Chereads / Pacaran Paksa (Dengan Ketua OSIS) / Chapter 42 - BAB 41: Rapat Pentas Seni Tanah Merah

Chapter 42 - BAB 41: Rapat Pentas Seni Tanah Merah

Jasmina mengemas kotak-kotak makanan kecil yang akan dia konsumsi seharian di sekolah. Total ada 8, karena rencananya hari ini dia akan rapat dengan sekolah-sekolah lain untuk acara pentas seni. Kemungkinan rapat bisa sampai sore banget, jadi ia harus siap-siap. Jasmina sudah sarapan, dan akan bersiap-siap berangkat ke sekolah.

"Eh Jaz, tadi malam papasan ama Bagas gak?", tanya kak Gading sambil mencoba menghabiskan makanan penuh protein untuk sarapan. "Tadi malam tuh dia kesini loh, nyariin kamu. Dia kira kamu tuh uda pulang. Ga berapa lama dia pamit, kamu tuh masuk kok!", jelas kak Gading.

"Hah? Enggak ada kok", tiba-tiba Jasmina bergidik. Apa jadinya bila Bagas benar-benar masih ada di luar dan menyaksikan adegan demi adegan tadi malam. Teriakan kak Miko aja mungkin kedengeran dalam radius 5 meter. Pikiran gadis itu kembali menjadi kalut.

"Aku berangkat ya Kak", pamit Jasmina. Ia tidak ingin kak Gading bertanya lebih lanjut soal tadi malam. Kenapa ia pulang dengan cowok lain, kenapa pacarnya bisa nyariin dia dirumah, dan kenapa dia ga tau sama sekali? Hemm… aneh kan?

---

Jam istirahat makan siang telah usai, namun alih-alih kembali ke kelas untuk belajar, Jasmina sedang bersiap-siap di ruangan OSIS. Ia dan Bagas akan pergi ke lapangan Tanah Merah untuk rapat dengan 4 sekolah lainnya. Ia memasukkan laptop OSIS dan beberapa contoh proposal pentas seni yang pernah di adakan di sekolah. Harusnya Sharon juga mengikuti rapat ini sebagai ketua bidang kesenian, tapi , ya begitulah. Ada urusan super penting sepertinya.

Jasmina berjalan menuju parkir, dimana Bagas sudah menunggunya di dalam mobil. Tiba-tiba ia bertabrakan dengan Devon, "Wooowww slow down lady, kalau jalan liat-liat donk biar ga di seruduk ama banteng" tutur Devon bercanda. Kontan Jasmina dan Devon tertawa hihihi. Ada-ada aja.

"Coba aku tebak makan siang kamu hari ini… hemmm Gulai tunjang dan paru goreng???", tanya Jasmina usil. "hahahahaha", mereka berdua mulai tertawa lagi. mentang-mentang anak angkat pemilik restoran Padang, bebas ya milih makan siang apa aja.

"Eh by the way Jas, tadi malam si Bagas jadi ikutan makan gak sama kalian?", tanya Devon.

"Hah, Bagas? Ga tuh. Kenapa? Abis makan ya aku pulang dianter ama kak Miko. Why?, Jasmina penasaran.

"Tadi malam tuh pas aku mau masuk resto, kayaakkkkknya sih yaaaa, KAYAKNYA, aku tuh liat Bagas di depan restoran. Uda ngeliat ke dalam restoran gitu kok. Udah beneran kayak mau masuk. Tapi mukanya serius banget sampe ga sadar aku di samping. Aku juga bingung, kenapa ga aku tegur ya hihihih. Aku cuek aja lagi langsung masuk dan nyapa kalian. Trus lupaaaa banget ngasi tau kalian saat itu juga kalo Bagas diluar", Devon memasang tampang menyesal sambil menggaruk-garuk kepala plontosnya.

HAH???!

Jasmina memasuki mobil mungil Bagas. Cowok itu sedang memonitor grup WA yang baru saja dibuatnya untuk keperluan pentas seni itu. Jasmina mulai mereka-reka apakakah Bagas melihat mereka di restoran padang itu? Apakah benar Bagas ada di sekitar ketika kak Miko "mencurahkan isi hatinya"? Jasmina menatap Bagas beberapa detik. Cowok itu entah sadar atau tidak, tetap tidak bergeming dan tidak menatap balik. "Kita jalan ya", katanya santai. Mobil melaju menuju tempat tujuan. Suasana di dalam mobil senyap.

Peserta rapat telah berkumpul di sebuah ruangan kecil di samping lapangan tanah merah. Mereka adalah perwakilan dari sekolah-sekolah terdekat dari Lapangan Tanah Merah. Umumnya mereka adalah ketua dan sekretaris OSIS seperti halnya Bagas dan Jasmina. SMA Negeri 1001, SMA Negeri percobaan 303, SMA Fatihah, SMA St Lucia, dan Bright Star International High School. Beberapa wajah kelihatan familiar, karena Jasmina pernah bersinggungan pada festival tahun lalu atau mengikuti lomba antar sekolah dengan mereka.

Rapat berjalan lancar, dan Jasmina sibuk mencatat hal-hal yang perlu ia teruskan kepada timnya di sekolah. Tidak terasa waktu rapat telah berakhir, sementara waktu masih menunjukkan pukul 3 sore. Bagas menunggu Jasmina yang masih mengemas laptop dan peralatan tulisnya.

"Hey Bagas! Jadi ketua OSIS juga nih ya Pak Sultan, komentar Abdi, ketua OSIS dari salah SMA 303. Bagas hanya tersenyum kalem. "Sekretarismu ini Jasmina bukan? Yang setim sama pas lomba debat bahasa Inggris tahun lalu?, tanyanya lagi. Bagas mengangguk kalem, lagi. "Wow hebat ya, kayaknya serba bisa nih si kakak. Kakak ini walau chubby tapi manis ya", kelakar Abdi lagi.

Jasmina kontan berdiri setelah menyelesaikan aktifitasnya dan menatap Abdi. Like… really? Bagas ikutan berdiri di samping Jasmina. Ia merangkul bahu gadis itu. "Yang chubby dan manis ini juga pacar ketua OSIS", jawabnya kalem. Nyaris tanpa senyum. Ia langsung menurunkan rangkulan dari bahu Jasmina dan berdiri kaku kembali.

Jantung Jasmina tiba-tiba berdetak lebih kencang, asam lambungnya mendidih. Ia mencoba keras untuk tidak melotot karena kaget. "Apa-apaan sih?", gumamnya dalam hati. Abdi dan sekretarisnya tidak kalah kaget. Mereka tidak bisa menahan untuk tidak melongo, dan berakhir dengan senyum. "Wowww keren banget! Ternyata gak kayak di novel-novel aja ya CEO jatuh cinta sama sekretarisnya. Ternyata di sekolah juga bisa", Abdi masih terus terkikik.

Yang benar aja…

Jarak antara lapangan Tanah Merah menuju rumah tidak sampai 20 menit dengan mobil Bagas, tapi sepertinya cowok itu melaju kendaraannya cukup lambat. Jasmina mulai grogi dengan apa yang harus mereka perbincangkan, karena ini akan menjadi perbincangan terlama sejak mereka selesia kencan. Entah kenapa, ada rasa malu dan grogi yang teramat sangat. Topik mengenai acara festival ini juga sudah ia susun rapi di kepalanya, bila diperlukan

"Jaz.."

"Gas.. ", ternyata mereka berdua memulai percakapan secara bersamaan.

"Eh kamu duluan aja", kata Jasmina. Sebenarnya ia ingin bertanya apakah benar Bagas ada di depan restoran padang pada malam itu, ataupun ia memang mampir kerumah ketika ia belum sampai dirumah. Tapi ia kuatir akan menimbulkan diskusi yang ujungnya gak happy.

"Ehmm, masi suka jogging sore gak?" tanya Bagas. "Aduh kenapa sih, aku sih sebenarnya pengen nanya apa bener dia suka sama kak Miko", gumam Bagas dalam hati.

"Masih kok", sekarang malah 5 kali seminggu. Udah biasa juga. Nih ternyata aku baru tau nih kalo jam tangan aku ini ada step counternya hihihi", Jasmina menunjukkan jam tangan putihnya. "Kak Gading bilang aku dalam sehari harus jalan 10.000 langkah. Kalo belum kesampaian, aku disuruh lari di treadmill ama kak Gading", jelas Jasmina. "Aduh grogi banget deh jawabnya sampe kemana-mana. Bagas, kok kita jadi kaku begini lagi sih?", gumam Jasmina dalam hati.

Semenit… 2 menit… hening. Masing-masing Bagas dan Jasmina larut dalam pemikiran mereka yang dalam.

Bagas: Kok aku rindu ya sama senyum Jasmina. Apa aku belokin aja mobil ini ke restoran pizza terdekat? Biarin aja dietnya berantakan hari ini. Toh dia uda mulai kurusan banget kok! Siapa tau suasana jadi rada cair.

Jasmina: Bagas kayak gunung es gini emang sengaja ya? Padahal kan ga ada siapa-siapa disini ya. Kalo dia mau bebas becanda kayak kemaren juga gak apa-apa kok.

Bagas: Ihhh kok susah banget sih mulai percakapan dengan santai ama Jasmina lagi? Aku tuh grogi, atau apa ya? Padahal ga ada siapa-siapa kok!

Jasmina: Apa karena hari ini ga ada target buat masukin ke media sosial kah? Jadi memang semuanya hanya untuk media sosial? apa semua benar-benar semu?

Bagas: Kenapa juga Jasmina diam aja? Apa dia masih kepikiran sama apa yang kak Miko bilang tadi malam? Apa dia bener-bener mau mutusin aku? Enak aja!

Bagas tiba-tiba memasang tampang marah, sementara Jasmina entah kenapa memasang tampang muram. Ini semua hanya semu… pikirnya Jasmina.

Mereka sudah sampai dirumah Jasmina. Jasmina bersiap-siap akan turun, namun tiba-tiba Bagas memegang tangannya. "Jasmina, tunggu bentar".

"Ada apa Gas?", tanya Jasmina deg-degan.

"Aku… aku… tiba-tiba pengen ke ruko itu", kata Bagas hati-hati. "Maksudnya, aku pengen banget kita bisa punya chemistry dan bersikap seperti saat kita kencan di ruko itu", gumam Bagas dalam hati.

"Maksudnya? Ada yang pengen kamu beli disana?", tanya Jasmina. "Bagas, apa kamu mau kesana lagi? Kalau kita kesana, apakah kamu akan menjadi Bagas pacar idamanku lagi?", harap Jasmina dalam hati.

"Bukan, maksudnya tuh… aku tuh pengen kayak disana lagi!", Jawab Bagas frustasi. Ia tidak bisa mengungkapkan isi hatinya. "Aduh kamu gimana sih! Katanya anak pinter, kok ga paham! Aku tuh pengen kita bisa ngobrol santai dan dekat seperti kita disana! Aku bahagia disana! Biarkan aku bahagia sebentar aja! Aku bahagia kalo sama kamu Jasmin!", Bagas mengutuk dalam hati.

"Kamu mau kita pergi ke tempat yang mirip ruko itu?", tanya Jasmina. Jasmina bingung. Ini kepribadian Bagas yang mana lagi. kok dia jadi ribet begini? "Apa kita masih punya kesempatan untuk kencan seperti itu lagi Gas? Apakah nanti itu hanya untuk kebutuhan media sosial?", gumam Jasmina dalam hati.

Bagas terdiam. Ia frustasi. Tapi ia tertawa lebar "hahahahah ya ampun kamu tuh ternyata lucu juga ya", ia masih tertawa ngikik, yang akhirnya membuat Jasmina tertawa. Akhirnya mereka berdua tertawa tanpa tau aaaaaapa yang lucu. Tapi setidaknya ada yang mencair diantara mereka. Setidaknya hal itu membawa tawa dan senyum Bagas seperti di ruko itu, dan Jasmina juga kelihatan lebih rileks.

"Aku tau kita mungkin baru 2 bulan pacaran Jas. Dan mungkin ini hanya pacaran pura-pura. Dan mungkin hubungan kita gak akan melewati prom night, seperti perjanjian kita", jelas Bagas sambil tersenyum.

Entah kenapa kata-kata Bagas tidak menyakiti Jasmina, gadis itu malah tersenyum. Karena ia merasa, apa yang akan Bagas katakana adalah sesuatu yang melegakan…

"Jujur… aku ga tau kalo kamu ngerasain hal yang sama….jujur nih ya…", Bagas tersenyum malu dan menatap Jasmina. "I was the happiest Sabtu kemaren. I don't know why. Buat ngakuin ini, berat banget buat aku", Bagas berkata sambil mengalihkan tatapannya dari wajah Jasmina dan secepat kilat menghadap kearah sebaliknya. Ia berusaha menyembunyikan senyum malunya. Wajah putihnya mulai memerah. Tangannya memegang erat kemudi, padahal mobil dalam keadaan berhenti.

Jasmina serasa terbang ke atas! Kok bisa? Baru saja kak Miko sang idolanya menyatakan hal yang sama tadi malam. Disini! Di tempat yang sama! Di depan pagar rumah Jasmina. Tapi entah kenapa pernyataan Bagas sangat tulus dan jauh dari rasa egois. Dan ia lebih, MENYUKAINYA. Entah menyukai orangnya, atau kata-kata yang keluar dari mulutnya.

"Maksud aku dengan balik ke ruko itu adalah…", Bagas mencoba menatap kembali wajah Jasmina, sementara Jasmina salah tingkah dan terus menerus menatap sepatunya. "Maksudnya adalah, kalo kita lagi berdua aja, boleh gak kita ngobrol kayak… Sabtu kemaren. Santai aja gitu", jelas Bagas.

Jasmina menggangguk, tapi masih belum berani menatap Bagas. Bagas tidak perduli dan tidak tersinggung walau Jasmina tidak menatapkanya. Setidaknya ia bisa melihat gadis itu tersenyum malu-malu.

Bagas tiba-tiba memegang tangan Jasmina… "Jaz, kalau ternyata kita ga harus putus pas prom night, kamu gak masalah kan?" tanya Bagas sangaaatt lembut.

Jasmina kontan berhenti menatap sepatunya dan menatap mata Bagas. "Maksudnya? Mau putus sebelum itu, atau mereka gak perlu putus walau malam prom night terlewati? Maksudnya? Pacaran pura-pura akan berlanjut, atau mereka akan stop pacaran pura-pura dan pacaran beneran?"

Pertanyaan demi pertanyaan mendominasi kepala Jasmina, tapi ia terlalu gembira untuk bertanya. Ia hanya mengangguk pelan sambil tersenyum manis menatap Bagas. Hatinya bergetar untuk Bagas, apakah tanda ia lebih menyukainya daripada kak Miko?

Bagas memainkan gelang di tangan Jasmina. "Yes, Jasmina adalah milikku", gumam Bagas dalam hati. Entah karena ia memang merasa ingin memiliki, atau karena ia merasa telah menang dari kak Miko.