HAPPY READING!
ENJOY!
***
Musik yang berdendang nyaring kian menggema. Terngiang-ngiang memenuhi pendengaran Miler. Mereka sudah berada disana. Ditempat dengan pencahayaan yang redup. Alunan musik dj yang menggema keras memekakan telinga. Cahaya lampu yang berwarna warni itu kian menambah kesan yang membuat kepala semakin berputar pening.
Miler meneguk sarkas gelas dihadapannya yang sudah terisi wine. Diraihnya lagi lintingan narkotika yang berbentuk seperti tembakau itu. Miler meminta korek gas pada seorang wanita yang sedari tadi berdiri melayaninya. Setelah menerimanya ia menekan benda itu. Keluarlah api sedang dari benda berukuran kecil itu, Miler mendekatkannya pada batang tembakau yang di jepitnya di antara bibir bawah dan atasnya. Dihisapnya mariyuana itu dengan sekali hisapan. Miler terpejam. Menikmati nikmatnya sensasi yang ia rasakan kini.
Sepasang telapak tangan menggores dan menyentuh sensual bahunya. Miler terdiam. Ia meresapi dan kembali menghisap benda itu.
"Hentikan!" suaranya menyentak. Bersamaan dengan lengan wanita di belakangnya yang kini dicekalnya kuat.
Miler manarik keras lengan itu hingga si pemilik tangan meringis kesakitan.
"Kau berani menyentuhku? Aku? Heuh" tertawa miring. Dihempasnya kuat lengan wanita itu hingga seluruh tubuhnya terpental menyentuh lantai.
"Pergi kau!" tekan Miler menajam. Ia kembali hendak menghisap mariyuana yang berada diantara jari tengah dan jari telunjuknya. Namun kemudian pergerakannya terhenti ketika dilihatnya seseorang yang dikenalnya membantu wanita itu terbangun.
"Kau gila, bung? Kau bahkan tidak pantas bersikap seperti ini pada wanita. Ayo bangunlah. Aku bersedia kau belai. Jadi menarilah bersama ku." Phill menatap sekilas wajah tegas Miler. Kemudian tersenyum dan menggerakkan alisnya naik turun.
"Boleh aku memilikinya?" bertanya mengejek. Miler berpaling dan kembali tersenyum kecut.
"Menjijikan! Ambil ini!" Miler melempar sarkastik sebuah kunci yang dipegangnya sedari tadi. Menyerahkannya pada Phill.
"Kerja bagus, bung! Akan ku gunakan ini sebaik mungkin!" Phill berucap. Sementara tangannya mengayun dan menggerakkan kunci itu di depan wajahnya. Sesekali ia menatapi wanita yang kini ia rengkuh pinggangnya itu.
"Pergilah bodoh! Beritau aku jika kau sudah bosan!" sindir Miler berdecak. Seketika Phill melotot dan menatapnya penuh penekanan. Lalu beralih melihat ke arah wanita disampingnya. Phill meringis pelan.
"Tentu saja aku tidak akan pernah bosan padamu. Bila perlu akan ku beli kau. Semahal apa pun harga dirimu, aku menyanggupinya!" Phiil berujar bangga. Lalu menatap menantang wajah Miler. Lagi lagi pria yang menghisap mariyuana itu hanya memalingkan tatapannya sembari tersenyum kecut ketika asap dari mariyuana itu kembali dihembuskannya.
"Ayo sayang!" Phill kembali bersuara. Tangannya kini menuntun possessive pinggang wanita itu. Miler menatap dan mengamati kepergian dua insan itu. Bibirnya kembali berdecak.
"Persetan!" pekiknya.
Miler kini kembali terduduk. Lagi, gelas yang sudah terisi wine dihadapannya itu kembali diteguknya. Aroma menenangkan dan memabukan dari minuman itu kembali menyeruak melewati kerongkongannya. Miler kembali terpejam. Hingga suara lemah lembut yang terdengar jelas memasuki telinganya membuat Miler ingin menoleh.
Seorang wanita yang kini berdiri disamping Miler itu tengah menunduk dalam. Tatapannya fokus menatap kaki yang beralaskan sandal biasa itu. Rambutnya terikat satu ke atas. Kulitnya putih mulus dan terlihat sangat segar. Wanita itu terlihat polos dengan hanya mengenakan liptint tipis berwarna pich. Miler terus menatapinya hingga kemudian wanita itu kembali bersuara.
"Seseorang meminta saya mengantar ini pada anda. Bisa saya meletaknnya?" lagi Miler merasa tersentuh dengan suara lembut yang bak hembusan angin itu. Pria itu seketika mengerjap dan tersadar dari lamunannya. Sosok wanita polos nan lugu yang kini berdiri dihadapaoonnya sangat dominan sepeti Ibunya dulu yang begitu lembut dan penyanyang. Betapa Miler mengagumi sosok itu. Terlebih wanita yang berada dihadapannya kini hampir mempunyai sifat yang sama dengan Ibunya.
"Taruh minuman itu!" Miler menunjuk meja bar dihadapannya dengan sorot mata yang tajam. Wanita itu tersenyum samar dan menurut. Menaruh perlahan dua botol wine dengan merk terbaru dan termahal dari club itu.
Sepasang langkah kaki jenjang yang terlihat jelas nampak itu hendak kembali menjauh. Wanita itu baru saja akan pergi setelah menyimpan dua botol wine itu. Namun kemudian pergerakannya terhenti ketika sebuah tangan kekar nan dingin menahan pergelangannya kuat.
Miler mencekal keras dan possessive lengan wanita itu. Dalam sekali tarikan lengan wanita itu ditariknya kuat. Tubuh mungil dan menggemaskannnya jatuh mengenai tubuh Miler. Mereka saling melempar tatapan. Miler yang menelik tajam manik wanita itu dengan membunuh. Mengunci pergerakannya. Sementara wanita itu hanya menatap takut dengan sesekali mengedip awkward.
Miler mengeraskan cekalannya terhadap lengan itu. Rahangnya kembali mengeras kuat. Tatapannya kian membunuh tajam. Seolah menelanjangi tubuh itu dan membuatnya terpaku.
"Siapa kau?!" Miler menekan setiap katanya. Nafasnya memburu namun berirama tenang. Sangat menenangkan.
Wanita itu hanya terdiam ketika sebuah pertanyaan terlontar begitu saja dari mulut seorang Miler. Pria itu terlalu dingin dan agresif. Ia suka membunuh dan membalas semua dendam masalalunya. Memikirkan wanita dan hal lainnya ia anggap tak penting dan hanya sebuah masalah. Ini kali pertama pria dengan hidung mancung dan kelopak tajam itu melontarkan pertayaan pada seorang wnaita.
Kepala gadis itu menggeleng lemah. Kilat matanya sudah membasah menahan perih cekalan Miler terhadap pergelangannya yang kian mengencang.
Melihat wanita itu hanya diam Miler seakan jengah. Ia merasa sudah dipermainkan. Untuk apa Miler bertanya dan membuang waktu bersama wanita tak jelas itu. Sungguh sialan tindakannya itu.
Miler melepas kembali dan menjauhkan tubuh wanita itu yang sempat menyentuh tubuhnya. Ditatapnya lagi dengan tajam manik mata wanita itu. Kini cekalannya beralih dan mencengkram kuat rahang gadis itu. Miler mengetatkan rahangnya bersamaan dengan cengkramananya yang kian menguat.
"Beraninya kau mendiamkanku! Heuh! Kau pikir aku akan diam ketika pertanyaanku hanya menjadi angin lalu? Bodoh! Kau terlalu lugu dan polos. Untuk berbicara saja kau tidak mampu. Lalu untuk apa kau bekerja di club malam seperti ini, jika kau sendiri takut pria mendekatimu?" Miler tergelak keras. Ia membanting kuat rahang gadis itu hingga terpental. Ia menjauhkan diri dan memutar kursi putar itu. Kembali menikmati wine yang selalu menggugah seleranya itu.
"Awwwww!" ringis wanita itu memelankan suaranya. Seakan Tuhan memang membuatnya memiliki suara lemah lembut sehingga tak mampu memekik keras ketika merasakan rasa sakit ditubuhnya.
Miler kembali menoleh dan menatapi wajah teduh itu. Sial! Miler seolah ingin meraih dan mendekatkan kembali tubuhnya dengan tubuh wanita polos itu. Sekeras apapun ia berusaha bersikap biasa dan kasar seperti yang dilakukannya pada wanita yang lain, namun berbeda dengan wanita polos yang masih berdiri dihadapannya itu. Sikap lemah lembut dan suara yang menenangkan itu seolah mengingatkannya pada sosok seorang Ibu yang menjadi kesayangannya. Miler merutuki dirinya sendiri ketika ia bangkit berdiri dan menarik paksa lengan wanita itu untuk mengikutinya.
Miler membanting pelan punggung wanita itu hingga membentur tembok. Ia membawanya pada sebuah rooftop club itu. Menahan pergerakan gadis itu dan kembali menatapinya tajam.
"Aku bertanya untuk yang terakhir kali! Siapa kau?!" memfokuskan tatapannya. Kedua tangannya tersimpan disetiap sisi kepala gadis itu. Mengukungnya untuk tidak melarikan diri sebelum menjawab pertanyaannya.
"SIAPA KAUUU?!!!" bentak Miler menggema. Suaranya yang khas tak hanya terdengar di telinga wanita itu, tapi juga memeka dan mengelilingi seisi club itu. Tangan Miler terkepal dan memukul hebat tembok dihadapannya. Yang dengan otomatis membuat wanita itu merasakan getaran tembok dibelakang tubuhnya.
Matanya terpejam rapat. Dadannya terangkat dengan nafas yang tertahan. Lihatlah, betap lihainya Miler membuat seorang wanita lugu begitu tersentak dan ketakutan.
"Mau bicara atau-----"
"Arabella,"
"Namaku Arabella." pekik wanita itu akhirnya. Miler menghembuskan nafasnya langsung. Perlahan tubuhnya sedikit memberi jarak dengan wanita itu. Senyum kecut kembali terpatri di sudut bibirnya. Kini tangan itu mencekal dagu gadis itu yang masih terpejam rapat. Miler menyentuhnya lembut dan menggoyangkan dagu gadis itu perlahan. Memiringkannya ke kanan dan ke kiri.
"Bisa kau buka mata mu?" ujar Miler mengernyit dalam. Perlahan sepasang bola mata yang teduh penuh kelembutan itu kembali menatap wajahnya. Miler semakin melebarkan senyum senangnya.
"Kau tau? Ini kesalahanmu! Aku tidak pernah tertarik pada wanita sebelumnya. Namun kau----
-----kau benar-benar membuatku menginginkanmu!" Miler mengusap dan menjajah surai lembut yang terikat itu. Perlahan wajah tegas itu mendekat dan menghilangkan celah diantara mereka. Gadis itu kembali terpejam.
"Malam ini kau akan pulang bersamaku! Jadi bersiap dan tinggalkan semua pekerjaan bodohmu! Ingat! Aku tidak suka menunggu!" Miler menekan di akhir kalimat. Kembali wajahnya menjauh dan membantu membuka kelopak mata indah wanita itu.
"Kau-----" Miler menjeda ucapannya. Telunjuknya membelai dan menelusuri setiap jengkal wajah polos itu.
"Aku menginginkanmu! Wajah polos dan lugumu itu membuatmu akan terikat selamanya denganku. Jadi jangan berpikir setelah ini kau bisa bebas!" Miler menghentikan telunjukannya ketika menyentuh bibir ranum gadis itu. Ia kembali tersenyum menjijikan layaknya monster yang menakutkan. Ada banyak seribu sarat dibalik senyum kecut itu.
Hembusan nafas yang abnormal dapat didengar Miler dengan jelas. Ia menelik dengan kepala yang terus menggeleng. Melihat bagaimana ketakutan dan syok-nya Bella setelah ia mengatakan semua hal itu.
Memang benar Miler menginginkan Bella. Gadis lugu yang polos dan terlebih dengan sikap lemah lembutnya yang membuatnya merindukan sosok dan kehadiran sang Ibu dalam hidupnya.
Miler melangkah mundur dan menjauhi wanita itu. Langkahnya keluar dari rooftop dan meninggalkan Bella sendiri. Sedang gadis itu masih terdiam dengan nafas dan tatapan yang membisu.
***To Be Continued***