Sabtu pagi yang begitu Indah. Jasmina terbangun oleh kicauan burung-burung pagi dan deburan ombak yang terdengar dari kamarnya. Jasmina membuka mata dan melihat Rania masih tertidur nyaman. Ia menyampingkan selimutnya dan berjalan ke arah jendela dengan pemandangan Pantai Kandara yang sangat indah. Warna biru laut memantul, kontras sekali dengan bangunan yang bercat putih. Jasmina menatap kolam renang pribadi yang berjarak beberapa meter saja dari tempatnya berdiri. Apakah terlalu pagi untuk berenang?
Ia keluar dari kamarnya dan menuju ruang tengah. Devon sedang berusaha menyelesaikan sarapannya. "Morning Devon, tidurnya nyenyak tuan?", tanya Jasmina jahil. Devon tertawa kecil dan melempar serbet kain ke arah Jasmina. "Cuci muka dulu non!", katanya dengan senyum yang lebih jahil. Mereka berdua mulai membedah paket sarapan untuk 5 orang yang diantarkan pelayan restoran langsung ke kamar. Ingin rasanya Jasmina menghabiskan semuanya.
"Untuk seminggu kedepan, ga usah mikirin diet ya. Nikmati aja semua", pesan Devon. Jasmina mengangguk setuju. Ia menepuk-nepuk pipinya yang sebentar lagi akan menggembul. Devon kontan tidak tahan untuk menusuk pipi itu dengan croissant! Hahahaha mereka tertawa berdua.
Jasmina kembali mengenang momen ketika Rania menunjukkan bukti konfirmasi tiket pesawat yang dibelikan orang tuanya untuk Jasmina ketika ia berulang tahun. Orangtuanya memang berencana untuk menghadiri konferensi di Bali, dan berencana untuk reuni bersama kedua anaknya. Mereka masih membutuhkan beberapa bulan sampai akhirnya bisa benar-benar pindah ke Jakarta.
Yang Jasmina kaget adalah, orang tua Devon memesan villa yang sangat indah agar Devon, Rania dan Jasmina bisa benar-benar bersantai. Mereka sudah mendaftarkan Rania dan Jasmina untuk kelas Yoga dan beberapa paket perawatan di SPA villa tersebut. Ketika orangtua mereka mulai mengikuti konferensi nanti, akan ada sebuah mobil dan seorang supir yang akan bertugas untuk mengantarkan kemanapun anak nakal itu mau. Sebuah liburan "dream come true" bagi Jasmina.
Walaupun ini kali ketiga Jasmina pergi ke Bali, namun ia belum pernah pergi hanya bersama dengan teman-temannya. Selalu bersama kak Gading dan papa. Mereka akan menginap di pusat kota, dan pergi ke tempat-tempat yang biasa di datangi oleh turis domestik. Ini adalah kali pertama Rania dan Devon ke Bali. Selama berminggu-minggu mereka sudah merencanakan pergi ke tempat-tempat yang tidak biasa dan instagramable. Rania tertarik untuk mencoba segala hal yang berbentuk workshop seni, sedangkan Devon sudah merencanakan beberapa sesi surfing. Konon ternyata dia jago surfing.
"Good morning Jasmina, good morning darling", sapa sang Ibu sambil mencium kepala Devon. Sang ayah menyusul di belakangnya. Pasangan Burnwood. Tadi malam merekalah yang menjemput Jasmina, Devon dan Rania di airport. Jasmina sungguh grogi, karena ini kali pertama ia "dititipkan" kepada keluarga lain. Ia kuatir sikapnya tidak pantas. Tapi ternyata keluarga Burnwood adalah orang terpelajar yang sangat terbuka. Selain ramah, mereka juga sangat demokratis terhadap anak-anaknya. Kelihatan mereka berbicara dengan anaknya layaknya seorang teman.
"Jasmina, kita hari ini belum bekerja kok. Jadi kita jalan-jalan berlima ya. Ada tempat yang Jasmina pengen?", tanya sang ibu. Jasmina tersenyum sambil menggeleng. "Terserah tante aja. Aku bisa berenang disitu aja uda hepi bangettt", kata Jasmina malu-malu menunjuk kolam renang yang khusus buat mereka aja. Sang Ibu langsung tertawa.
"It's still too tiring to swim with the fish today. We will go snorkeling tomorrow, Ok Dev?", usul sang ayah. Devon mengangguk-angguk.
"Let's go to the art workshop and galleries. Your mom want to buy some art for our house", usul sang Ayah lagi. Jasmina sangat antusias, dia tersenyum sangat lebar. Ia belum pernah mencoba melakukan hal-hal seni selama di Bali. Rania juga pasti suka banget!
---
Sang ibu mendaftarkan mereka ke paket wisata untuk berwisata kerajinan tangan Bali setengah hari. Rania sangat antusias melihat proses pembuatan kerajinan khas Bali terutama batik tulis di desa Batubulan. Sang pengrajin memperbolehkan Rania mencoba melukis di atas kain batik kecil dan memprosesnya agar bisa dibawa pulang oleh Rania.
Namun antusiasmenya lebih menggila ketika mereka memasuki Desa Celuk Gianyar sangat terkenal sebagai pusat pengerajin perak dan emas dengan desain khas Bali. Sang Ibu memperbolehkan ia memborong beberapa aksosoris seperti cincin, gelang dan liontin. Seperti anak kecil masuk ke toko mainan hihihi.
"Jasmina, ada yang kamu pengen? Tanya Devon. Jasmina menggeleng. Ia melihat sekilas tangan kanannya. Tadinya, ada gelang dari Bagas yang melingkar disitu. Apa aku harus beli sesuatu sebagai kenang-kenangan, gumamnya dalam hati. Ternyata Devon memperhatian.
"Yang ini bagus loh", seru Devon sambil memperlihatkan sebuah gelang rantai yang cantik dengan desain Bali. Sama sekali berbeda dengan yang pernah Bagas berikan.
"Sebuah benda mungkin tidak bisa menggantikan sebuah kehilangan, tapi ia mungkin akan menciptakan kenangan baru. Kamu setuju gak?", tanya Devon.
Jasmina paham. Ia kemudian memilih sebuah desain yang sangat unik. Sesuai dengan kepribadiannya. Sebuah gelang rantai dengan bandul-bandul kecil dengan motif bunga kamboja, daun, yang dipadukan dengan batu onik hitam di sekeiling gelang itu. Ia seakan menunjukkan betapa unik dan orisinilnya, sama seperti Jasmina.
Seketika, Jasmina merasa ia dejavu. Perasaannya kembali ke masa dimana ia membeli bunga untuk dirinya sendiri. Yah, ia membeli kebahagiaannya sendiri. Seakan Devon ingin mengingatkan Jasmina, tidak ada gunanya bersedih untuk hal-hal buruk yang terjadi di masa lalu. Saat ini, ia memiliki keputusan untuk bahagia.
Bagaimana caranya? Carilah hal-hal apa saja yang bisa membuat kamu bahagia, dari hal-hal terkecil, hal besar, sampai hal-hal yang bisa kamu lakukan sekarang. Karena mencari kebahagiaan secepat mungkin, itu sangat penting. Lebih cepat bahagia, lebih baik karena ia akan menular, atau mengundang lebih banyak kebahagiaan lain. Kita juga akan lebih terbiasa untuk menghindari hal-hal yang membuat kita tidak bahagia.
Seperti membeli gelang ini. Ia sedang membeli kebahagiaannya, lebih cepat. Devon tersenyum ke arah Jasmina. "Cantik banget di tangan tuan putri", komentarnya usil sambil menyentuh bandul-bandul gelang yang sudah terpasang di tangan Jasmina. Jasmina tidak tahan untuk tidak tersenyum manis.
Sang ayah dan ibu menyaksikan dari kejauhan. "Seems like someone is in love", komentar sang ayah sambil berbisik kepada sang ibu. Sang ibu mengangguk cepat. "I like her.... very much", katanya tersenyum tulus.
---
Setelah setengah hari mereka habiskan dengan melukis, membuat patung, membatik dan memborong hal-hal yang berbau seni, saatnya bersantai. Mereka segera menuju pantai yang menyajikan sesi surfing. Devon sangat antusias.
Sang ayah dan ibu duduk di cafe terdekat dan mulai membuka laptopnya sambil menikmati kopi di sore hari. Jasmina dan Rania memutuskan untuk duduk sedekat mungkin dengan pantai dan menikmati snack sore dan minuman dingin. Devon segera mengganti bajunya dengan outfit surfing dan memilih-milih papan yang cocok untuknya. Setelah komplit, ia langsung berlari mengejar ombak.
Rania dan Jasmina menatap lautan dan melihat Devon jatuh bangun di atas ombak. Sudah beberapa bulan sejak terakhir Devon surfing, sepertinya dia butuh pemanasan.
"How do you feel now?", tanya Rania. Jasmina tertawa cerah. "This is amazing Rania. I cannot thank you enough. You and your parents are the greatest", puji Jasmina. Rania senang sekali. Ia bolak balik bercerita bahwa selama ini liburan keluarga mereka mulai garing. Bila mereka menginap di villa, Devon enggan sekamar dengannya lagi. Tapi Rania terlalu takut untuk tidur sendiri. Terkadang minat Devon juga berbeda dengannya, sehingga pergi ke tempat-tempat wisata menjadi perdebatan bahkan sebelum liburan itu dimulai.
"But in this holiday, Devon was so happy. He got a room only for himself, and I got you!", kata Rania. "And, somehow, Devon was always ok with my plan. I mean, our plan. It's seems like, whatever with do, as long as Jasmina ok, he's ok", jelas Rania. HAH? Maksudnya? Jasmina menatap Rania dengan wajah kebingungan. Rania tertawa.
Gadis itu gemas, ingin rasanya ia mendorong Jasmina ke arah abangnya. Ia merasa mereka benar-benar cocok bersama. Tapi Rania paham, Jasmina perlu waktu untuk menyembuhkan luka-lukanya. Ia berharap liburan bareng ini bisa mengalihkan fokus Jasmina, dan tentu saja membuat sang abang hepi karena dekat dengan orang yang disukainya.
"I bet this was his best holiday", jelas Rania. Jasmina serius mendengarkan Rania. "Same with me girl. This is also my best holiday", katanya polos. Mereka tertawa dan mulai mencoba menghabiskan makanan ringan dan air kelapa muda yang mereka pesan. Sesekali mereka mengomentari para turis yang berlalu lalang.
Tidak terasa waktu sudah menjadi sangat sore. Akhirnya Devon sudah lelah bermain ombak dan mengarah kembali ke Rania dan Jasmina. Rambutnya yang sudah memanjang tampak basah dan ia sisir ke belakang dengan jari-jari tangannya. Pipinya memerah karena terbakar matahari, hampir semerah bibirnya. Karena basah, alis dan bulu matanya tampak nyata.
Ketika Devon berjalan santai kearah mereka, Jasmina sampai harus melepaskan kaca mata hitamnya. "Devon kah itu?", tanya Jasmina dalam hati. "Sejak kapan dia jadi cakep begini", tanya Jasmina DALAM HATI.
Terus terang, selama ini Jasmina tidak pernah melihat Devon sebagai sosok yang… yaa… mungkin bahkan bukan seorang cowok. Ia tidak bedanya seperti kak Gading. Mau secakep apa mereka, ada rasa hambar bila di dekat mereka. Devon ada di daerah "Family zone".
"Bagi minum donk", pintanya halus kepada Jasmina. Mata tajamnya tiba-tiba terasa begitu mengintimidasi, Jasmina secara refleks melihat kea rah lain. Dengan kecepatan cahaya. Mungkin kalau lebih lama, jantungnya gak kuat. Cowok itu tadi minta minum sama siapa???
"Jasmina, helooo, minum donkkk…", pintanya lagi. Jasmina refleks menatap Devon. Sangkin kagetnya, kaca mata hitam yang sudah ia tenggerkan di atas kepala, jatuh kembali ke batang hidungnya. Jasmina kaget, dan sedetik kemudian ia menjadi cegukan. KOK CEGUKAN?
"Are you ok?", tanya Rania kuatir. Jasmina mengangguk-angguk. "Yes. Yes yes. Drink. You want drink right?", tanya Jasmina sambil menyambar air mineral botol untuk Devon. Cowok itu mengambil dan langsung duduk persis disamping Jasmina. Jasmina masih terus cegukan. Sepertiya tidak akan hilang selama cowok ini duduk disampingnya, bukan?
Cowok ini wangi pantai. Segar sekali. Ada beberapa butiran pasir di pipi dan lehernya. Jasmina tiba-tiba tidak fokus, dan secara refleks (entah dari mana), mencoba membersihkan pasir-pasir yang menempel itu. Hal itu membuat Devon dan Rania kaget.
Tidak tanggung-tanggung, Devon sampai tersedak dan menyemburkan air dari mulutnya…
Dan Jasmina masih juga cegukan…
Next Chapter: Makan malam romantis ala Bali