Chereads / DANGEROUS MAN / Chapter 11 - Benda pipih

Chapter 11 - Benda pipih

Happy reading!

Enjoy!

***

Hawa dingin yang tersalur memenuhi setiap tembok dengan pencahayaan minim itu seketika membuat tubuh mungil sang gadis berguliat pelan. Cahaya sang surya yang nampaknya belum muncul itu membuat kedinginan semakin mendominasi. Western yang sedari tadi menunggu kesadaran gadis itu pulih kini merekahkan senyumnya terharu. Senang melihat Bella yang mulai menggerakkan kelopak matanya.

Gadis itu membuka mata dan mengernyit. Melihat langsung wajah Western yang tengah berdiri tersenyum padanya ramah.

"Nona, kau tidak perlu berdiri. Tetap berbaring dan istirahat saja." Western mendahului pergerakan Bella yang hendak bangkit itu. Gadis itu hanya bingung namun akhirnya menurut. Ditatapnya wajah Western yang kala itu masih menyunggingkan senyum.

"Ada apa?" Bella bersuara lemah. Western hanya menggeleng dan maish tersenyum.

"Tuan membawa nona pada saat nona pingsan. Saya ditugaskan untuk mengobati luka di dahi nona dan sekaligus menemani nona."

Mendengar hal itu, Bella seketika tersadar. Keningnya sempat membentur bagian depan mobil hingga membuatnya merasa sangat pening. Dan…

"Nona! Kau mau kemana?" panik Western seketika. Bella kembali hendak berdiri dan menuruni ranjang.

"Nona!" lagi panggil Western cemas.

"Jangan halangi aku." pinta Bella memelas. Ditatapnya lesu wajah Western. Gadis itu lalu menuju kaca rias yang berada di kamar serba elegan itu. Terpampang nyata kini dihadaapnnya sebuah cermin yang berukuran king size. Menjulang dan mengekpose seluruh tubuh Bella dari ujung kaki hingga kepala. Bella mendekatkan wajahnya ke arah cermin dan sedikit menggerakan kepalanya ke kanan dan ke kiri.

Warna memar dan membiru bahkan lebam itu jelas dilihat Bella dari pantulan cermin. Ternyata benar, semalam yang terjadi padanya bukan mimpi. Bella melarikan diri dengan alasan ia ingin kembali pada pekerjaannya dan hidup di kost sederhananya. Namun kemudian pertemuannya dengan Miler membuat Bella harus urung. Gadis itu terjebak dan dipaksa untuk kembali. Meski tak menginginkannya, namun Bella tau sesuatu yang buruk akan terjadi padanya. Sama hal-nya yang kini ia lihat sekarang. Kemarahan dan kekesalan Miler yang tidak diketahui Bella telah membuatnya dalam masalah. Pria itu melukai keningnya tanpa perasaan, bahkan membuat beberapa luka lebam dan memar di area sekitaran lehernya. Itu bukan ciuman bertanda. Melainkan gigitan keras yang sengaja dilakukan sebagai hukuman.

"Nona baik baik saja?" suara cukup lantang itu terpecah begitu saja di udara. Bella tersentak dan berbalik. Kembali menatap Western.

"Hemmm." dehem Bella.

Western terlihat mengangguk dan tersneyum. "Sebenarnya tuan sudah memerintahkan saya untuk menjaga nona sampai nona terbangun. Sementara jika sudah terbangun tuan berpesan agar saya memberitahu nona untuk bersiap dan ikut sarapan pagi." papar Western menjelaskan. Bella bergidik dan menegang.

"Bagaiman jika aku tidak ikut?" berucap hati-hati. Alisnya meninggi menunggu jawaban.

"Tuan akan melakukan sesuatu seperti yang sudah dilakukannya semalam pada nona." Western tersenyum hangat. Meski Bella tau senyuman itu sebenarnya penuh penekanan. Jujur, gadis itu tak pernah ingin tubuhnya kembali dilukai.

"Aku akan bersiap." singkat Bella datar. Western hanya mengangguk patuh dan tak lama berlalu.

***

"Bagaimana?----- dia sudah bangun?" Miler mengangkat wajahnya menatap kedatangan Western yang kini sudah berdiri di belakang jejeran kursi meja makan.

"Sudah tuan. Nona sedang bersiap." menunduk.

"Bagus! Jika dia turun, katakan padanya aku sudah pergi. Dan berikan ini padanya. Pastikan dia menerimanya dan tidak menolak!" titah Miler. Pria itu kini bangkit dan meneguk wine terakhir dari gelasnya. Western mengangguk patuh. Dan meraih bungkusan goodie bag itu.

Tak berapa lama. Berselang sepersekian detik. Bella yang baru saja turun nampak celingak celinguk mencari sosok yang ditakutinya itu. Bersamaan itu pula Miler baru saja keluar dari pintu utama.

"Western,"

"Ya, nona?"

"Aku sarapan sendiri?"

"Iya nona. Tuan sudah pergi dan dia meminta saya memberikan ini pada nona." menyerahkan goodie bag maroon itu pada Bella.

"Tuan juga berpesan agar nona menerimanya dan tidak menolak." lagi tegas Western.

"Tapi apa itu?"

"Saya kurang tau nona. Mungkin nona bisa membukanya sendiri." Bella meraih ragu-ragu goodie bag itu dan sedikit mengintip isinya. Sebuah kotak yang berupa balok mengisi tempat goodie bag itu. Bella meraihnya dan mengeluarkannya dari goodie bag.

"Ponsel?" Bella menatap penuh tanya pada Western. Meminta penjelasan.

Western hanya tersenyum dan mengangguk."Kemarin nona melarikan diri. Mungkin tuan berpikir nona bosan karena terus berada di mansion. Karena itu tuan membelikan benda pipih itu untuk nona. Sekarang nona bisa memakainya untuk menghilangkan jenuh. Setidaknya sampai menunggu tuan pulang. Dan nona harus menyimpan ponselnya ketika tuan sedang berada disini. Tuan selalu marah jika seseorang didekatnya asik memainkan ponsel dan melupakan dirinya." lagi jelas Western memaparkan segala yang Bella belum ketahui. Seolah setiap harinya rahasia akan Miler terus terungkap. Bagaimana pun pria itu masih asing dan misterius di mata Bella. Tapi gadis itu justru lebih penasaran dan ingin tau lebih banyak.

"Apa sudah ada kartunya?" tanya Bella hati-hati.

Western menggeleng dan menatap lesu. Pasti tuan tidak memberikannya nona."

"Apa?" menautkan alis.

"Iya nona. Tuan takut kau akan mengambil kesempatan dengan benda pipih yang diberikannya itu. Karena itu tuan hanya meregistrasi ponsel mu dan mamasukan kode wi-fi di mansion ini. Dan beberapa aplikasi game juga sepertinya sudah terpasang disana."

"Tapi bagaimana aku menggunakan ponsel tanpa kartu sim?"

"Bisa saja nona. Ponsel itu merupakan produk khusus yang dibuat hanya untuk keluarga Stockdale. Jadi tanpa kartu sim nona masih bisa mengirim pesan dan bermain internet. Hanya saja tuan akan selalu tau apa yang nona lakukan dengan ponsel itu. Sekali pun nona menambahkan nomer seseorang."

Bella mencerna setiap kalimat mematikan itu. Rasanya seperti hidupnya sudah hilang dan berganti menjadi milik seorang pria asing yang justru lebih berwenang atas hidup dan semua yang bersangkutan dengannya.

"Nona senang?" tanya Western memecahkan lamunan Bella. Gadis itu terkesiap dan tersenyum kaku.

"Hemmm-----aku suka. Katakan terimakasih padanya."

"Kau bisa mengatakannya langsung nona."

"Dia akan marah. Aku takut." tolak Bella. Western sekektika menggeleng.

"Tidak akan nona. Tuan pasti bisa memaafkan dan melupakan kejaidian semalam. Asalkan nona tulus dalam meminta maaf. Saya merasa tuan menyukai nona karena sikap lembut nona itu." Bella mengernyitkan dahinya dalam. Masih tak paham.

"Tidak usah dipikirkan. Lambat laun nona akan paham dan mengerti bagaimana sikap tuan. Sekarang duduklah dan saya akan melayani nona." ditariknya salah satu kursi dan mempersilahkan Bella untuk duduk disana.

"Kau pasti sudah lama mengenal tuan mu itu." tebak Bella asal. Sembari tubuhnya menduduki kursi yang ditarik Western untuknya. Western yang berdiri di samping Bella sembari tangannya yang sibuk menyajikan satu per satu hidangan di piring Bella itu tersenyum.

"Saya sudah bekerja di mansion ini sejak kedua orangtua tuan masih ada."

"Memang kemana mereka sekarang?" Bella menatap pergerakan Western dan membuat wanita paruh baya itu terdiam sejenak. Western lalu balas menatap Bella. Wajahnya berubah sendu dengan manik yang mulai berkaca-kaca.

"Nona akan tau sendiri. Sekarang makanlah. Saya permisi untuk ke belakang. Panggil saya atau pelayan lain jika butuh sesuatu." Western tersenyum di akhir kalimat dan lalu pergi. Bella sendiri masih terdiam dan berpikir keras. Terlalu banyak teka-teki di dalam mansion yang megah ini. Terlalu sulit jika harus memecahkannya seorang diri.

Bella menatap hidangan sarapan di piringnya dan menghembuskan nafas lelah. Kemudian tangannya perlahan memasukan sajian eropa itu ke dalam mulutnya.

Seketika benda pipih yang disimpannya di samping di atas meja makan itu bergetar. Bella menoleh dam melihat layar ponsel yang menyala. Dadanya kembali terasa ditimpuk melihat nama yang tak asing itu muncul dilayar utama.

Sebuah panggilan suara menyentaknya.

***To Be Continued***