Waktu hampir malam, Jasmina sedang bersiap-siap mematikan laptopnya. Segara urusan yang berhubungan dengan event Festival seni Lapangan Tanah Merah sudah hampir selesai. Segala urusan administrasi sudah ia email, segala keperluan sudah ia beli secara online, dan ia sudah menyusun rundown dan check list untuk tim sekolahnya. "Acara tinggal minggu depan! SEMANGAT", jeritnya dalam hati.
Jasmina merasa super segar setelah tadi ia sempatkan untuk tidur sore sejam. Biasanya hari Sabtu sore begini akan ia habiskan dengan jogging atau bermain basket di rumah Devon bersama Rania. Tapi hari ini... hari ini... entah kenapa dirasakannya agak berat. Ada yang sedang membenani pikiranya, tapi dia sendiri gak tau apa. Seperti ada rasa gatal di kulitnya, tapi dia ga tau bagian mana yang harus digaruk.
"Jasminaaa!! Makan malaaammmm!", teriak kak Gading dari bawah.
Hemmmm.... akhirnya. Kak Gading tadi udah berpesan kalau hari ini dia masak yang super spesial karena ulang tahun almarhum mama. Ulang tahun kami hanya berjarak 1 minggu saja. Kak Gading hari ini masak ala-ala oriental gitu, masakan kesukaan mama. Karena beliau tidak sanggup membuat kue seperti mama, papa akhirnya memesan kue yang kecil aja. "Biar lu ga kalap makan kue tart mulu", cerewet kak Gading. "Hufff yang penting makan kue ulang taon", gumam Jasmina dalam hati.
Jasmina berjalan gontai menuruni tangga. Tapi kok, ramai sekali dibawah? Ketika akhirnya Jasmina sampai dibawah, ternyata ada Devon dan Rania yang sudah duduk di meja makan. Mereka menyapa Jasmina dengan ramah. Rania menunjuk sekeranjang parsel buah besar yang yang sepertinya ia bawa.
"Jasmina, maap ya kami numpang makan. Tadi sore kak Gading yang undang kami", tutur Devon dengan penuh harap.
"Iya, tapi sori ya Dev, kalo masakan kak Gading kurang enak", seru Jasmina sambil mencibir ke arah kak Gading. Sang Kakak balik mencibir Jasmina.
"Soalnya Devon ini seleranya tinggi banget kak. Bayangin aja selama setahun makan masakan padang 3 kali sehari", canda Jasmina sambil tertawa dan menepuk-nepuk tangannya. Devon kontan menggigit bibirnya, mensipitkan matanya ke arah Jasmina, tanda pura-pura cemberut.
"You know Rania, Jasmina, CANT COOK! Nothing. Even water, burnnnn burrrnnn", ejek kak Gading dengan bahasa Inggris patah-patah. Rania langsung ketawa dan memegang perutnya... hahahahha burnn.... burn.
Sang papa langsung mengeluarkan kue dari kulkas: sebuah black forrest dengan parutan coklat menggila di atas dan di bagian sampingnya. Special request, bagian lapisan tengah diantara 2 cake, diganti dengan butter cream putih, karena Jasmina tidak suka selai stroberi atau bluberi atau selai apapun. Aneh memang.
Kak Gading pun mulai menata beberapa lauk ala ala oriental andalannya ke meja, yang membuat mata Devon dan Rania tidak bisa berkedip. Air liur tidak terbendung. Beberapa minggu ini mereka cuma puas dengan pizza atau makanan pesan antar. Mereka rindu dengan masakan rumah.
Begitu sang papa akan memberikan kata sambutan... tiba-tiba... Ting Nonnggg.... Ting Nongggg.....
Jasmina beranjak untuk membuat pintu pagarnya. Siapakah yang datang? Ketika ia membuka pagarnya, ia melihat sesosok cowok ganteng memakai kemeja putih santai, jaket jeans dan celana jeans panjang yang senada dengan jaketnya. Rambutnya disisir rapi ke belakang dan ia menggunakan parfum yang wanginya ringan. Ringan tapi menggoda. Ia tersenyum manis dan menyerahkan sebuket bunga ukuran sedang ke arah Jasmina. Buket bunga Lily dan mawar Pink!
Jasmina untuk beberapa detik seperti kembali ke mesin waktu. Apakah ini bunga yang ia beli tadi? Kenapa Bagas kembali? Tapi kenapa kemasan, pita dan sususan bunga itu berbeda? Ada apa ini? "Is this real?", gumam Jasmina dalam hati.
"Hai Jasmina, out of the blue, kakak cuma pengen ngasi ini buat kamu", tutur kak Miko dengan lembut.
Hah! Kak Miko! Ini beneran kak Miko? Jasmina tergagap..." Kak... Kak MIko....? Kok tumben kak? Ada apa...? Eh maksudnya... dalam rangka apa?", Jasmina masih tidak percaya, entah kenapa tadi dia sempat berharap itu Bagas!!! Gawat! Tapi ini juga gawat! Kenapa si kakak disini bawa bunga-bunga segala?
"Jasmina! Siapa itu?", tanya kak Gading. Jasmina makin panik. Waduhhhh tambah gawat. Jangan sampe....
"Ooiiiii Miko ya! Masuk Miko! Kita baru aja mau makan malam. Pas banget aku masak banyak banget. Jasmina! Suruh Miko masuk! Cepetan", perintah kak Gading.
Itu tadi... jangan sampe dia masuk. Di dalam lagi rame. Jasmina mencoba mengatur nafasnya, ia antara lemas tapi deg-degan. Ia mempersilahkan kak Miko masuk. Jasmina jalan duluan sambil menggendong buket bunga indah di tangannya.
Ketika ia masuk, kak Gading, papa, Devon dan Rania sudah duduk rapi di meja makan. Mereka serentak menatap Jasmina yang seperti putri Indonesia tanpa mahkota. Bunga apa itu? Mereka mencoba untuk tersenyum menampakkan gigi-gigi mereka. Beberapa detik kemudian kak Miko muncul di belakang Jasmina, dan menyapa semuanya. Rania, Devon dan papa melebarkan mata mereka, tapi masing-masing memberikan ekspresi yang berbeda. Papa tersenyum jahil, Rania tersenyum bingung, dan Devon... Devon... tanpa ekspresi.
"Ehhh nak Miko, Silahkannn... silahkan duduk. Hayo masi muat", papa mempersilahkan duduk. Ia mengambil tempat di sebelah kak Gading. Jasmina kemudian mengambil vas bunga kristal mama dan mulai merangkai bunga dari kak Miko. Papa dan kak Gading menyaksikan dengan terenyuh. Sudah terlalu lama vas kristal itu kosong. Dulu papa rutin membelikan mama bunga, dan sang mama akan menatanya. Rumah menjadi lebih indah. Seperti saat ini. Indah, tapi agak-agak membingungkan juga sih.
Rania berbisik kepada Devon, "Dev, don't tell me. Is the the boy number one?". Devon mengangguk pelan. Rania kontan tertawa kecil dan menepok jidatnya. "Hahahaha it's going to be super interesting!.
Akhirnya mereka berenam melalui makan malam yang super menyenangkan. Jasmina tidak pernah mengingat terakhir kali meja itu penuh dengan makanan dan orang-orang. Selama ini mereka selalu merayakan ultang tahun atau apapun itu bertiga, atau mereka akan makan di luar. Sejak mama meninggal, mereka enggan membuka rumah itu untuk orang lain. Mama lah yang selama ini menjadi tuan rumah, memasakkan makanan untuk para tamu, dan begitu handal dalam dekorasi.
Hari ini, sebuah pencapaian terjadi. Ternyata, bila kita benar-benar move on dari sesuatu, kita bisa kok. Kita cuma perlu niat untuk berubah. Kak Gading dan papa berniat membuat rumah menjadi ceria. Kak Gading berusaha untuk memasak makanan yang dia kuasai, papa berusaha untuk membeli kue yang Jasmina sukai, mereka mengundang tetangga yang kelaparan.
Ternyata, hal sesimpel itu bisa membuat suasana jadi lebih HIDUP. Semua makan dengan lahap, saling bercanda, bercampur antara bahasa Indonesia dan bahasa inggris yang patah-patah. Papa memandang anak-anak nakal itu dengan bangga dan haru. Meriah sekali malam ini.
Kak Miko akhirnya pamit pulang, tapi Jasmina enggan mengantarnya secara eksklusif. Sepertinya kak Miko tadinya ingin membajak Jasmina dan berbicara secara personal. Tapi kak Miko paham ini bukan saat yang tepat. Sia-sia deh sang bunga. "Semoga Jasmina suka dengan bunganya", gumam Miko dalam hati. Jasmina dan papa melambaikan tangan di depan pagar rumah Jasmina dan melihat mobil jeep kak Miko pergi.
Devon dan kak Gading lanjut menonton siaran olahraga di Tivi. Rania berusaha untuk membereskan meja makan walau sudah bolak-balik dilarang oleh kak Gading hihihi. Akhirnya Jasmina dan papa ikut membantu Rania membereskan meja makan. Papa lanjut mencuci piring, sedangkan Rania sudah tidak sabar meminta penjelasan Jasmina soal boy number 1. Tiba-tiba...
Ting nong... ting nong... bel berbunyi lagi. Apakah kak Miko ketinggalan sesuatu?
Jasmina membuka pagar. Ternyata itu Bagas! "Loh Gas, ngapain disini? Uda beres sama Sharon?", tanya Jasmina. Bagas hanya tersenyum. "Masuk dulu yuk! Ada kue tart tu ama masih ada makanan juga", kata Jasmina menyeret tangan Bagas. Bagas pasrah dan ikut masuk bersama Jasmina.
Ketika Bagas masuk, ia melihat pemandangan dua cowok berukuran bongsor sedang berteriak-teriak menyaksikan pertandingan basket. "Oi... kak Gading, Oi, Devon! Serius amat!", tegur Bagas. Kontan kedua cowok itu kaget dan melihat ke arah Bagas.
"Oiiii ngapain jam segini baru dateng! Sono makan Gas", jawab kak Gading. Bagas tersenyum. Devon melambaikan tangannya ke Bagas, tersenyum dan lanjut menonton.
"Bagas, kenalin, ini adiknya Devon. Namanya Rania. Dia ga bisa bahasa indo. Inggris doank. Hayo sapa.", perintah Jasmina sambil mengelap meja makan. Di meja makan tinggal potongan kue tart, nasi goreng seafood, dan pangsit goreng. Tapi yang menjadi pusat perhatian adalah rangkaian bunga di vas kristal yang cantik sekali. Persis di tengah-tengah meja makan. Bagas terkejut melihatnya. Kapan Jasmina membelinya? Perasaan tadi dia cuma beli 1 buket yang persis seperti ini...
"Halo boy number 2. I'm Rania. This flower is beautiful, isn't it? It's from boy number 1", kata Rania santai. Jasmina kaget dan langsung melotot ke arah Rania. RANIAAAAAAA, jeritnya dalam hati. Rania langsung tertawa terbahak-bahak dan lari ke arah Devon. Ia ikut menyaksikan pertandingan basket itu.
Bagas langsung duduk di salah satu kursi meja makan. "Emang bunganya beli dimana?", tanya Bagas curiga.
"Hemm... dari kak Miko. Tadi dia ikutan makan sama kita. Baru aja pulang", jawab Jasmina hati-hati. Bagas kaget, tapi juga ada rasa kecewa.
"Loh ternyata tadi ada acara ya... kok... aku sendiri yang ga diundang?" tanyanya perlahan. Ada perasaan sakit hati, ditinggalkan, di khianati, campur-campur di pikiran dan hati Bagas.
"Wooo enggak, beberan Gas. Tadi tuh kak Gading cuma undang Devon ama Rania. Maklum, tetangga terdekat dan kayaknya mereka super kelaparan. Ya namanya juga orang tuanya diluar negeri. Trus tiba-tiba ajaaaaa, ga diundang, mendadak gitu, kak Miko dateng. Ga tau tuh dalam rangka apa. Ya udah di undang ama papa masuk.... gituu..... jadi ya udah ikutan makan. Tapi sekarang uda pulang kok", Jasmina mencoba menjelaskan.
Bagas terdiam.
"Trus tadi sempeettt gitu mau telfon kamu suruh dateng, tapi aku kan inget, kamu pasti masih... itu.. ngurusin Sharon kan. Aku pikir kalian pasti lanjut makan malam atau apa gitu... jadi aku ga mau ganggu....", jawab Jasmina. Ada nada kesal, cemburu dan kuatir disitu. Bagaimana pun, Bagas kan masih pacarnya...
Bagas terdiam, tapi mulai memakan kue yang sudah disiapkan oleh Jasmina. Begitu juga dengan nasi goreng dan pangsit. Ia meminum air yang sudah disiapkan oleh Jasmina juga. Tapi kenapa suasana jadi hening dan canggung? Suara berisik hanya terdengar dari tivi dan teriakan makhluk yang menontonnya itu. Sesekali Bagas dan Jasmina saling memandang aneh. "Hadeehh kok jadi aneh suasananya", gumam Jasmina.
"Jadi tadi gimana sama Sharon, Gas?"