Happy reading!
Enjoy!
***
Dering ponsel jelas memekakan pendengaran Miler. Pria itu sedikit melek dan melihat layar ponsel yang diletakannya diatas nakas. Melihat jam, sebelum akhirnya melihat panggil berulang yang masuk.
"Ada apa?!" serak Miler bersuara. Terdengar suara Phill yang menyaut disebrang.
"Kau serius? Apa sudah memastikannya? Aku tidak ingin berita itu hanya angin yang tak berguna!"
"…"
"Baiklah! Kita bertemu sekarang di mansion ku!"
Tettt!
Panggilan telpon terputus. Miler meletakkan kembali ponselnya asal di atas nakas. Ia hendak bangkit dan bersiap. Namun pergerakan Bella yang mengguliat pelan membuatnya kembali terhenti. Miler menatap wajah itu dengan datar. Lalu tersenyum dan menggeleng, melihat bagaimana tubuh mungil Bella yang terus mengguliat dalam tidur.
Miler bangkit dan menuju kamar mandi yang juga berada diruangan yang sama. Jam baru menunjukan pukul 6 pagi. hanya tiga jam ia tertidur. Dan Phill sudah menghubunginya untuk memberitahu perihal musuh Ayahnya yang juga terlibat dalam pembunuhan keluarga Miler dulu. Bisa dibilang dia orang ketiga incaran Miler. Dan masih ada orang keempat yang juga akan Miler habisi nyawanya.
Bella mengguliat dan mengucek matanya perlahan. Ia tersadar ia tengah tertidur di ranjang itu. Gadis itu membuka maniknya cepat dan terkejut. Sontak tubuhnya bangkit dan terduduk. Nafasnya kembai terengah-engah.
Selang beberapa lama Miler keluar dengan balutan kemeja dan celana katunnya. Kemeja berwarna hitam pekat dengan lengan yang digulung sampai siku. Miler melihat sekilas Bella yang sudah terbangun. Lalu kembali fokus pada dirinya. Miler hendak melangkah keluar.
"Kau harus bersiap. Bajumu akan diantar oleh pelayan kemari. Kenakan baju itu dan lalu turunlah!" pesan Miler tegas. Tanpa menunggu ia kembali menutup pintu rapat. Meninggalkan lagi Bella yang dilanda seribu kebingungan.
Miler sampai di sofa di ruang tengah. Pelayan di rumah itu sangat cekatan dan lihat. Buktinya sofa yang semalam kotor dan berantakan karena ulah Phill dan Petter kini sudah nampak bersih dan rapi kembali. Miler melihat dan mendapati Petter sudah terduduk disana.
"Phill belum datang?" tanya Miler sembari menyapa. Ia terduduk dan menatap Petter.
Petter merespon dengan menggeleng. "Mungkin sebentar lagi." ujarnya.
"Apa kau percaya ketika dia mengatakan jika ia telah tau dimana keberadan musuh?" lagi tanya Miler.
"Aku hanya akan percaya jika ketika dia sudah menjelaskanya secara detail. Dia hanya berbicara singkat di telpon. Tidak terlalu jelas." argumen Petter. Miler mengedikan bahunya acuh. Tak lama derap langkah seseorang nyaring menggema. Langkah itu terburu dan melebar. Bahkan suara khas dari ketukan sepatu fantopel yang beradu dengan lantai seakan sudah dapat di hafal.
"Hallo, Bung! Sorry, apa aku telat?" Phill mengerutkan dahi.
"Duduklah!" pinta Miler. Pria itu menurut dan langsung memasang wajah serius.
"Ada dua musuh Ayahmu yang sudah terbunuh. Dan tersisa dua musuh lainnya. Sementara mencari kedua orang itu sangatlah susah. Kita sudah mengubrak abrik setiap penjuru dunia dan dia tetap lolos. Tapi setelah melakukan penyelidikan kedua, orang-orang suruhanku memberitau jika salah satu dari dua orang yang masih hidup itu tengah berada di prancis. Dia menjadi pengusaha real estate disana. Aku sudah mencari tau lebih dalam, dan benar. Dia ada disana. Hidupnya tengah tenang tanpa beban." papar Phill. Miler terdiam dan berpikir keras.
"Aku tidak akan membiarkan hidup tenangnya berlangsung lama!" tukas Miler menajam. Sorot matanya kembali memandang Phill dan Petter bergantian.
"Beritahu aku dimana tempat perusahaan real estate itu! Kita akan segera kesana dan menghabisi-----" ucapan Miler menggantung diudara tepat ketika matanya menangkap Bella tengah menuruni tangga dan menujunya. Gadis itu sudah siap dengan balutan dress selutut dengan warna navi yang menjadi warna favorite Miler. Mata Miler terpaku dan menatap fokus ke arah gadis itu yang berjalan dengan menunduk. Sesuatu yang yang belum pernah dirasakannya tengah menghujam dan seakan menyeruak hebat ke dalam relung hatinya. Miler merasa ribuan kupu-kupu tengah berterbangan di dadanya. Menggelitik dan memompa lebih kuat adrenalin jantungnya.
"Kita bicarakan ini nanti!" tutup Miler kemudian. Phill mengernyit dan ikut menoleh ke arah belakang. Menatap Bella yang tengah mendekat ke arah mereka. Pria itu mengangguk dan mengedik acuh.
"Lalu sekarang apa yang akan kau lakukan?" tanya Phill. Miler kembali menatapnya.
"Kita bisa sarapan bersama?" Miler memiringkan kepalanya ke samping. Phill mengangguk dan tersenyum. Begitu pula dengan Petter. Mereka lantas bangkit dan menuju ruang makan di mansion Miler. Sementara Miler sendiri justru menghampiri Bella. Berdiri dihadapannya dan menghentikan langkah gadis itu.
"Kau?" sontak Bella terkejut. Miler tiba-tiba berdiri di hadapanya tanpa berucap.
Bella kembali menundukkan pandangannya menatap lantai dengan gusar. Miler lantas meraih pergelangannya dan menuntunnya menuju meja makan.
Miler menarik kursi disamping kanannya. Melakukannya untuk Bella. Gadis itu terdiam namun tak urung ia terduduk.
Bella memberanikan diri menatap sekitar ruangan itu. Hanya ruangan makan tapi begitu luas dan elegan. Bella merasa ini bukan hanya ruangan biasa, tapi seperti ruangan hotel atau café ternama yang telihat serba ada. Para pelayan dengan sigap berdiri disetiap sisi tepat di belakang kursi meja makan. Sementara sajian yang tertera di atas meja panjang yang diprediksi untuk 14 orang itu sudah terdapat banyak macam sajian eropa dan beberapa minuman beralkohol yang juga dihidangkan disana.
Bella memalingkan tatapannya menatap ke arah pasang mata yang tengah memperhatikannya sedari tadi. Sorot mata itu tersirat seribu ancaman dan hawa yang menusuk tajam. Bella kembali menunduk dan menatap lantai bawah.
"Phill! Bisa kau hentikan tatapan itu? Kau membuatnya takut!" gertak Miler protes. Diteliknya balik manik mata Phill dengan tajam. Pria itu tersadar dan mengedik acuh.
"Dengar! Kau tidak perlu memperdulikan tatapannya! Anggap saja dia sebagai kurcaci yang tidak ada guna!" pesan Miler menatap Bella. Gadis itu mendongak dan menatapnya sendu. Sementara Phil nampak berdecak malas.
"Kau menyamakanku dengan kurcaci, Bung?! Fucking!" tukas Phill mendelik. Ia meraih kasar botol dihadapannnya dan meneguknya kilat tanpa gelas. Sementara Petter yang terduduk di samping pria itu hanya mengembangkan senyum ejekannya berulang kali.
"Hei, Bung!" tekan Phill menyenggol lengan Petter. Tatapannya kembali menajam ke arah pria itu.
Tiba tiba Miler bertepuk sekali dan tak lama beberapa pelayan langsung melakukan tugas mereka. Dengan cekatan dan terampil para pelayan melayani satu orang. Satu pelayan berbanding untuk satu orang.
Hidangan mulai tertuang dan tersaji di masing masing tiap piring keramik putih itu. Miler siap menyantap masakan eropa ke dalam mulutnya. Namun melihat Bella yang hanya terdiam menatapi sajiannya membuatnya urung.
"Kau tidak menyukainya? Aku bisa menggantinya dengan makanan kesukaaanmu." tawar Miler datar. Meski datar tanpa eksperisi namun Phill dan Petter dapat dengan jelas melihat raut perhatian pria itu. Pertama kali dan perdana untuk mereka melihat Miler melontarkan perhatian pada seorang gadis. Terlebih gadis itu belum dikenalnya lama. Hanya gadis asing yang ntah dari mana asalnya.
Bella mendongak dan menggeleng. Ia langsung meraih garfu dan pisaunya. Lalu melahap kilat beef itu. Miler kembali berpaling dan melahap makanannya. Pergerakannya yang teratur dan berkelas membuatnya terlihat lebih rileks dengan wajah tenangnya. Sebelumnya Bella belum melihat tampang Miler yang dapat selembut dan memperhatikannya seperti ini. Tapi melihat wajah santai dan tenang Miler ketika menyantap makanan menjadikan Bella ingin terus menatapinya.
"Ehemm!" Miler berdehem. Ia meraih gelas dan meneguk kilat. Lalu tangannya meraih sapu tangan dan mengusap pelan sudut bibirnya.
"Phill! Pette! Kalian sudah selesai?" tanya Miler. Keduanya mengangguk sarkas.
"Kita akan pergi sekarang!" pimpin Miler tegas. Ia bangkit namun sebelumnya melihat ke arah Bella, lalu beralih pada kepala pelayan bernama Western itu, dan memintanya untuk mendekat.
"Aku titip dia padamu! Beberapa hari mungkin aku tidak akan kembali ke mansion! Layani dia dan lengkapi semua kebutuhannya! Hubungi aku jika terjadi sesuatu! Kau mengerti?! Dan-----jangan biarkan dia melangkah keluar sedikit saja dari mansion ini!" pelayan itu mengangguk patuh dan menunduk dalam. Miler kembali bangkit dan meninggalkan Bella disana.
Belum jauh langkahnya ketika pria itu keluar dari mansion. Bella mendongak dan menatap penasaran. Kakinya hendak menyusul namun tertahan.
"Nona!" Bella menoleh.
"Kau mau kemana?" tanya Western sopan. Bella menatapnya, lalu kembali menatap ke arah pintu utama.
"Mereka mau kemana?" balik bertanya. Wajahnya penasaran dengan tampang khawatir.
"Tuan Miler memiliki misi. Mungkin mereka akan menyelesaikan misinya." tersenyum hangat.
"Boleh aku ikut?" lagi tanya Bella. Western menggeleng dan tersenyum kecewa.
"Maaf. Tapi hal ini bersifat pribadi. Tuan tidak akan mengizinkan anda untuk ikut. Anggap saja ini masalah pria." tuturnya. Bella menarik dan membuang nafasnya lelah.
"Nona! Mari aku antar ke kamarmu." tuntun Western.
"Aku tidak punya kamar." tolak Bella seadanya. Western tersenyum dan menggeleng.
"Maksudku kamar tuan. Tuan memang sudah mengizinkan anda untuk menghuni kamarnya."
"Apa tidak ada kamar lain?" tanya Bella.
"Ada banyak nona. Tapi butuh waktu untuk membersihkannya. Untuk sekarang kau bisa menempati kamar tuan. Mari!" Western merentangkan tangan dan mempersilahkan Bella berjalan di depan. Gadis itu hanya menurut sembari berdecak.
***To Be Continued***
Catatan :
Untuk pelafalan [ Pette ] dibaca [ Pit ]
Mariyuana : Adalah semacam narkotika atau psikotropika yang mengandung tetrahidrokanabinol dan kanabidiol yang membuat pemakainya mengalami euforia.
Euforia : Adalah perasan nyaman, tenang, atau rileks secara berlebihan. Atau juga perasaan senang yang membuat berhalusinasi.