Sudah beberapa hari ini Jasmina mencoba bersembunyi dari Bagas dan kak Miko. Ia selalu mencoba untuk berangkat sekolah lebih awal dan bersembunyi di dalam kelas sampai keempat temannya muncul. Ketika istirahat makan siang pun, ia selalu berusaha untuk makan di kelas, dengan atau tanpa para sahabat. Ia akan langsung berlari pulang begitu bel sekolah berdering. Untung saja tidak ada agenda rapat OSIS atau rapat sanggar seni atau rapat apapun yang membutuhkan bantuannya.
Disatu sisi, Bagas juga melakukan hal yang sama. Ia mencoba keras untuk tidak bertemu dengan Sharon dan Jasmina. sesekali ia bisa melihat Jasmina berlari keluar kelas dan langsung menuju gerbang sekolah. Ia juga tidak pernah melihat Jasmina jogging sore atau berkelaran di dekat rumah. Bagas ingin diberi dan memberi ruang. Ruang untuk sebuah penjelasan.
Seperti hari ini, Jasmina langsung berlari keluar sekolah begitu guru memperbolehkan mereka keluar kelas. Ia langsung jalan cepat sambil menundukkan wajahnya ke lantai. Namun tiba-tiba...
"Melamun aja! Ikut aku yuk!", sebuah suara memanggil dan kedua tangan cowok itu menyentak kedua bahu Jasmina dari belakang.
Devon. 'Ihhh bikin kaget aja sihhh. Mau kemana? Tapi abis itu anterin aku pulang yaaaa", Jasmina sangat tertarik. Dia sedang butuh suasana baru.
"Ya iyalaah diantar pulang. Secara rumah kita sebelahan gitu", kata Devon sambil tersenyum jahil dan menggerakkan alisnya naik dan turun berkali-kali. Tapi Jasmina tidak tertawa. Sebaliknya dia langsung meremas lengan Devon dan celingak-celinguk kiri dan kekanan. "Hayo kalo gituuuu, buruan lari ke mobil!", seru Jasmina sambil menyeret Devon ke dalam mobil. Jasmina tidak mau sampai ia terlihat Bagas atau kak Miko. Devon mengikutinya pasrah.
Begitu sampai di mobil, Jasmina kembali mengatur nafasnya sambil membelai bawah lehernya. "Fiiuuhhh selamat" pikirnya. Namun ia tetap berusaha sembunyi sambil melihat kebawah, pura-pura menggosok-gosok sepatunya di karpet mobil. Devon menatap temannya dengan penuh rasa curiga. "Ga ijin dulu ama pak ketua OSIS?".
"Hahh ngapain? Emang dia suami? Emang dia yang ngasi uang belanja? Kita punya kehidupan masing-masing kelessss", jawab Jasmina emosi. Matanya melotot. Devon balas menatapnya dengan melotot tapi mulutnya mau tertawa, "Hahahah santai bu camat, nanya doank. Aku ga mau disangka menculik karyawan orang, hahahha". Jasmina menyesal. Ia ikut tertawa sambil mencubit pangkal lengan Devon.
"Mau kemana kita Dev?", tanya Jasmina. Kalau dipikir-pikir, baru kali ini ia pergi berdua saja dengan Devon.
"Mau jemput Rania, trus mau ngajak dia belanja", jawab Devon santai.
"Belanja muluk! Apa ga meledak tu lemari. Kayaknya kemaren kamu tuh uda borong baju-baju di mall gitu. Apa masih kurang?", tanya Jasmina. Tapi kemudian dia menyesal. Aduhhh, dia kan ga bilang ama Devon kalo dia sempet ngeliat Devon ama Rania di mall.
"Hah? Emang kamu pernah liat aku ama Rania di mall? Hihihihi bukan belanja baju beb. Kita tuh mau beli peralatan dapur gitu. Ya panci, piring, sendok, trus mau ada janji ama orang interior dan landscaper. Pokoknya sebelum mama ama papa dateng sekitar taon depan, semua harus uda beres", jawab Devon santai.
Jasmina heran. Devon masih kelas 11 SMA, tapi dia udah paham sekali hal-hal seperti itu. Jasmina? Bahkan mencuci piring aja belum pernah. Selalu dilakukan oleh kak Gading dan papa. Selalu ada mbak yang dateng 4 jam sehari untuk beres-beres rumah dan masak seadanya. Dessert, makanan diet Jasmina dan makanan istimewa lainnya, disiapkan kak Gading atau ya beli aja pakai aplikasi online. Beli peralatan rumah? Waduh. Ngobrol sama orang interior dan tukang tanaman? Ya ampun gak kepikiran.
"Haahahah jangan terlalu serius Jas, kita uda biasa kok. Namanya papa ama mama kan kerja terus, bahkan mereka secara gantian juga kerja di site dan beberapa hari meninggalkan rumah. Jadi aku ama Jasmina tuh uda biasa ngurus rumah lah. Nyuci, beberes, masak, bahkan belanja ke pasar. Tapi mama papa punya sistem yang bagus, jadi semua ada peraturan, ada list kerjaan, menu makanan, daftar belanjaan, semua di tempel dan di rapatin. Ya rumah kita tuh uda kayak kantor aja".
"Ya ampun sistematis banget ya. Tapi ini kan beda Gas, ini literally, kamu tuh membuka sebuah rumah. Dari yang masih kotor karena udah kosong selama beberapa tahun, sampai harus bisa berfungsi normal. Itu rumahnya lumayan gede loh. Emang kamu ngerti design? Emang kamu ngerti barang-barang dapur yang harus dibeli? Atau tanaman apa yang bagus buat rumah kamu?", tanya Jasmina beruntun.
"Hihihi ya enggak ngertilah. Tapi hari gini Jezz, kita tuh tinggal video call aja ama Mama kan. Pas nyampe, kasi liat tu ama beliau, foto, video, dan lain-lain. Nah dia tinggal tunjuk aja. Ketemu ama mas-mas interior dan Landscaper juga buat konfirmasi doank kok. Mama ama papa tuh udah ngobrol lama ama mereka lewat email, Video call ama email. Aku mah tinggal nyocokin aja. Bayar-bayar juga uda pake online banking kok", jelas Devon.
Hemm... Jasmina mengangguk-angguk. Baru kali ini ia bertemu dengan seseorang selain kak Gading yang hidupnya ternyata berat juga ya hihihi. Tapi setidaknya kak Gading tugasnya ga seberat Devon. Apalagi masih ada papa gini. Sementara Devon selama ini hidup di atas restoran padang sendirian tanpa keluarga. Sekarang dia malah harus bertanggung jawab atas rumah, dan adeknya yang masih duduk di kelas 10. Mulai dari benerin rumah, ngisi rumah, nata rumah, mastiin adeknya makan, sehat dan bisa belajar dengan benar.
Jasmina kembali termenung dan mencoba mengevaluasi hidupnya selama 3 bulan terakhir. Ada di satu hari dimana ia merasa hidupnya sudah berakhir. Beberapa kali ia merasa... patah hati... pada 2 cowok yang berbeda malah. Ia jadi susah makan, susah tidur, males olahraga, males sekolah bahkan! Ia menghindari orang-orang yang tidak penting, dan hidupnya seketika menjadi tidak produktif. Sementara ada orang-orang yang tidak peduli bagaimana kisah cintanya, ia tetap harus bekerja keras agar bisa menghidupi orang lain.
Jasmina menatap Devon salut. Cowok cakep itu mencoba bersiul-siul mengikuti lagu di radio. Baru ia sadari ternyata selama ini Devon bukan sosok Devil kejam seperti yang ia kira. Walau ia ketua tim basket dan ketua bidang olahraga, tidak sekalipun ia sombong dan kasar. Ia cenderung introvert dan pendiam, tapi tidak cuek dan angkuh seperti Bagas. Banyak senyum, ramah, tapi gak berusaha untuk aji mumpung dan tebar persona seperti kak Miko. Walau dia juga banyak fans, tapi sepertinya ia cenderung lari dari para cewek-cewek itu. Jasmina mengira Devon malah pacaran dengan Sharon! Bukankah mereka cocok? Bule dan bule. Kalau benar, alangkah baiknya. Sehingga Bagas bisa...
"Okeeey kita uda sampe. Sekarang tinggal telfon Rania suruh dia keluar", Devon langsung mengambil HP dan memanggil adiknya. Beberapa menit kemudian Rania sudah keluar dari pintu sekolah dan memasuki mobil CRV Devon.
"Jasmine! You are here! Yeayyyy! We are going to shop till we drop today!", celoteh Rania sambil jingkrak-jingkrak di kursinya sehingga mobil Devon seperti mengalami gempa bumi lokal. Devon dan Jasmina cuma bisa tersenyum sambil geleng-geleng kepala melihat tingkah cewek asing ini.
Pertemuan pertama mereka di sebuah Gerai Pizza, dimana mas-mas interior dan mas-mas Landscaper akan datang menemui mereka. Devon langsung memesan pizza ukurang besar dan aneka salad dan Pasta. "Ini buat tuan putri. Salad! Biar makin kurus!", ejek Devon sambil nyengir.
"Ihhh siapa juga yang lagi diet!", Jasmina mencoba membela diri dan mencibirkan lidahnya.
Devon terdiam sejenak, kemudian, "Rania, this girl lost so many kilogram for her boyfriend. Love is wonderful, isn't it? Love is a great motivation to look healthy and pretty.", jelas Devon kepada adiknya sambil tersenyum mengunyah sepotong Pizza. Rania yang sedang minum teh lemon dingin sontak membelalakkan matanya dan tersenyum sumringah. "Really! Wowww! How many did you loose?", tanyanya.
Jasmina menatap Devon kesal, tapi ia butuh pelampiasan untuk menyombongkan dirinya. "9 kilogram but it's not for a boy", jelas Jasmina. Devon tertawa. "No, not for a boy. But 2 boys", katanya sambil tertawa! Jasmina terperanjat! Apakah Devon juga tau soal kak Miko? Sontak Rania makin antusias!!! Sialan Devon!!!
Sukurlah tidak berapa lama para tamu-tamu yang ditunggu Devon akhirnya datang dan mereka berdiskusi di meja sebelah. Tinggal Rania dan Jasmina berdua yang sudah lelah makan. Kok makan aja bisa lelah ya?
"So tell me your relationship with the 2 boys", tanya Rania.
Jasmina terdiam. Selama ini, Jasmina tidak pernah bercerita apa-apa kepada siapa-siapa tentang kehidupan cintanya akhir-akhir ini. Atau lebih tepatnya ia belum pernah membahas kehidupan cintanya kepada siapa-siapa. Kalau ia memutuskan untuk bercerita kepada bule ini, toh tidak ada ruginya kan? Toh mereka tidak satu sekolah. Ia bisa plong karena ia sudah mengeluarkan uneg-unegnya. Siapa tau ternyata cewek ini bisa memberikan saran yang berguna.
"Well, boy number 1. My first love. He said he like me now. But I say NO. Because I have boy number 2. My boyfriend. But then boy number 2, broke up with me, because Girl number 2", jawab Jasmina dengan bahasa inggris yang patah-patah. Ternyata susah ya curhat dengan bahasa inggris, apalagi gak latihan dan tanpa teks hahahahaha. "Now I do not want to loose weight, I don't want to be pretty again, I don't want to see them again", lanjut Jasmina, kali ini dengan tampang agak sedih.
Rania terdiam dan mulai paham. Wajar sih bila sakit hati seseorang bisa membuat demotivasi. "Your life is for you to live. When you have a healthy body, maintain a pretty face, collect amazing clothes dan shoes, it should only for your own happiness. When you feel happy about yourself, you do not have to act happy in the outside. All you have to do is be the best version of you, pursue your dream, sharpen your skill and be happy about it. Sooner or later people can actually see you. See your ability, see your happiness, see the pretty side of you", jelasnya.
Rania juga bercerita, ketika di Dubai ia belajar di sekolah internasional yang berisi siswa-siswi dari berbagai belahan dunia. Ia melihat bahwa standar kecantikan dari tiap negara itu sangat berbeda. Ada yang melihat cewek kurus langsing itu cantik, sementara bagi kultur lain, itu sangat jelek. Ada yang melihat kulit putih bersih bak salju cantik, sementara beberapa kultur melihat kulit sawo matang ala Indonesia sangat-sangat indah. Namun ia jelaskan, pada akhirnya, seorang cewek yang percaya diri dengan dirinya, tubuhnya, dan pintar, adalah yang tercantik. Hari gini, cewek bodoh dan malas gak laku, jelasnya lagi.
Jasmina benar-benar merasa terpukul. Tepatnya tertampar. Benar juga ya. Selama bertahun-tahun ini Jasmina merasa tidak cantik, karena jauh di lubuk hatinya, ia sendirilah yang berkata kalau ia tidak cantik. Jadi memang yang harus ia benahi adalah hatinya, dirinya, dan percaya bahwa ia sekarang sudah cantik. Inside and outside. "If we don't believe that we are beautiful and smart, who will believe and tell us?, tanya Rania lagi. Eh benerr juga ya. Ada gunanya juga punya temen orang luar negeri, gumam Jasmina hihihi.
"Just let me know if you need my help ok?", Rania dengan muka jahil mencolek bahu Jasmina. Hihihi Jasmina menjadi sedikit lebih bersemangat. Ok, besok ia akan mulai dengan kak Miko. Bukankah ia masih menunggu jawaban Jasmina kemaren? Belum kadaluarsa kan? Jasmina ini menunjukkan sisi terbaiknya untuk kak Miko. Siapa tau, kali ini mereka benar-benar bisa bersama.