sambil mencium kening Rara.

"Oke siap bos." Jawabnya sambil mengacungkan jempolnya.

Tidak berselang lama, rintik kecil sebelumnya berubah menjadi pasukan air yang siap menghantam bumi. Pasukan air itu kini mengguyur jalanan sepi. Jalan aspal yang sebelumnya kering bertaburan dedaunan kering, kini berubah menjadi basah. Dedaunan kering itu pun ikut mengalir mengikuti arah air itu mengalir. Ada juga genangan air di beberapa titik yang siap mengejutkan pengendara kendaraan.

Setelah makan, Rara bersiap-siap untuk ke sekolah dibantu dengan bundanya. Pakaian tidur bernoda yang sebelumnya ia gunakan, kini telah berganti menjadi seragam taman kanak-kanak berwarna hijau muda, bermotifkan kotak-kotak dengan dasi kupu-kupu kecil yang melingkar di kerah bajunya. Rambut panjangnya yang sebelumnya terurai tak karuan, kini berubah menyerupai telinga kelinci. Ia rangkulkan tas kesayangannya bergambarkan unicorn di pundaknya yang belum begitu kokoh.

"TIN...TINNN!" Suara klakson mobil jemputan membuat bising area perumahan. Bundanya segera mengantar Rara menuju ke tempat dimana mobil jemputan itu menunggu. Payung polos berwarna kuning dijadikan sebagai pelindung diri dari hujan. Rara mencium tangan dan kening bundanya. Perlahan kaki kecilnya mencoba meraih lantai mobil. Tangan kanannya melambai ke arah bundanya seraya mobil jemputan itu berjalan menjauhi rumahnya.

"Dadah bunda." Ucapnya dari dalam mobil sambil melambaikan tangan.

***

Sesampainya di sekolah Rara bermain bersama teman-teman sepermainannya. Ia berlari kesana kemari bagaikan gangsing. Tubuhnya tidak mengenal kata lelah. Senyumnya terus merekah. Beberapa anak berkumpul mengerubunginya. Berusaha mengajaknya untuk bermain bersama.

Rara adalah anak yang sangat ceria. Banyak orang-orang di sekolahnya yang menyukai dirinya. Selain ceria, dia juga anak yang sangat pemberani. Disaat teman-temannya diam saat diminta maju ke depan kelas, ia justru sangat semangat saat gurunya memintanya ke depan kelas. Selain itu ia juga anak yang sangat mudah bergaul dengan orang lain. Maka dari itu banyak dari anak-anak satu sekolahnya ingin bermain bersamanya.

Saat sedang asyik bermain dengan teman-temannya, tiba-tiba saja suara bel masuk berbunyi. Tanda bahwa pelajaran akan segera di mulai. Semua anak-anak berlarian ke arah kelasnya masing-masing. Tak terkecuali dengan dirinya. Ia berlari dengan kencangnya hingga tidak sadar ada seorang anak laki-laki di depannya. Mereka akhirnya bertabrakan. Tubuh Rara terpental jatuh ke lantai. Begitu pula dengan anak laki-laki itu.

"Aduh, sakit." Keluhnya sambil memegang bokongnya yang sakit akibat jatuh.

Rara meringis karna kesakitan. Diusapnya bokongnya yang terasa sakit akibat berbenturan dengan lantai. Seorang guru yang melihat keadaan itu, segera membantu Rara dan anak laki-laki itu untuk berdiri. Guru itu seorang perempuan. Wajahnya cantik, rambutnya diikat satu ke belakang seperti ekor kuda. Orang-orang biasanya memanggil dengan sebutan bu Nukeu. Ia adalah wali kelas Rara.

"Aduh Rara hati-hati ya nak." Ucap bu Nukeu.

"hehe. Maafin aku ya." Ucap Rara kepada anak laki-laki dihadapannya.

"Iya." Jawab anak laki-laki itu singkat.

Rara berjalan ke arah kelasnya. Diikuti dari belakang oleh bu Nukeu yang sebelumnya membantunya dan juga anak laki-laki yang ia tabrak sebelumnya. Langkahnya terhenti ketika ia sampai di mejanya.

Pagi itu kelas Rara sangat gaduh. Biarpun bel masuk telah berbunyi, setiap murid tetap berlarian kesana kemari di dalam kelas. Bahkan sampai tidak sadar bahwa saat ini ada seorang guru di dalam kelas itu. Kegaduhan itu berhenti ketika bu Nukeu mengeluarkan jurus andalannya. Ajaibnya bu Nukeu hanya mengatakan 'Sikap Pohon Jambu'. Seketika kelas hening. Semua murid terdiam dengan posisi kedua telapak tangan berhadapan diangkat ke atas. Kemudian semuanya menyanyi mengikuti instruksi dari bu Nukeu.

'Aku pohon jambu tinggi dan rindang

Ini batangku dan ini daunku

Jika tumbang ke kanan krek krek krek

Jika tumbang ke kiri krek krek krek

Jika tumbang ke depan krek krek krek

Jika tumbang ke belakang krek krek krekkk'

Nyanyian pagi itu dihiasi dengan gelak tawa dari masing-masing murid. Anak laki-laki yang sebelumnya ditabrak oleh Rara diam memperhatikan sekitarnya. Usai menyanyi semua murid bergegas menuju tempat duduknya masing-masing. Dilipatnya kedua tangan mereka di atas meja dengan posisi duduk tegap. Terlihat dari raut wajah murid-murid lainnya bertanya-tanya melihat anak laki-laki yang sedang berdiri diam disamping bu Nukeu.

Rara memandangi anak laki-laki yang ia tabrak sebelumnya. Melihat wajahnya seperti tidak asing baginya. Rara merasa seperti pernah melihat wajah itu sebelumnya. Tiba-tiba saja Rara teringat kejadian tadi pagi. Kejadian saat ia melihat seorang anak laki-laki yang turun dari mobil sedan hitam yang terlihat sangat mengkilat. Iya itu dia. Rara yakin sekali bahwa itu dia.

"Selamat pagi anak-anak." Sapa bu Nukeu kepada anak-anak.

"Se..la..mat..pa..gi..i..bu..Nu..keu.." Jawab anak-anak kompak dengan nada panjang.

"Anak-anak hari ini kalian kedatangan teman baru." Ucap bu Nukeu dengan wajah ceria.

"Wah asyik." Teriak Rara tiba-tiba.

"Nak, ayo perkenalkan diri ke teman-temanmu." Bisik bu Nukeu kepada anak laki-laki itu.

"Namaku Anggara Sena Dhanajaya. Nama panggilanku Sena." Ucap anak laki-laki itu dengan nada malu.

"Hai Sena!" Sapa semua murid dengan kompak.

"Hai Sena! Aku Rara!" Teriak Rara dari tempat duduknya.

Setelah itu bu Nukeu mengarahkan Sena untuk duduk di bangku kosong yang letaknya berada disamping Rara. Sena menurut dan berjalan ke arah kursi itu. Ia menggantungkan tasnya di gantungan yang sudah menyatu dengan mejanya. Disampingnya, Rara memberikan Senyuman manisnya.

"Hai Sena. Nanti kita main bareng ya." Bisiknya kepada Sena. Sena mengangguk tanda setuju.