Hari Minggu siang sudah sewajarnya dihabiskan dengan istirahat dirumah, atau mempersiapkan segala hal sebelum sekolah di mulai. Tapi disinilah Naga Bonar, memakai kemeja biru muda, dengan jas casual berwana biru tua dan celana pajang dengan warna senada. Sepatu kulitnya mengkilap dan rambutnya ia pomade dengan sangat rapi. Dengan wajah khas Sumatra Utara dengan kulit kecoklatan, ia gagah dan tampan.
Ia memegang gelas berisi jus jeruk dan menatap sekeliling restoran hotel bintang 5 yang memiliki pintu lebar menghadap taman yang indah dan kolam renang. Ia kembali menyimpan HP yang sejak tadi ia pegang. Beberapa kali ia mencoba menghubungi sebuah nomor, namun tidak kunjung di angkat. Naga bonar berjalan pelan kearah taman untuk mengambil beberapa snack yang terhidang dengan indah di samping kolam renang.
Tidak ada yang berenang. Hari ini seluruh area restoran, taman dan kolam renang telah di pesan untuk acara gathering alumni Harvard Business School yang ada di Indonesia. Para alumni dan keluarganya memenuhi ruangan. Ada yang sedang makan, berbincang-bincang, sebahagian menari dengan iringan band. Naga Bonar sedang menemani sang ayah, yang bisa berarti banyak hal. Sang ayah sedang mengajari dirinya untuk mencari relasi, atau mencari jodoh. "Lebih gampang bila kita selalu berada di lingkungan yang sama, Naga. Agar bisnis dan kehidupan pribadi bisa gampang diatur", begitu kata sang papa.
"Nagaaaa!", sebuah panggilan dari sebuah suara yang sangat familiar dari belakang Naga. Ia enggan untuk berbalik dan menatap sang pemilik suara itu. Kenapa ia terjebak dalam situasi ini sih? Naga perlahan memutar badannya untuk menyambut sang gadis. Dengan enggan, tentunya.
Gadis itu mengenakan gaun tanpa lengan dengan panjang hanya setengah pahanya. Gaun berwarna merah itu sangat mencolok di Minggu siang ini, apalagi dipadukan dengan rambut panjang ikalnya dengan warna aneka coklat tua dan muda. Ia kelihatan sedikit lebih dewasa dari usianya, apalagi dengan lipstick warna merah menyala, lengkap dengan tas tangan mahal dengan tali rantai. Mata Naga sedikit sakit melihat penampilannya bak Api menyala-nyala.
"Sharon Miles! Kebetulan sekali ya ada adik kelasku disini. By the way kamu tetap adik kelasku ya, jadi panggil aja aku KAK NAGA. Okay?", jelas Naga. Ia melihat ke kiri dan kekanan, mencoba mencari cara untuk melarikan diri. Sepertinya ia mengenal beberapa anak dari alumni Harvard yang lain. ia sudah beberapa kali mengikuti acara-acara seperti ini dan sudah memiliki teman yang cukup akrab.
"Aku kira kamu ga dateng hari ini. Aku cariin kemana-mana", Sharon mulai berbicara dengan nada manja. "Oiya Naga, congratulation yah! Aku denger dari papa kamu uda di terima ya di Harvard! How amazing! Kamu tau kan kalo papa juga nulis surat rekomendasi agar kamu bisa diterima. Kamu tau sendiri donk kalo papa lulusan Harvard Business School", jelas Sharon sambil menggandeng lengan Naga.
Naga tersenyum kecut sambil berusaha melepaskan gandengan Sharon yang melilit lengannya. "Oh gitu ya, thanks banget loh om Miles", jawab Naga pelan. Walaupun Papa Naga Bonar sendiri adalah lulusan Harvard, bahkan saat ini gedung itu dipenuhi oleh lulusan Harvard. Belasan dari mereka adalah teman baik dan memiliki hubungan bisnis yang baik dengan papa Naga. Apa spesialnya papa Sharon saat ini?
"Naga, tunggu aku ya. Dalam setahun aku pasti akan menyusul kamu. Aawwuuu ga sabar dehh akhirnya bisa satu kampus lagi sama kamu", Sharon mulai tersenyum penuh arti dan mulai melompat-lompat dengan sepatu hak tingginya. "Kamu tau kan kalo mama-mama kita udah bicarain kita loh. Mungkin mereka akan suruh kita menikah sebelum aku kuliah di Amerika", Sharon berkata sambil menatap mata Naga dengan super manja.
"Menikah?! Sharon yang bener, kita bahkan belum lulus SMA. Kamu aja belon punya KTP", Naga mulai emosi sambil mencoba tertawa. "Lelucon apa ini? Mama kayaknya bukan orang yang begitu deh", gumam Naga dalam hati.
Naga paham bila orangtuanya ingin ia bergaul dalam lingkungan yang mereka nyaman. Bisnis kelapa sawit dan properti papa lambat laun akan segera ia tangani. Ia ingin Naga memiliki kemampuan sosial yang baik, dan tentu saja pasangan yang juga dapat mendukung bisnis keluarganya. Syukur-syukur bisa malah bergabung dan membuat bisnis keluarga tambah besar.
Selain tumbuh menjadi anak yang tampan, pintar dan tegas memimpin, Naga juga dikenal dengan tabiat rendah hatinya. Alih-alih memilih sekolah swasta mahal, ia lebih memilih masuk ke sekolah negri. Hebat dalam akademis dan memiliki prestasi di bidang olahraga, membuat ia melenggang mulus menjadi ketua OSIS. Begitupun ia menyanggupi keinginan orangtuanya untuk kuliah di Amerika sebagai bekal mengurus bisnis keluarganya.
Tapi setidaknya ia ingin masa kuliahnya bisa ia jalani dengan santai dan tidak harus dihantui dengan desakan calon istri yang disodorkan secara acak seperti ini. Apalagi ternyata yang disodorkan saat ini adalah Sharon Miles, adik kelasnya yang sangat fenomenal.
"Nagaaa, temenin aku makan bentar! Sini!", Sharon menarik Naga untuk duduk di salah satu meja bundar di samping kolam renang. Pemandangan di latar belakang mereka sangat indah. Di meja, telah terjadi 2 piring aneka sushi yang sangat menggugah selera. Sharon dan Naga mulai terlihat berbincang ringan, sambil sesekali Sharon menyentuh lengan atau jari-jari Naga dengan mesra.
Tanpa sadar, ada seorang pelayan Restoran mengambil foto candid pasangan itu. Ia memastikan foto itu terlihat bagus: Sharon tersenyum dengan cantik, sukur-sukur saat itu sang cowok juga menatap mata sang cewek, tangannya menyentuh tangan sang cowok, latar belakang yang indah, dan di ambil berkali-kali. Instruksi itu disampaikan oleh sang Cewek sambil memberikan iphone terbarunya. 15 menit kemudian Sharon mengambil kembali iphone itu sambil menyalamkan uang 200 ribu di tangan sang pelayan. Lumayan.
Sharon langsung memajangkannya di media sosialnya dengan judul: Pertemuan keluarga di hotel 5 Stars Arcade.
Awalnya ia hanya ingin membalas Bagas dengan memanasinya. Siapa yang bilang tidak ada cowok yang lebih hebat dari Bagas? Naga Bonar adalah tangkapan yang sempurna. Tapi setelah dipikir-pikir, Naga memang calon yang benar-benar pantas untuk Sharon. Toh keluarga mereka selama ini sangat dekat. Ayah mereka bahkan tinggal di asrama yang sama selama di Amerika, dan persahabatan mereka terjalin erat setelah mereka kembali ke Indonesia. Beberapa kali bahkan menjalin kerjasama di bisnis, dimana papa Sharon adalah pengusaha logistik sukses.
"Menjadi nyonya Naga Bonar yang sudah pasti kaya raya sepertinya lebih seru daripada menjadi Nyonya Bagas Pramudya yang belum jelas karirnya", guman Sharon puas.
Sementara dirumah Bagas…
Bagas hampir tidak percaya ketika melihat akun media sosial Sharon. Foto yang baru ia pajang entah kenapa membuat hati Bagas terbakar. Ia tau mungkin Sharon sedang mengipasinya dengan memajang foto yang mirip dengan apa yang ia lakukan dengan Jasmina. Tapi bagaimana bila hal ini benar? Bukan saja Sharon mungkin tidak perduli dengan hubungannya dengan Jasmina, tapi ia mungkin akan benar-benar menjadi milik Kak Naga Bonar.
Refleks, Bagas berdiri dan mulai menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Bagaimana ini? Bagas menghadapi dilemma. Apakah ia harus terus dalam misi membuat gadis itu cemburu, atau langsung saja melabraknya dan membuat gadis itu sadar bahwa mungkin Sharon masih menyukai Bagas. Mungkin. Masih. Bagas sekarang ragu. Apakah benar selama ini gadis itu menyukainya?
Sejak Bagas melihat foto yang menggelisahkan itu, tidak sedetikpun ia memikirkan Jasmina. Padahal selama ini, gadis itulah yang sedang menjadi pacarnya. Sedang. Masih. Akan begitu sampai hari perjanjian. Prom night. Apakah ia harusnya tidak membuat perjanjian itu dengan Jasmina?
Sementara di rumah seseorang…
Ia memandangi foto yang baru saja di pajang oleh Sharon. Hatinya remuk redam. Tangannya mengepal, air matanya mulai membendung.
Tapi, siapa dia hingga berhak sedih melihat hal ini? Bukankah hal ini wajar terjadi? Justru akan sangat aneh bila dirinyalah yang ada di dalam foto itu… ia tidak berhak…
Air matanya berlinang. Tepat sebelum ia mematikan HP, sebuah pesan masuk. Ketika ia melihat pengirimnya, ia tidak membukanya, dan langsung mematikan HP. Sejak siang ia menghindari panggilan dan pesan dari orang itu.