Sabtu pagi yang cerah, Bagas berjalan mendekati rumah Jasmina. Ia berencana mengajak Jasmina lari pagi. Ia sudah menggunakan setelan pakaian olahraga. Namun di depan rumah Jasmina, terparkir mobil kak Miko.
"Sialan! Keduluan ama kak Miko nih! Tapi tak surut niatnya untuk tetap mendatangi rumah Jasmina. Ketika ia mendekati pagar rumah Jasmina, ternyata kak Miko belum sempat memencet bel rumah Jasmina. Ia juga sudah mengenakan setelan pakaian olahraga lengkap. Sepertinya niat mereka sama.
"Loh kak Miko, ngapain disini? Udah ketemu Jasmina?", tanya Bagas. Kak Miko menggeleng. Akhirnya ia memencet bel rumah Jasmina. Tidak berapa lama, papa Jasmina keluar dari pintu rumah dan membukakan pagar.
"Halo om, saya Miko, saya udah janji sama Jasmina hari ini. Mau bahas band", jelas kak Miko.
"Saya juga om, udah janji sama Jasmina mau lari pagi ama sarapan bareng. Jasminanya uda bangun om?", tanya Bagas ramah.
Papa Jasmina memasang tampang yang super duper bingung. Sambil tersenyum ia mendengarkan dengan seksama cowok-cowok ini. Sampai akhirnya…
"Apa Jasmina ga ngabarin kah? Jasmina sudah berangkat kemaren sore. Abis ujian, dia langsung dianter sama kak Gading ke airport", jawab papa Jasmina.
"HAH? KEMANA OM?", Bagas dan kak Miko kompak bertanya.
"Itu. Sama Devon dan Rania. Jadi mama papa mereka yang tinggal di luar negeri, ada konferensi minyak dan gas gitu di Bali. Jadi sebagai kado ulang tahun untuk Jasmina, mereka ngajak Jasmina untuk liburan bareng mereka di Bali selama libur sekolah ini. Om juga gak tau tuh sampe kapan hihihi. Om bahkan gak tau tuh dia nginep dimana. Mungkin lebih jelasnya, coba aja telfon Jasmina. Apa dia lupa punya janji sama nak Bagas dan Nak Miko?", jawab papa Jasmina lagi.
"It's ok om, nanti saya telfon Jasmina", jawab kak Miko buru-buru pamit tanpa menoleh Bagas. Ia langsung menaiki mobilnya dan ngebut. Sialan Devon!
"Kalo gitu Bagas pulang dulu ya om, salam untuk kak Gading", pamit Bagas. Papa Jasmina mengangguk. Bagas memutar badannya dan melanjutkan joggingnya. Namun ia hanya dapat berjalan sambil berfikir. Ia biasa berjalan dan ngobrol dengan Jasmina seperti ini.
Kenapa gadis itu pergi tanpa pamit dengannya? Bagas benar-benar tidak menyangka. Jasmina sudah memberikan waktu 2 minggu bagi Bagas untuk menjauhinya. Ia Cuma dapat memperhatikan postingan Jasmina di media sosialnya. Ketika ia merayakan ulang tahun di rumahnya, ketika ia merayakan ulang tahun di tempat karaoke, bahkan ketika ia berfoto bersama setelah selesai ujian. Ini sudah 2 minggu, tapi gadis itu malah kabur! Curang banget!
Kehidupan percintaan Bagas dan Sharon ternyata tidak seindah yang Bagas bayangkan. Sharon terus-terusan mengajaknya pergi setelah pulang sekolah. Padahal biasanya Bagas menginginkan minggu yang tenang sebelum ujian. Bahkan ketika ujian pun, Sharon terus menerus mengganggunya. Fokusnya hilang, tiba-tiba ia pesimis semester ini bisa menjadi juara umum lagi.
Entah apa yang berbeda, Bagas merasa tidak bisa berkomunikasi yang baik dengan Sharon. Gadis itu… tidak seperti Jasmina. Walau cantik, sepertinya sangat sulit sekali berdiskusi di level yang sama. Bagas lebih banyak mendengarkan keluh kesah gadis itu, yang melulu soal pertemanannya yang menyebalkan atau barang-barang mewah.
Baru 2 minggu saja, Bagas rasanya sesak. Semakin lama ia merasa ingin melarikan diri saja. Terutama bila ia tidak mau menuruti keinginan Sharon, gadis itu akan tantrum dan marah-marah tidak jelas. Baru pacaran 2 minggu aja begini, bagaimana kalau lanjut jadi istri? Hiiiiii… Bagas tidak berani membayangkannya…
---
Miko menyusuri jalan mengarah ke ruko custer dunia. Sendirian. Sejak pagi, ia tidak menjawab seluruh telfon dari Gianni, begitu juga dengan pesan chat di WA. Dia Cuma ingin sendiri. Sabtu pagi jalanan masih sepi, ia langsung sampai ke tempat tujuan.
Miko langsung mengambil tempat di salah satu café yang menyediakan makan pagi yang apik. Ia memesan satu set pancake, kopi susu dan sebuah cupcake. Ia sudah sering menyendiri kesini. Ada di satu masa, ia ingin mengajak Jasmina kesini. Hanya Jasmina yang pernah terfikir olehnya, dari sekian teman-teman di sekolahnya. Entah kenapa…
Ia memandang keluar jendela café. Beberapa pasangan dan keluarga muda beserta anaknya sudah mulai memasuki kompleks ruko itu. Mereka sepertinya belum mandi, terlihat dari seragam olahraga pagi yang mereka kenakan. Semua kelihatan… sangat bahagia…
Andaikan orangtuanya yang super sibuk dapat sekali saja menemaninya seperti ini. Beberapa kali ia pernah mengajak sang ayah yang tinggal di kompleks ini untuk sarapan bersama. Tapi sang ayah mengaku sibuk. Sibuk dengan keluarga barunya. Ia pernah mengajak sang ibu untuk menemaninya sarapan disini. Tapi sang ibu malas, terlalu jauh dari apartemen mereka. "Deket banget ama rumah ayah dan istri barunya. Ibu males aaaahh", kata sang ibu.
Anak broken home, itulah cap Miko sejak SMP. Sejak kedua orangtuanya memutuskan untuk berpisah. Miko ikut sang ibunda untuk tinggal di apartemen di tengah kota. Dekat dengan kantor sang ibu. Sedangkan sang ayah pindah ke kompleks ini. Sehari-hari, Miko sangat kesepian. Hanya band lah selama ini yang menjadi pelariannya. Menulis lagu, bermain piano, dan manggung bersama bandnya. Hanya disaat seperti itu, Ia bahagia.
Ia juga mencari kebahagiaan dengan para cewek-cewek yang mengaku fansnya. Ia mencoba merasa penting dan dibutuhkan. Namun ia selalu merasa ada ruang yang tetap kosong. Seakan mereka tidak mampu mengisinya dengan benar. Mereka tidak ingin mengetahui sisi Miko yang ini. Mereka hanya menginginkan Miko yang mereka lihat di panggung.
Untuk pertama kalinya, ia melihat ketulusan dan kasih sayang dari seorang Jasmina. Entah kenapa hanya bersama gadis itu, ia merasa nyaman, merasa bisa menjadi dirinya sendiri tanpa perlu di hakimi. Jasmina adalah satu-satunya orang yang mengetahui tentang perceraian kedua orang tuanya dan dia fine aja. Jasmina yang selalu ia ajak cerita bila ia merasa sedih atau kesal dengan keadaannya. Gadis itu pendengar yang baik. Tapi entah kenapa, Miko tidak ingin memilikinya. Apakah ia takut?
Sekarang ia sangat merindukan Jasmina. Merindukan celoteh-celoteh ringannya, merindukan wajahnya yang ngambek ketika di godain, dan matanya yang berbinar ketika ia berusaha mendengarkan keluh kesah kita. Ketika ia tidak bisa menjadi milik Jasmina, kenapa ia tidak boleh menjadi sahabatnya?
Tidak bisakah mereka bersama tanpa rasa cinta yang saling berbalas? Tidak mampukah mereka menepiskan rasa dan bersama-sama saling membantu tanpa prasangka? Haruskah ada ekspektasi untuk saling bersama hanya karena mereka menghabiskan waktu bersama dan saling membutuhkan? Tidak bisakah laki-laki dan perempuan berteman?
Tadinya Miko ingin menghibur Jasmina, karena akhir-akhir ini ia sering melihat postingan Sharon di media sosial. Gadis itu memamerkan Bagas sebagai pacar barunya. Padahal Miko jelas-jelas melihat betapa solidnya hubungan antara Bagas dan Jasmina. Apa yang terjadi? Apakah ini yang menyebabkan Jasmina kabur ke Bali? Untuk menghindari Bagas?
Tapi yang paling mengejutkan Miko adalah, Jasmina pergi menghibur dirinya sendiri, bersama Devon dan Rania. Sudah sedekat apa mereka sampai bisa berlibur bareng begitu? Sampai kapan? Tidak sadar, untuk kesekian kalinya ia membuat puisi untuk seorang Jasmina. Bukan sesuatu yang bisa ia lakukan untuk semua orang…
If Jasmina is a shooting star, she shoots right trough my heart
With her care and tenderness, she wishes to start
She erases sadness and paints happiness like an art
Now that she's gone, she breaks my heart apart
I'm feeling kind a gloomy, feeling kinda sad
I know I did not well, I know I did kinda bad
I pushed her away, nothing good I can add
I understand if she's feeling kinda mad
I wish I can see her pretty face once again,
Seeing her last honest smile, I can't remember when
It had warm my heart, my soul up until then
Deep down, I wish I will always be her men