Jihan melepas pelukan itu dan berkata.
" gua gak tau bang harus bagaimana, semenjak kepergian ayah, gua merasa kalau kehidupan gua sudah berubah, bahkan mamahpun mulai meninggalkan gua. Gua merasa kecewa, tapi ketika gua berkelahi, gua merasa sedikit tenang,, gua bisa meluapkan emosi kepada mereka, " jelas jihan.
" lu harus bisa mengendalikannya,, kalau enggak hal itu akan merusak masa depan lu. " rio berkata sambil mengusap air mata jihan.
" yaudah lu gak usah sedih lagi ya, gua mau ke kamar dulu,, jangan lupa tidur.. Dan jangan begadang." ucapnya lagi.
Jihan mengangguk, riopun keluar, jihan masih berdiam di balkon kamar sambil menatap langit yang penuhi bintang-bintang.
Keesokan harinya, jihan sudah bangun dan menuruni tangga.
Ketika sampai di ruang makan ia tidak melihat kakak dan mamahnya, ia hanya melihat bi iyem yang sedang membereskan dapur.
" ekh non jihan udah bangun. Silahkan sarapan dulu non. " bi iyem hanya kerja dari pagi sampai sore saja, karena rumahnya tidak jauh dari kediaman jihan, jadi ia pulang pergi dengan di antar jemput suaminya. " tadi ibu non sudah masak masakan kesukaan non, dan ia berpesan agar non menghabiskan sarapannya. "
Jihan lalu duduk dan mengambil sepiring nasi goreng dengan kecap dan telor setengah matang.
" kak rio kemana. " jihan hanya menanyakan rio sambil menyantap sarapannya
" dia tadi bangun pagi, katanya ada kelas pagi. Nak rio dan ibu pergi bersamaan. " jelas bi iyem.
Bi iyem melanjutkan pekerjaannya, sedangkan jihan sudah menyelesaikan sarapannya lalu pergi kembali kedalam kamar.
Dikamar, jihan mendapati pesan dari temannya bagas.
" han lu di mana,, gua sama anak-anak lagi nongkrong nih di warung nya mpok asmi. "