Happy reading!
Enjoy!
***
Sebuah panggilan masuk menyentak Bella. Gadis itu sempat ragu untuk mengangkatnya atau tidak. Tapi mengingat perkataan Western, Bella merasa harus mengangkatnya.
Diraihnya dengan ragu benda pipih yang bergetar itu. Setelah menggeser tombol hijau Bella lalu menempelkan benda itu pada telinga.
Bella masih terdiam dengan nafas yang terdengar memburu. Pergerakannya seketika salting dan awkward.
Terdengar deheman khas dari sebrang telpon. Bella tersentak dab berusaha berbicara.
"I-iya?" gumam Bella pada akhirnya. Suaranya hampir saja hilang.
Tak ada jawaban. Gadis itu hanya mendengar suara desahan nafas yang kontras. Sangat lembut dan menenangkan. Deru nafas itu seolah sebuah hipnotis yang bahkan mampu menghilangkan ingatan seseorang.
Telpon berakhir dan Bella baru menyadari itu. Dijauhkannya kembali ponsel itu dari telinganya. Bella menatap layar ponsel itu yang kemudian memunculkan pesan masuk.
[ Habiskah sarapanmu! Nanti saja aku menelpon. ] Bella tercengang membaca setiap kata dari pesan yang di kirim Mil padanya. Bagaimana bisa pria itu tau jika Bella tengah sarapan. Gadis itu hanya menggeleng dan menghembuskan nafas. Kembali ia menyimpan ponsel itu dan memasukan kembali makanan ke dalam mulutnya.
***
Terik matahari sudah nampak berada tepat di atas ubun-ubun. Bella yang sedari pagi hanya berdiam diri di kamar dan memainkan beberapa game di ponselnya mulai jengah. Gadis itu kembali teringat akan kehidupan sederhananya. Bella merindukan teman-temannya di club dan kost serta ibu kost yang begitu baik padanya. Andai waktu bisa diulang. Bella akan menolak ketika seseorang memintanya mengirim minuman pada Mil kala itu. Mungkin hidupnya kini tidak akan pernah merasakan terkekang dan terkunci selamanya seperti ini. Terlebih kenapa Mil berujar seolah ini adalah kesalahannya sendiri. Kenapa sikap lembut dan lugunya malah menghantarkannya pada kehidupan sekarang.
Bella mengernyit ketika sebuah ide gila muncul di kepalanya. Bella teringat dengan perkataan Western jika ponsel itu masih bisa digunakan untuk mengakses internet.
Bella tersenyum kala memikirkan apa yang akan dilakukannya. Gadis itu mengunduh aplikasi instagram di play store dan memasukan akunnya yang sudah terdaftar. Untunglah gadis itu masih mengingat password dan nama penggunanya.
Telunjuk lentik Bella lihai menari dan menscrool layar ponsel itu. Mencari akun seseorang yang mungkin bisa membantunya menghilangkan jenuh.
"Dapat!" pekik Bella tergirang, senyumnya merekah melihat akun Caesa yang sedang on ig. Gadis itu mencoba mengrimi pesan ke akun teman se-clubnya itu. Hingga tak lama sebuah balasan panjang lebar diterimanya. Caesa bukannya membalas pesan Bella, namun malah menghujaninya dengan seribu pertanyaan. Bella hanya menggeleng dan menghembuskan nafas.
[ Aku bertanya, tapi kau malah balik bertanya? ] sending.
[ Harusnya memang aku yang bertanya. Kemana kau selama beberapa hari ini? Semenjak malam di cub itu kau menghilang dan sampai sekarang kau bahkan tidak masuk. Jangan bilang kau keluar kerja karena sudah mapan? Sungguh aku akan membencimu jika memang seperti itu! ] Bella terkekeh membaca setiap balasan yang dikirim Caesa padanya. Selalu saja teman satu-satunya itu membuatnya tertawa.
[ Aku sedang berada di…..] pesan Bella menggantung.
Apa harus aku memberitahunya?. Batin Bella. Kemudian kepalanya menggeleng. Gadis itu kembali menghapus pesan dan menggantinya.
[ Aku hanya ingin beristirahat sementara waktu. Setelah itu aku akan kembali bekerja. ] sending.
Ting!
Lagi terdengar balasan dari balik percakapan itu.
[ Kau tidak berbohong, kan? Atau sebenarnya kau sedang dalam masalah? Kau bisa memberitahuku. Kita tidak pernah menyimpan rahasia sebelumnya. Ingat itu! ] Bella lagi lagi tersenyum samar. Sebenarnya memang benar dirinya dalam masalah. Tapi tidak mungkin juga ia memberitahu Caesa. Ia hanya takut kejadian malam itu terulang. Prilaku dan kekuasaan Mil di mansion ini membuat Bella merasa jika pria itu bukan pria biasa.
[ Aku baik-baik saja. Jangan khawatir. ] sending.
Sebuah pesan masuk menyentak Bella. Bukan DM, melainkan hanya sms biasa. Bella membukanya dan membaca.
[ Jadi sedang menghubungi temanmu? Ouh! Ingat, jangan terlalu banyak bicara dan memberitahu informasi apapun! ] Bella berusaha menelan salivanya yang tercekat. Lagi lagi Mil tau tentang aktivitasnya. Western juga sudah mengatakan jika pria itu bisa memantau kapan pun dan dimana pun dirinya. Mil selalu tau. Gadis itu menggeleng membuang pikiran parnonya. Berharap ia tidak akan membuat kesalahan apapun lagi.
Bella mengabaikan pesan itu dan beralih membalas DM Caesa.
[ Akan ku hubungi lagi nanti. Bye. ] Bella seketika meninggalkan area percakapan itu dan meng-log out kembali akun instagram-nya. Kembali gadis itu membanting pelan ponsel ke arah samping ranjangnya. Bella menatap kosong dan berpikir keras.
***
Area di mansion sudah kembali senyap. Jam sudah menunjukan pukul setengah delapan malam. Hanya tinggal setengah jam lagi dan makan malam akan segera di mulai. Namun sampai kini Bella masih belum menemukan Mil pulang dan kembali ke mansion. Gadis itu hanya menghirup nafas dan berharap pria itu tidak bertanya lebih mengenai percakapannya dengan Caesa tadi.
Sebuah ketukan di pintu menyentak Bella. Gadis itu terhenti dalam lamunannya dan segera menatap pintu dengan terdiam.
"Makan malam akan segera di mulai. Nona bisa keluar dan turun sekarang." suara yang dikenalnya itu mampu di dengar jelas oleh Bella. Gadis itu kembali merasa tenang dan membuang nafas.
Bella meraup gagang pintu dan membukanya perlahan. Nampak Western berdiri disana dengan senyuman ramahnya.
"Mari nona!" Western memberi peluang Bella untuk melangkah lebih dulu. Gadis itu hanya tersenyum dan mengangguk. Bella menuruni satu per satu anak tangga yang cukup tinggi hingga membutuhkan waktu beberapa menit.
"Kebetulan tuan juga sudah pulang." suara Western yang tenang membuat langkah Bella perlahan melemah. Akhirnya gadis itu terhenti dan menatap ke arah belakang. Maniknya kembali menatap ragu-ragu.
"Sudah pulang?" tanya Bellla memastikan apa yang didengarnya. Western tersenyum dan mengangguk mantap.
"Iya nona. Tuan baru saja kembali sejak beberapa menit yang lalu. Katanya ia sengaja tak pulang terlalu malam karena ingin mengatakan sesuatu pada nona."
Deg!
Bella semakin menciutkan nyalinya. Nafas yang sebelumnya terengah kini justru seolah menghilang. Oh shit! Bella menahan nafas hingga membuatnya merasa sesak. Gadis itu terbatuk dan bergetar.
"Nona, kau baik-baik saja? Mari, akan saya bantu,"
"Tidak perlu Western. Aku bisa sendiri. Kerongkonganku hanya kering,"
"Baiklah. Kalau begitu ayo lanjutkan berjalannya," tuntun Western. Bella hanya terdiam dan kembali melamun. Seketika telapak tangan Western mengayun di hadapan wajahnya.
"Nona? Kau baik-baik saja, kan?"
"Um? I-iya," Bella kembali melangkah maju menuju ruangan meja makan. Meski langkahnya terlihat santai namun manik dan respon tubuhnya terlihat sebaliknya. Bella benar-benar takut jika Mil membahas percakapannya di DM tadi. Demi apapun, itu menakutkan untuk Bella.
"Hemmm!" suara deheman itu kembali nyaring memecah ditelinga Bella. Gadis itu tersentak dan tersadar jika kini ia telah sampai. Kakinya mendadak kaku dengan lutut yang seolah melumpuh. Dilihatnya wajah datar nan tegas milik Mil yang tengah menatap sekilas wajahnya.
"Mari nona. Silahkan," ujar Western dari arah belakang. Kepala pelayan itu sudah menarikan kursi untuknya dan mau tak mau Bella pun terduduk. Dimeja yang sama dan dikursi tepat di dekat Mil.
Pandangan Bella menunduk dalam dan menatap asal ke arah lantai. Kedua jemari tangannya tengah saling bertautan menggenggam erat. Sesekali diremasnya kuat untuk menghilangkan hawa canggung dan tegangnya.
"Bagaimana dengan hadiah yang ku berikan padamu?" suara itu lolos begitu saja. Bella lagi-lagi harus tersentak dan menatap refleks.
"Apa?" seketika Mil mendelik tajam ke arah Bella yang balik bertanya. Sungguh, pria itu tidak bisa mengulang kalimatnya menjadi dua kali. Sorot mata Mil seolah memberi intruksi jika ia tengah kesal.
Bella hanya bergidik dan tersenyum samar. Kemudian melirik Western yang mengintruksikan padanya agar membalas obrolan Mil.
Bella menggeleng tak paham apa maksud Western. Ia sungguh tidak mengerti. Terlebih memang perkataan Mil tidak dapat dijangkaunya. Tadi gadis itu tengah melamun bukan?.
"Bagaimana dengan hadiah yang ku berikan padamu?!" lagi Mil mengulang pertanyaannya. Namun dengan suara yang menekan dan tajam. Mil juga bahkan menatap pekat manik mata gadis itu.
Bella tersenyum samar dan mengangguk pelan. "A-ku su-ka," gumam Bella memelan. Ia kembali berpaling untuk menghindari tatapan penuh intimidasi itu.
"Western sudah memberitaumu apa saja yang boleh kau lalukan dengan ponsel itu?" kembali bertanya. Wajahnya lebih serius. Kemudian berpaling dan menatap sekilas ke arah western yang setia berdiri di balik meja sedang menunduk. Mil kembali beralih menatap wajah Bella. Tangannya seketika tergerak dan menyentuh dagu gadis itu. Bella menegang dan bergetar. Tatapannya menyorot takut dengan bibir yang terbuka instan. Kejadian kala di mobil malam itu kembali teringat. Dan kini pria itu kembali memegangi dagunya.
"Untuk hari ini aku beri toleransi! Tapi untuk esok dan seterusnya, tidak ada lagi kata maaf dan toleransi apapun! Kau akan dihukum jika berusaha menghubungi seseorang! Tidak peduli orang itu temanmu atau yang lainnya. Ponsel itu ku berikan hanya untuk terhubung denganku dan bermain game. Atau kau juga bisa melakukan belanja online di ponsel itu. Tapi jangan coba-coba untuk terhubung dengan oranglain! Ini peringatan terkahir! KAU MENGERTI?!" kalimat akhirnya meninggi membuat Bella refleks mengangguk tanpa berpikir. Sekarang gadis itu hanya akan menurut dan patuh. Ntah sampai kapan. Tapi mengingat kekerasan yang di alamainya kemarin seolah membuat nyalinya terkoyak. Didikan dan kaish sayang kedua orangtuanya dulu membuat Bella menjadi gadis lugu, polos dan penuh ketakutan. Sangat patuh dan penurut. Tidak mungkin sekarang ia akan menjadi pembangkang dan membuat dirinya terluka.
Miler kembali menjauhkan jemarinya dari dagu Bella. Kemudian mulai menyentuh hidangan makan malam yang sudah di sajikan sejak tadi. Sementara Bella hanya kembali melamun dan berpikir panjang.
"Satu lagi! Ini terahir kali kau tidur di kamarku! Aku tidak ingin kau terganggu ketika aku pulang sangat larut. Besok Western akan mengantarmu ke kamar barumu!"
***To Be Continued***