Chereads / UnHuman / Chapter 34 - #33 - Pengkhianatan & Hukuman

Chapter 34 - #33 - Pengkhianatan & Hukuman

Wilayah Erteral.

Ketika Cartez beranjak keluar dari suatu gedung bangunan, dia melihat langit telah berubah gelap. Gumpalan awan mengalahkan pesona bulan, dan langit malam tampak begitu kelam.

Cartez membawa sebuah jubah untuk dikenakannya, dia berniat menyembunyikan identitas saat sedang keluyuran ke pusat kota. Dia tidak ingin dianggap lalai dalam menjalankan tugas karena membuang-buang waktu berjalan keluar seperti ini.

Suasana kota ini lumayan ramai. Ada banyak penduduk yang masih berkeluyuran, dan berkumpul melakukan kesenangan bersama para wanita. Cartez bisa memaklumi situasi ini, dan dia merasa cukup bahagia bisa melihat pemandangan seperti ini.

Sepersekian menit kemudian, Cartez tiba ke tempat tujuannya. Dia kembali melihat lembaran kertas yang ia bawa, dan merasa terkejut saat menyadari sesuatu.

"Hehh? Yang benar saja!? Tempat yang dimaksud itu ... ini?"

Cartez merasa bingung, dia tidak menyangka bahwa tempat di hadapannya ini adalah suatu Bar.

Triingg ...!

Sepasang pintu kayu yang besar terbuka, bersama suara berdenting dari atas pintu masuk. Cartez memasuki suatu ruangan besar yang memiliki banyak kursi, serta meja melingkar di dalamnya.

Cartez disambut oleh seorang wanita bersurai pirang. Paras cantiknya sangat menggoda, dan setelan maid terbuka yang ia kenakan mendukung gaya seksinya.

"Selamat datang, tuan. Anda ingin memesan sesuatu?" tanya wanita itu. Suaranya bahkan terdengar lembut.

"Tempat ini ... adalah Bar, bukan?" Cartez masih melihat sekitarnya seraya mengatakan itu.

"Benar sekali! Apakah anda baru pernah kemari?"

"Ah, kurasa—"

Perkataan Cartez terhenti saat menyadari adanya seorang pengunjung masuk, dengan mengenakan setelan organisasi sepertinya. Seorang pria berambut hitam itu berjalan dengan gayanya yang tenang. Cartez bisa mengetahui siapa orang itu melalui suatu bekas luka cakaran yang mengering pada kulit belakang lehernya.

"Dia ... Warryson Held, bukan?"

Warryson Held merupakan seorang High Executor sepertinya. Cartez sudah sangat mengenal orang itu, hingga dengan sekilas melihatnya saja dia bisa yakin kalau itu adalah dia. Dan kini, Warryson Held sedang berjalan ke suatu pintu yang tertutupi tenda di pojok ruangan.

"Apa yang dia lakukan kemari?" sambung Cartez dalam benaknya.

"Bagaimana? Ingin memesan sesuatu dari kami? Ada beberapa penawaran minuman baru dari pemilik Bar, mau mencobanya?"

"Hummu! Tolong pesananku dibuatnya selama mungkin saja, aku sedang menunggu seseorang," kata Cartez dengan santai. Dia menyunggingkan senyum kecil sebagai ungkapan senang.

"Baikk! Silakan duduk dulu, tuan." Wanita itu kemudian berjalan menuju ruangan lain.

'Hmm, jadi ... ada ruangan apa di sana?' Cartez menatap ke arah pintu di sisi lain ruangan ini, tempat yang sempat Held masuki barusan.

Cartez berjalan memasuki ruangan sebelah. Tampilan bar ini terbagi menjadi dua ruangan untuk para pengunjung. Dalam ruangan ini, hanya ada sedikit pengunjung, dan kebanyakan dari mereka adalah orang-orang dewasa bertampang seram.

Cartez menemukan pintu yang Held masuki. Pintu tersendiri ini tersembunyi di balik kain tirai. Ketika genggaman tangannya memutar gagang pintu, sebuah ruangan tersembunyi perlahan-lahan terbuka. Suara berderak mengikuti gerakan pintu yang terbuka.

Cartez melangkah masuk ke baliknya, tanpa ada seorangpun pengunjung peduli dan melihat ke arahnya. Mungkin, mereka mengira kalau ruangan itu juga bagian dari Bar, sehingga mereka tidak ingin terlalu memikirkannya.

Cartez melihat adanya serangkaian tong besar berisikan suatu cairan yang memang sengaja diawetkan seseorang. Dia dapat dengan jelas mencium aroma buah yang sedang terawetkan secara baik.

'Baunya enak sekali ....'

Cartez melangkah lebih dalam, dan menyusuri ruangan gelap itu. Tidak ada cahaya apapun di sana, dan satu-satunya sumber penerangan Cartez hanyalah cahaya yang menyusup dari sela-sela dinding ruangan di belakangnya.

"... Tidak ada apapun di sini. Ke mana orang itu pergi? Apa ada semacam pintu tersembunyi lainnya?"

Cartez mencoba melihat-lihat isi ruangan itu, dan dia—

Praaangg ...!

Baru saja Cartez mendengar adanya suara pecahan kaca yang berasal dari suatu tempat di bawah kakinya berpijak. Lantas, Cartez menunduk dan mendekatkan telinganya ke lantai.

Cartez kini bisa mendengar adanya obrolan beberapa orang di suatu tempat. Namun suara itu masih sangat samar.

"Dasar bodoh! Apa yang kau lakukan pada wine-nya! Aghh ... kau merusak botol terbaik yang sudah diberikan tuan Brawnn!"

"Aku tidak sengaja menjatuhkannya, dasar! Lagipula, mengapa kau meletakkannya di pinggir meja begitu? Bukankah itu salahmu."

"Hah!? Kau ini memang bedebah sialan yang tidak bisa mengakui kesalahan, ya!?"

Cartez masih duduk bersimpu, dan telinga kirinya menyentuh lantai. Saat dia sedang mendengarkan obrolan mereka, Cartez tidak sengaja melihat suatu gagang yang tidak biasa, karena pegangan pintu itu menyatu ke papan lantai.

'Ini ... jangan-jangan!?'

Cartez tidak menduga kalau mereka akan menyembunyikan pintu rahasianya dengan cara semencolok ini.

Cartez membuka pintu itu, dan melihat suatu anak tangga yang menuju ke lantai bawah. Cartez berjalan menuruni tangga, dan menemukan suatu lorong koridor gelap yang mirip seperti terowongan bawah tanah. Ada beberapa pintu pada sisi kiri, maupun kanannya, dan satu-satunya penerangan tempat ini hanya berasal dari sebuah obor di dekat suatu pintu. Cartez kemudian menghampiri salah satu pintu tua di sebelah kirinya.

Sekarang Cartez bisa mendengar jelas suatu obrolan mereka dari balik pintu kayu berwarna coklat tua ini.

"Sebaiknya sudahi saja ocehan tidak berguna kalian itu. Jika kalian berdua terlalu berisik begini, orang-orang di atas sana akan sadar akan tempat ini." Suara Warryson Held terdengar halus. Dia menegur kedua rekannya dengan gaya yang santai.

Warryson duduk di suatu kursi, dan tangan kanannya memegang suatu benda berbentuk kubus hitam, dan ia memainkan kubus padat itu dengan melempar-lemparkannya di atas telapak tangannya.

Berada di hadapannya, ada suatu meja panjang berwarna hitam, dan ia meletakkan kedua kakinya ke atas meja. Warryson terlihat begitu santai, tangan kirinya sedang memegang suatu cangkir, dan ia meminum cairan di dalam cangkir kayu itu dengan perlahan-lahan.

Berada di sampingnya Warryson, ada semacam lemari berisikan suatu cairan dalam botol-botol kaca. Meja berwarna hitam mengitari sisinya. Ada seorang pria berambut merah di belakang meja melengkung itu, dan dia mengenakan setelan seragam putih, dan juga celemek berwarna hitam.

Pria berambut merah ini bernama Reid. Dia sedang mengocokkan sebuah botol berisikan cairan putih, dan kemudian menuangkannya ke dalam sebuah cangkir. Aroma minuman itu memiliki bau yang kuat.

"Silakan," ucap si pria berambut merah seraya menyodorkan botol minumannya ke hadapan seorang pria berambut hitam.

Pria berambut hitam ini mengenakan jubah coklat lusuh, dan parasnya terlihat dingin dan tenang. Pria ini bernama Lucash. Dia kemudian menerima minuman dari Reid, dan meminumnya. Selepas itu, dia berkata,

"Ingin memulainya sekarang, Held?"

"Tentu. Kalian pastinya sudah menunggu moment seperti ini, bukan? Bagiku sendiri, aku juga sudah menunggunya. Apakah kalian sudah mempersiapkan semua senjatanya, Reid?"

"Tentu. Fraksiku sudah siap untuk melakukan semuanya," jawab Reid.

Reid merupakan seorang kepala keluarga Ryad, sekaligus bangsawan dari wilayah Austusch.

"Bagaimana denganmu, Dryad. Sebagai seorang bangsawan dari wilayah ini, apakah kau sudah setuju?" tanya Warryson Held.

Ada seorang pria berambut hitam, sedang duduk dengan sisi wajahnya menyentuh meja di hadapannya. Mata putihnya terlihat mengantuk, dan parasnya terlihat malas. Dia duduk di pojokan ruangan sendirian. Ada sebilah pedang yang batang pedangnya terlapisi suatu kain perban, dan dia memegang senjata itu dalam genggaman tangan kanannya.

"Huumm!" Dryad bergumam saja, dan dia terlalu malas buka suara.

Warryson Held kemudian mengalihkan pandangannya, dan menatap ke sebelah Lucash. Ada dua orang pria yang Held anggap paling menyebalkan di ruangan ini. Warryson berkata,

"Bagaimana dengan Douglass bersaudara?"

"Huhh!?" Si pria berambut abu-abu menoleh ke arah Held. Matanya kelihatan melotot, walau itu hanyalah bentuk mata alaminya.

"Maaf, bisa ulangi?" Si pria berambut coklat hanya bengong seraya menanyakan itu.

Warryson mengerutkan sudut matanya, dan dia memiringkan kepalanya ke satu sisi. Dia terlihat tidak senang atas sikap kedua orang ini. Warryson kemudian berkata,

"... Orang bodoh seperti kalian, sebaiknya cukup dengarkan saja."

'D-dia marah!' Suara gugup dalam benak Douglass bersaudara.

Warryson Held mendengus dengan suara napasnya yang tajam. Sorot matanya begitu tenang. Tidak ada ekspresi apapun di sana. Parasnya yang menawan itu terlihat dingin, seolah Warryson Held sengaja menyembunyikan emosi aslinya dari mereka.

"Biar kuperjelas sekali lagi alasanku mau mengumpulkan kalian semua kemari malam ini, tuan-tuan. Sebentar lagi, ras penyihir akan terpecah belah. Mereka mengalami krisis kepercayaan antar satu sama lain, dikarenakan sang tetua saat ini ingin menyerahkan batu pusaka mereka kepada umat manusia."

"Ini bukanlah batu biasa. Seperti yang sudah kalian tahu, pedang sihir milikku ditenagai oleh kristal energi, dan semua kristal itu merupakan salinan dari energi 'batu pusaka' milik mereka. Bisa kalian bayangkan, hanya dengan salinannya saja, kekuatan pedang sihir dapat membelah daratan. Bagaimana jika dengan induk dari kristal energi ini sendiri!? Mungkin saja, kekuatannya setara dengan kehancuran satu benua."

"Semua informasi ini kudapatkan melalui orang yang kuanggap dapat kupercayai. Orang ini, adalah harapan kita menuju masa depan yang lebih baik. Biar kukatakan pada kalian semua. Tujuan utamaku sekarang adalah, menundukkan ras penyihir, dan merebut batu itu dari tangan mereka!"

Warryson Held menjelaskan semua itu dengan suara yang datar. Sesekali emosinya terselip dalam nada bicaranya, namun ekspresi dinginnya tetap tidak berubah.

"Jadi, apa rencanamu, Held?" tanya Reid. Sorot keseriusan terlihat jelas dalam raut wajahnya.

"Aku terpaksa akan mengkhianati mereka. Sebagai gantinya, aku ... akan melindungi umat manusia menggunakan kekuatan batu itu."

"Kau tahu dampaknya, bukan? Held?" Dryad tiba-tiba sudah terbangun. Suaranya begitu halus dan lembut. Dia menatap Warryson dengan sorot mata yang kosong.

"... Benar. Aku akan menanggung semua konsekuensinya," jawab Warryson Held. Dia memejamkan erat matanya.

"Jelaskan padaku, bagaimana caramu mencuri sesuatu yang mereka lindungi itu, Held?" tanya Lucash. Dia baru saja buka suara selepas menikmati minumannya dengan tenang.

"Jika yang dia katakan benar, seharusnya batu itu berada di tangan seorang penyihir bernama, Tenwuu-Ra."

Cartez merasa kaget, hingga matanya membelalak. Dia masih berusaha tenang dengan tetap mendengarkan semua obrolan mereka dari luar.

"Apa rencanamu?" tanya Lucash.

"Kalau kukatakan ini mudah, mungkin sepertinya begitu. Kebetulan sekali, batu itulah yang nantinya datang sendiri kepadaku," jawab Warryson Held.

"Bagaimana bisa?" Lucash melirik Warryson Held, dan sorot matanya berubah dingin.

"Setelah konflik di antara clan mereka sedang berlangsung, sang tetua penyihir mengirimkan suratnya kepada sang kaisar. Dalam surat itu terjelaskan, bahwa Tenwuu, selaku pemegang 'batu pusaka' mereka akan datang untuk melakukan negosiasi. Isi dari negosiasi ini adalah, memutuskan seorang pemegang batu itu selanjutnya. Secara kebetulan, aku dipilih oleh kaisar Ichariuz, untuk ke sana dan mengambilnya."

"Rencanaku adalah, mengambil batu pusaka itu, dan mengakhiri semua konflik antar ras selama ini. Pertama-tama, aku akan menemukan desa ras penyihir yang masih tersembunyi. Kemudian, aku akan menyingkirkan ras penyihir dari dunia, dan juga semua Unhuman yang tersisa. Setelah itu, aku akan—"

Perkataan Warryson Held terpotong saat ia melihat Dryad melemparkan pedang miliknya ke arah pintu masuk ruangan mereka.

Cartez yang ada di luar tersentak kaget, karena melihat ujung pedang seseorang baru saja menembus dinding yang dekat dengan wajahnya. Mata pedang itu hanya meleset beberapa senti saja, dan mata pedangnya berada tepat di atas pangkal hidungnya.

"Apa yang kau lakukan?" sambung Warryson Held. Dia melirik dengan tatapan tajam ke arah Dryad.

Dryad yang tampak melamun hanya menoleh dengan mata malasnya. Dryad lalu berkata,

"Sepertinya, aku baru saja merasakan aura kehadiran seseorang. Aku terlambat menyadarinya ... kurasa ... ini karena aku sedang mabuk."

Alasan Dryad sedari tadi terlihat mengantuk, dan hampir selalu tertidur adalah karena dirinya sedang mabuk. Dryad tidak sadar kalau minuman yang diberikan Reid mengandung alkohol, karena ini kali pertamanya dia ingin mencoba minuman buatan Reid.

"Bukankah melempar pedang seperti itu akan membahayakan seseorang? Bagaimana jika itu tuan Brawnn?" kata Reid dengan suara yang terdengar dingin.

"Tidak bagiku, aku bisa mengetahuinya kalau itu paman Brawnn. Lagian, aku hanya ingin memastikannya. Kurasa juga ... aku salah mengira." Dryad mulai melantur, dan tidak bisa menjaga kesadarannya. Perlahan-lahan dirinya tertidur pulas.

Warryson Held tidak menganggap Dryad melantur, dan dia memercayai kemampuan Dryad dalam merasakan aura keberadaan suatu makhluk melalui sensor matanya. Warryson lalu berjalan keluar, dan memeriksa keadaan di luar.

"Hmm ...."

Warryson Held sama sekali tidak menemukan seseorang. Lorong gelap itu terlihat sepi dan kosong seperti biasanya.

Cartez sudah menghilang dari tempatnya. Dia sudah bersiap-siap akan situasi ini, dengan menyiapkan item sihir perpindahan antar ruang. Dengan cara ini, Cartez bisa melarikan diri tanpa lawan menyadarinya. Namun, item sihir ini hanya dapat sekali pakai, karena terbatas pada energi yang tertampung di dalam itemnya.

Cartez terlambat menyadari satu hal. Dia lupa akan pesanannya di dalam bar tadi. Sementara si wanita yang membawakan minuman milik Cartez hanya bisa kebingungan. Tetapi, salah seorang pengunjung yang mengenakan jubah hitam, bersedia menggantikan minuman itu. Wanita ini sedang duduk di suatu kursi sendirian di dalam bar, dan wanita berparas lembut ini kemudian tersenyum tanpa alasan.