Happy reading!
Enjoy!
***
"Bagaimana? Kau setuju dengan strategi yang ku buat?" Phill berujar dengan kaki yang ditopangnya pada sebelah kaki lainnya. Mereka tengah terduduk bersama di salah stau café di tengah ibu kota. Tepat pada saat rencana pembunuhan itu gagal. Mereka memutuskan untuk menyusun kembali semua strategi dari awal.
Petter mengangguk dan nampak mencerna. "Itu ide bagus!" tambahnya.
"Bagaimana denganmu, Bung? Kau belum memberikan jawabanmu!" Phill menekan katanya. Sorot matanya tertuju pada pria yang dimaksud.
Miler mendongak dan menggeleng keras. "Kita tidak bisa memakai rencanamu. Seseorang yang tidak berdosa tidak harus mati. Maksud ku dendam ku hanya pada seseorang yang bersangkutan. Yang tidak terlibat tidak patut merasakannya!" pukas Miler.
"Kau terlalu memikirkan mereka, Bung! Ingatlah dulu. Bukan hanya Ayah mu tapi Ibu mu juga-----terbunuh. Padahal kau tau anggota keluarga yang lain tidak terlibat. Tapi orang-orang licik itu tetap membunuh semuanya bukan? Apa salahnya jika kita membalas. Ini saatnya, Bung! Kau tidak bisa menunggu lagi. Musuh telah bermain-main dengan kita. Ini pertama kalinya aku harus menyusun strategi kembali. Musuh kali ini cukup pintar. Jika kita tidak melibatkan keluarganya lalu siapa? Kau bisa menjawab?" Miler mendongak dan menyorot tajam. Tatapan itu kembali membunuh dalam. Menelusuri setiap kesalahahan ucapan Phill.
"Kita hanya akan mengancam! Tapi tidak dengan membunuhnya. Dan untuk Josh. Pria itu akan ku bunuh berbeda dari dua temannya yang sudah mati!" Miler menekan. Tatapan itu kembali berpaling. Diraihnya botol minuman yang tertera di atas meja itu. Miler mencengkramnya kuat. Dengan tatapannya yang kosong berpikir ke arah depan.
"Phill! Sepertinya kita hanya akan membantu yang lainnya. Urusan siapa yang harus terbunuh atau tidak, aku rasa itu ada di tangan, Mil. Biarkan dia yang memutuskan." Petter berargumen. Phill menatapnya dengan berdecak.
"Aku menyusun strategi dua kali untuk satu musuh. Ini menyebalkan. Aku hanya ingin ada dua musuh juga yang terbunuh. Ntah itu istri dari Josh atau anaknya! Aku tak peduli!"
"Itu terlalu agresif!" decak Petter. Keduanya masih hanyut dalam percakapan masing-masing.
"Mau menghubungi siapa, Bung?!" Phill menatap curiga Miler ketika pria itu meraih dan menyalakan layar ponselnya. Miler hanya menatap sekilas tanpa menjawab.
"Mungkin ornag-orang di mansion." pikir Petter mengedikan bahu. Phill tersenyum kecut sembari tangannya yang terlipat di depan dada.
"Aku yakin dia hanya ingin mengetahui kabar gadis itu. Siapa lagi kalau bukan dia. Karena tidak mungkin Mil peduli dengan pelayan-pelayannya." menggeleng.
"Dia terlalu banyak berubah karena gadis pelayan club itu!" tambah Phill.
"Kita pergi sekarang? Ini sudah malam hari! Aku rasa ini waktu yang tepat!" komando Miler. Ia berdiri sarkas yang langsung diikuti kedua rekannya. Langkah mereka melebar dan terburu. Dengan dada yang tegap naik turun karena nafas yang sama-sama memburu.
***
Suara teriakan menggema di rooftop yang tinggi itu. Bangunan yang cukup luas sebagai bangunan pencakar langit. Seseorang yang melompat dari rooftop itu sudah bisa dipastikan jika nyawanya akan melayang.
Miler berdiri tegap dengan tangan yang sudah mengasah belati silver itu. Ditatapnya satu persatu anggtota keluarga dari musuh. Ada dua orang anak perempuan dan lelaki dan satu wanita berkulit keriput yang mungkin istrinya. Miler merekahkan senyum kemenangan.
Langakh kakinya melebar mendekati keberadaan anggota keluarga yang sudah terduduk di rooftop dengan tali tambang kuat yang mengikatnya. Miler berjongkok dan mengarahkan belati itu pada sang anak perempuan. Bibirnya tersenyum miring. Sorot matanya sinis dan menajam. Lagi gemelutuk giginya beradu kuat menggema.
"Mil! Hati-hatilah. Belati itu beracun! Sekali menggores kulit seseorang, sudah dipastikan orang itu akan mati!" Petter berpesan. Miler tak merespon dan fokus menatap belati itu dengan terus mendekatkannya pada dagu si anak perempuan. Perempuan itu menggeleng kuat dengan buliran permata yang terus membasahi wajahnya. Tubuh ketiga orang yang diikat itu bergetar hebat.
"Akan ku bunuh anak-anakmu, jika kau tidak melepaskan pakaian besi itu!" rahang Miler mengeras. Wajahnya berpaling menatap sang pria tua yang masih terkapar disudut rooftop. Sorot mata itu mengintimidasi.
"Bunuh saja aku! Tapi jangan melukai anakku! Apa salahnya padamu?!" seorang wanita yang sudah dipastikan istri dari musuh itu berucap lirih. Kepalanya memiring menatap memohon pada Miler. Miler hanya terdiam melihat bagaimana sorot matanya yang penuh kasih sayang.
Dulu Miler juga bahkan melakukan hal itu. Ia memohon dan meronta untuk membebaskan kedua orangtuanya. Namun apa mereka mendengar jeritan Miler kala itu?. Mereka justru membunuh Ibu Miler yang begitu disayanginya. Kala itu Miler kecil benar-benar hancur. Sosok Ayahnya direnggut tanpa belas kasihan. Bahkan Ibunya juga harus terseret dalam pembunuh berantai itu. Miler kecil hanya bisa berteriak dan memohon. Namun suaranya yang mungil hanya dianggap candaan belaka. Sejak saat itulah peran Ayah dan kasih sayang seorang Ibu seakan hilang. Miler kecil harus tumbuh dan hidup sendiri. Kerasnya dunia ia jalani. Merangkak dan menyusuri jalan setapak demi mempertahankan hidupnya yang menyakitkan. Miler kecil menjerit. Berteriak lantang. Dan tak ada seorang pun yang mau menolongnya. Semuanya hanya gila akan harta dan kekuasaan. Asset dan bahkan tahta peninggalannya Ayahnya saja yang seharusnya menjadi dan jatuh ke tangan Miler, tapi justru juga harus direggut begitu saja oleh ke empat orang yang tak punya hati nurani itu. Miler kecil hancur dan merengek. Sampai suaranya habis sekali pun. Sampai kedua orangtuanya benar-benar dilenyapkan tepat di depan matanya. Kala itu Miler hanya bersumpah untuk membalas satu persatu musuh yang menjadi pembunuh Ayah Ibunya.
"Mil! Ada apa? Kau ragu?" Petter kembali bersuara. Lagi Miler menatapnya kilat dan menggeleng. Padahala jauh dalam lubuk hatinya, Miler merasa iba dengan tangisan dan tatapan memohon itu. Miler juga memiliki sang Ibu. Ia ingat jelas bagaimana Ibunya memohon pada pembunuh itu untuk tidak membunuh Miler juga. Pria itu teringat. Namun kembali sepercik kejahatan itu menyeruak ke relung hatinya. Miler benar-benar tak berdaya. Dilain sisi permohonan seorang Ibu. Dan disisi lain pembalasan dendamnya. Miler tidak mungkin melanggar sumpahnya.
"AKU AKAN MEMBUNUHMU!!!!" Miler berteriak lantang sembari mengarahkan belati itu tepat pada leher sang anak perempuan. Sang putri dan anak lelaki lainnya menjerit dan menutup mata mereka.
Phill menyeringai dan tersentum senang. " Kau lihat itu? Dia bilang yang tidak berdosa tidak boleh mati. Tapi lihat apa yang dilakukannya? Dia sudah menggores leher gadis itu. Gadis itu sudah akan kehilangan nyawanya! Ini menyenangkan, Bung!"
"Semua ini tidak benar!" Petter menggeleng. Ia berlari dan menarik lengan Miler. Menjauhkannya dari leher sang gadis.
"Kau sudah melanggar, Mil?" Petter berucap lesu. Miler terdiam dan tak lama tubuhnya ambruk.
"Apa aku sudah membunuhnya? Katakan! Apa aku sudah membunuhnya?!!" berteriak. Sorot mata yang biasa diperlihatkan tajam kini jauh berbeda. Miler terlihat hancur bahkan lebih hancur. Sorot mata itu sendu dan sayu. Petter dapat melihat berapa banyak luka disorot manik Miler yang selama beberapa tahun ini ditanggung Miler sendirian.
"Kau membunuh anaknya, Mil! Sementara musuh utamanya masih hidup!" Petter membuang tatapannya mengarah pada Josh. Pria tua itu tengah melongo dengan manik yang basah.
"KAU MELUKAI PUTRIKU! AKAN KU BUNUH KAU!" Josh berlari meraton mendekati Miler. Dada pria itu memburu dengan nafasnya yang sudah abnormal. Miler menatap tak percaya dengan wajah Josh yang kini berkilat terbakar.
Phill maju ke depan dan mengambil ancang-ancang. Didekatinya istri dari Josh. Phill mengarahkan pistol itu tepat pada dahi istri Josh. Sebagai ancaman.
"SEDIKIT KAU MELANGKAH! NYAWA ISTRIMU JUGA AKAN IKUT MELAYANG!" ancam Phill. Matanya menyorot licik. Sesekali tawa miringnya terpatri.
Josh memundurkan kembali langkahnya perlahan. Tangannya terangkat sebagai intruksi 'menyerah'. Pria itu bahkan membuang senjatanya dan melepas cepat pakaian anti peluru dari tubuhnya.
"Habisi aku! Tapi lepaskan isrtiku!" suaranya bergetar. Sorot pak tua itu terlihat nanar memohon. Sementara anak lelaki yang kisaran berumur 5 tahun itu merengek leluasa. Menyaksikan kekejamam dunia yang harus ia hadapi.
"Jangan lakukan kebodohan, Phill! Lepaskan wanita tua itu! Josh sudah melepaksan pakaian besinya dan menyerah!" ujar Petter. Phill kemudian berdecak.
"Itu bagus! Kita bisa membunuh seluruh anggota keluarganya bukan?!" kilat mata Phill berkobar penuh semangat. Seketika Miler menghadapinya dan menarik tubuh Phill dari belakang. Dibantingnya pistol yang dipegang Phill.
"Sudah ku bilang hanya aku yang memutuskna siapa yang harus terbunuh atau tidak!" satu pukulan dan bogeman tepat bersarang mengenai ujung bibir Phill. Pria itu tersungkur dan berdecak. Memegangi sebelah ujung bibirnya yang terluka.
"Kembalilah, Mil! Waktunya sudah pas. Ayo habisi musuhmu!" suara Petter terdengar memberi intruksi. Miler kini mengabaikan Phill dan kembali pada Josh. Belati yang sudah terlapisi racun mematikan itu kembali diangkatnya tinggi. Langkah miler menggebu mendekat pada Josh. Sontak pria tua itu mengangkat kedua tangannya pasrah.
Suara dering ponsel yang simpan di saku celana Miler nyaring terasa bergetar. Miler hanya mengabaikannya dan tak berniat melihat siapa yang tengah menghubunginya. Pria dengan tubuh tegap tinggi itu semakin maju menepiskan jarak dengan Josh. Semakin langkahnya melebar, semakin jauh pula Josh memundurkan tubuhnya ke belakang. Hingga tanpa sadar sebuah pembatas tebing antara rooftop dan area bawah membentur punggungnya. Josh meringkuk dan memasrahkan dirinya. Sudah saatnya ia menebus dosa atas kesalahannya dulu menjadi pembunuh berantai keluarga 'Stockdale'.
Belati yang tengah dipegang Miler sengaja diayunkan di depan wajah Josh. Memberi aura mengerikan untuk membunuh Josh. Miler memberikan kesan ketakutan yang mendasar.
Drrrreeetttttt! Drrreeeetttttt!
Lagi suara getaran ponsel Miler nyaris menggema. Pria itu mengambil ancang-ancang dan siap menusukan belati itu tepat pada jantung Josh.
Satu….. Dua….. Ti-----
Srettt! Suara desis dari angin yang diakibatkan tangan Miler berhembus. Mengikuti arah lengan itu untuk menuju jantung sang nyawa yang berdosa.
Drrrreeettttt!
Lengan Miler terapung di awang-awang. Mengambang dan tertahan. Hanya sepersekian detik lagi belati itu akan menusuk dadanya. Tiba tiba Miler memilih meraih ponselnya yang sedari tadi terus berdering. Dilihatnya layar ponsel itu. Miler membaca sebuah pesan singkat yang dikirimkan Western padanya.
Pletakkkk!
Ponsel itu terjatuh bersamaan dengan belati yang dipegang Miler. Kedua benda itu saling berdenting bersamaan dengan menimbulkan suara cukup keras. Phill dan Petter saling menatap diam. Seketika Miler tiba-tiba mundur perlahan, berlari meninggalkan rooftop itu.
"HEI?! BUNGGG!"
"MILLLL!" teriak keduanya bersamaan.
-
-
-
-
-
-
-
***To Be Continued***