Happy reading!
Enjoy!
***
Ceklek!
Bella mendongakan kembali pandangannya. Melihat sarkas pintu besar yang menjulang tinggi dihadapannya itu tengah tertutup rapat dan terdengar bunyi pintu di kunci, Bella semakin meringkukkan dirinya cemas. Tangannya memeluk erat tubuhnya sembari seseklai mengusapnya.
***
Miler menuju kembali ke area ruang tengah mansionnya. Ia masih mendapati kedua pria itu terduduk disana dengan santainya. Miler mengambil duduk dan mengeluarkan batang psikotropika dalam kantong celananya. Kembali menghisapnya santai. Kaki jenjangnya menopang pada salah satu kaki lainnya. Tubuhnya bersantai rileks di sandaran sofa. Sementara sebelah tangannya yang kosong nampak terlentang ke samping bersandar di lengan sofa.
"Kalian tidak akan pergi?" selidik Miler dengan angkuhnya. Ia menatap bergantian Phill dan Petter. Nampak kedua pria yang ditatap itu balas menatapnya malas. Terlebih Phill yang masih menunjukan wajah kesalnya.
"Baru kali ini kau mengusir! Ada apa? Ingin bersenang-senang dengan gadis polos itu?" di akhiri gelak tawa. Miler baru saja akan bangkit dan menghantam wajah Phill. Namun terhalang dengan suara Petter yang melantang.
"Man! Kau bisa meredam emosimu dulu. Kau terus saja sensitif jika menyangkut wanita itu. Dengar, kami hanya ingin kau menjelaskannya. Untuk apa kau membawanya ke mansion mu. Padahal tidak seorang pun yang dapat singgah di mansion ini! Bagaimana jika nyawamu terancam?" papar Petter serius. Miler berdecak dan meraih botol wine dihadapannya meneguknya langsung dengan sekali tegukan.
"Kau berpikir gadis lugu sepertinya berbahaya? Ayolah! Sesama mafia saja sudah aku bunuh!" jawab Miler mencibir.
"Bukan itu maksudku. Tapi kau bukanlah orang biasa yang memiliki hidup tenang. Seorang mafia yang memiliki beribu wilayah kekuasaan seperti mu bisa saja terancam kapan saja dan dimana saja. Seorang musuh mengintaimu!" balas Petter.
"Tapi gadis itu bukan bagian dari kawanan mafia. Kau bisa lihat sendiri betapa polos dan lugunya dia. Apa kau percaya jika gadis sepertinya mempunyai tujuan buruk? Atau kalian berpikir seseorang telah mengirimnya? Untuk menghabisiku?!" Miler tersenyum miring dan menggeleng. Lagi dihisapnya dengan tenang mariyuana ditangannya. Phill berdecak kesal, sementara Petter menggeleng lemas.
"Bagaimana jika hal itu terjadi? Bagaimana jika memang ternyata gadis itu suruhan seorang musuh untuk melenyapkanmu perlahan? Apa kau bisa menghindari itu, Mil?" tatapan Petter menajam dan serius. Miler mengangkat kakinya dan kembali menurunkannya. Tidak lagi menopang. Kini tubuhnya menegak menatap serius Petter.
"Itu tidak akan terjadi! Aku yakin dia hanya gadis biasa. Tidak ada sangkut pautnya dengan para musuh yang tengah mengintaiku. Aku percaya padanya-----"
"WOW!" Phill berekspresi terkejut sembari tangannya yang bertepuk beberapa kali.
"Secepat itu kau mempercayai gadis bodoh itu?!"
"PHILLLLL!" Miler bangkit dan mencekal kerah Phill. Menatapnya tajam dengan garis rahang yang sudah nampak jelas. Sementara Phill hanya tersenyum kecut tak peduli. Ini bukan pertama kali kemarahan Miler membludak. Bisa dikatakan Phill dan Petter sudah terbiasa.
"Man, kau bisa sedikit tenang? Dan kau Phill! Berbicaralah sewajarnya!" lerai Petter. Miler menghempaskan kembali tubuh Phill hingga terhuyung di sofa. Ia sendiri kembali duduk ditempatnya.
"Kau harus menjelaskan segalanya! Kenapa kau membawa gadis itu dan apa tujuanmu membawanya kemari! Kita harus tau asal usulnya darimana. Ini untuk keselamatanmu dan nyawa kita! Seseorang yang asing tidak bisa sembarangan masuk ke dalam mansion ini! Aku yakin kau sudah mengerti itu." papar Petter. Miler hanya menunduk berpikir. Memang benar apa yang dikatakan Petter padanya, dan mengenai ketakutan Phill, semua itu juga benar. Beberapa tahun lalu nyawanya dan kedua temannya hampir saja direnggut jika mereka harus mempercayai seorang pelayan yang memohon untuk bekerja di mansion milik Miler. Kala itu Miler mengizinkannya untuk bekerja sebagai pelayan. Dan ternyata pelayan itu hanya berkedok dan bersandiwara. Diwaktu yang tepat dimana Miler sendiri tanpa kedua temannya. Pelayan itu mencoba menusuknya dengan belati beracun. Jika saja kematian masih memihak padanya dan kedua temannya tidak datang tepat waktu, maka sudah habislah nyawanya mati ditangan pelayan itu. Seorang mafia dengan daerah kekuasaan yang sangat beredar dimana-mana seperti Miler tentunya memilik banyak musuh yang berkedok teman. Dan mungkin ketakutan dan kekhawatiran Phill dan Petter hanya tentang itu. Namun ntah mengapa Miler sendiri bisa langsung mempercayai Bella. Gadis polos lugu yang lemah lembut dengan wajah teduhnya seolah telah menghipnotis dan mengalihkan dunianya. Miler tersentuh dengan sikap lembut dan penurut Bella.
"Man?" sapa Petter. Miler mengerjap beberapa kali. Kemudian mematikan batang psikotropika yang terbakar itu dan menaruhnya asal.
"Kau baik baik saja?" lagi tanya Petter. Miler hanya mengangguk mantap.
"Akan ku cari tau siapa dia dan dari mana asalnya. Jika perlu aku akan menyelidikinya langsung. Apa dia orang suruhan musuh atau hanya gadis biasa." tutur Miler. Petter mengangguk sembari tersenyum.
"Kerja bagus!" pekik Petter. Kembali ia menelan wine terakhir di gelasnya.
"Tapi aku masih penasaran kenapa kau membawanya kemari?" celetuk Phill. Kali ini tampangnya lebih tenang. Tidak terlalu menantang.
"Apa aku perlu menjawab itu? Apa itu penting?" balik bertanya.
"Ayolah! Aku hanya ingin mengetahuinya." ujar Phill.
"Kau mungkin bisa menjelaskannya, Mil? Aku juga penasaran kenapa kau nekat membawanya?" tambah Petter. Miler kembali menunduk dalam berpikir. Sebenarnya tidak ada alasan kenapa ia begitu ingin Bella menyinggahi mansionnya. Saat pertama kali melihat gadis itu, Miler hanya teringat akan masa kecilnya yang masih memiliki sosok sang Ibu yang juga selembut dan seramah Bella. Miler merindukan sosok lembut dan penuh pengertian itu. Begitu merindukannya. Mungkin kehadiran Bella membuat Mil berpikir jika gadis itu dapat mengisi kerinduannya pada sosok wanita lembut itu.
"Mil?" Petter kembali bersuara menyadarkan.
"Kau selalu melamun ketika aku bertanya. Ada apa? Kau harus memberitahu kami sekarang!" pukas Petter.
"Aku-----" Phill dan Petter memasang telinga, sigap mendengarkan lanjutan ucapan Miler.
"Ada hal yang tidak perlu kalian tau tentang hidupku. Termasuk tentang kenapa aku membawanya!" tekan Miler berasumsi. Ia kembali bangkit dan berlalu dari sana.
"Dengar! Kalian bisa tetap disini jika memang menginginkannya!" tegas Miler berteriak. Ia kembali melangkah menuju kamarnya.
"Kau lihat itu, Bung?" decak Phill menggeleng.
"Ucapannya seolah-olah kita adalah orang asing. Kesalahan kita adalah terlalu mengkhawatirkannya!" ketus Phill lagi. Pria itu ikut bangkit dan meraih cepat kunci mobilnya di meja.
"Mau kemana?" sergah Petter menahan langkahnya. Phill berbalik dan menatap malas.
"Apa kau pikir kita akan terus menetap disini? Aku juga memiliki mansion. Dan-----akan ku bawa satu wanita ke mansion ku!" mendelik malas.
"Kau serius?" seru Petter.
"Menurutmu?" tersenyum kecut. Phill kembali berlalu. Petter menghembuskan nafas jengah dan mengikuti langkah Phill. Meraih kunci mobil dan berlalu dari sana.
***
Miler membuka kunci kamar dengan cekatan. Didorongnya pintu itu hingga terbuka lebar. Tubuhnya seketika mematung melihat Bella yang sudah terbaring di tepi ranjangnya. Jam sudah menunjukkan pukul 3 dini hari hingga ia tak sadar fajar akan segera datang.
Miler mendekati tubuh gadis yang terpejam dengan tenangnya itu. Disentuhnya lembut pipi mulus nan berseri milik Bella. Miler menepiskan senyum langkanya yang sangat ia jarang tunjukan. Atau bahkan tidak pernah ia tunjukan semenjak kepergian kedua orangtuanya dulu. Senyum manis nan lembut yang mengartikan banyak hal.
Miler meraih dan mengangkat tubuh mungil itu ke tengah ranjang besarnya. Membaringkan kembali Bella disana. Miler menutupi tubuhnya dengan selimut sutra tebal yang sudah bisa diprediksi seberapa lembutnya selimut itu. Pria itu melepas jas dan kemejanya yang terdapat beberapa cipratan darah, dan lalu menggantinya dengan kaos hitam biasa. Setelah mencuci muka dan membersihkan beberapa noda darah ditubuhnya, Miler kembali menuju ranjang dan berbaring disana. Tepat di samping Bella. Pria itu terpejam setelah melihat kembali wajah teduh itu masih terpejam rapat dengan manisnya.
***To Be Continued***