Ekspresi tegang yang terukir di raut wajah Romhean Cartez perlahan memudar, ia masih bergeming menatap tatapan tenang Noir yang hanya tertuju kepadanya. Wanita serba hitam, namun dengan kulit putih pucat yang sangat dingin tanpa menunjukkan ekspresi apapun, itulah yang terpikirkan oleh Cartez ketika memandanginya.
Dalam tenda ini, hanya tersisa mereka berempat yang masih sadar. Sebuah kobaran api tampak menyala, dan tengah membakar suatu sumbu minyak dalam wadah lentera. Hanya lentera ini yang menjadi penerangan mereka sekarang. Berada di belakang meja, Fyierra tengah memandangi lentera itu. Dia menatap kosong ke arah lampu itu, dan senyum menyeringai masih terpampang di wajahnya.
"Hmmm ... hmmm ... hmmm." Fyierra bersenandung dalam gumamannya.
Cartez hanya sekali menoleh ke arah Fyierra, lalu kembali menatap ke arah Noir.
"Romhean Cartez, mungkin pertemuan kita terlalu mendadak untuk bisa kau memercayai orang seperti kami. Namun, apa yang kukatakan di sini adalah keseriusan. Aku sangat ingin membantumu mewujudkan rencanamu itu, Cartez. Apakah kau bersedia menerima kami untuk bergabung ke dalam rencanamu itu?" tanya Noir dengan suara yang halus.
"Sebelum itu ...." Cartez sejenak menundukkan kepalanya. Dia memikirkan kembali tentang keputusannya.
"... Noir, sejauh mana kalian mengetahuinya?" sambung Cartez saat mengangkat wajahnya.
"Semuanya ... jika harus kuceritakan, maka itu berawal dari ...."
Noir mulai menjelaskan semuanya. Sedari Cartez mengetahui adanya keterlibatan Warryson Held, dengan pengkhianatan. Pertemuannya dengan Wenwuu. Serta, ketika dirinya berniat merencanakan hal buruk. Noir mengetahui semua tentang Cartez, seolah dia bisa membaca pikirannya.
Hal ini menyadarkan Cartez, bahwa semua ini memiliki keterikatan. Ada sesuatu yang terjadi, dan dia harus memutuskannya. Walau semua benang ini masih abu-abu, Cartez tetap berniat menjalankan rencana awalnya. Baik jika dirinya sendirian, maupun dengan adanya mereka.
Raut wajah Cartez sempat memucat, keringat dingin menetes dari pelipisnya. Dia meneguk semua liur pahit dalam mulutnya, karena semua tekanan ini mulai memengaruhi pikirannya. Cartez lalu berkata,
"Bahkan kau telah mengetahuinya sejauh itu. Noir ... katakan padaku, apakah menurutmu kita bisa mencapai kedamaian? Apakah saat ini semua orang sudah merasakan yang namanya kedamaian? Kedamaian itu ... apa?"
"Aku tidak bisa memenuhi semua jawaban, atau ekspektasimu dalam menginginkan kedamaian. Namun, jika nantinya dunia ini sudah bisa merasakan kedamaian, itu artinya keinginanmu selama ini telah terwujudkan. Jika kau sudah merasa damai, maka harusnya aku juga merasakannya. Karena bagiku, jika kau masih tersiksa dalam arti kedamaian saat ini, maka semua kedamaian yang kulihat adalah palsu."
Mendengar jawaban Noir, Romhean Cartez merasa kembali debaran jantung yang berdetak cepat dari biasanya. Tanpa dia menyadarinya, air keringat menetes dari mata kanannya, dan berlinang membasahi sisi wajahnya. Cartez menyunggingkan senyum tipis, lalu berkata,
"Itu terdengar menyentuh sekali, Noir. Jika kalian memang ingin mengikuti orang sepertiku, maka aku tidak keberatan."
Noir masih bersikap tenang. Raut wajahnya sama sekali tidak berubah. Namun, sorot matanya seakan sangat terkejut mendengar ucapan Cartez. Dia merasa sangat senang, sehingga tatapannya seolah tersenyum.
"Tuuaaannn! Sudah kuduga! Kalau dia yang bicara, kau pasti mau!" Fyierra melompat-lompat kesenangan. Dia menyunggingkan seringai yang imut.
Fyierra kemudian mencoba mendekap Cartez, namun Cartez dengan cepat menepisnya.
"Jangan melakukan tindakan seperti ingin memeluk seseorang begitu. Lagian, kau ini masih terlihat seperti seorang remaja, dan juga sangat cerewet sekali. Akan tetapi, kau lumayan imut juga ternyata," ucap Cartez dengan suara yang datar. Sementara tangan kanannya tengah mengusap-usapkan rambut Fyierra sebagai gantinya.
Fyierra tampak kesal. Pipi wajahnya menggembung dan memerah. Dia hanya bisa pasrah saat Cartez nengelus kepalanya.
"Huuhmm!"
Sementara itu, Tenwuu-Ra bergeming terkejut setelah mendengar pengakuan singkat tentang rencana Romhean Cartez yang sebenarnya mau melakukan semua ini.
Romhean Cartez telah memutuskan kembali tujuannya datang kemari. Segera, dia berpaling menghadap Tenwuu yang masih tertunduk tak berdaya di lantai. Tak diduga, Cartez menjatuhkan belati miliknya. Tangan kanannya terulur dengan ringannya kepada Tenwuu, kini terlihat sorot penyesalan dalam raut wajahnya. Selama ini, Cartez telah menahan semuanya agar tidak seorangpun mengetahui semua kekesalan dalam hatinya.
"Maaf ...." Suara Cartez terdengar kental dengan emosi.
"Aku sama sekali tidak menginginkan semuanya berakhir seperti ini, tapi hanya pilihan ini yang tersisa bagiku. Kau tidak perlu memaafkan orang sepertiku, Tenwuu. Hanya saja, setidaknya aku ingin meminta maaf kepadamu atas semua perbuatanku sekarang," sambung Cartez.
Cartez mencoba menahan kesedihannya, sehingga sudut matanya berkedut gemetaran.
"Jika aku mengetahui akhirnya yang seperti ini, maka aku juga akan melakukan hal sepertimu, Cartez. Tanpa kau perlu mengatakannya, aku sudah memaafkanmu. Bahkan, pada era manapun semuanya memang sulit untuk bersatu. Beberapa dari kita akan selalu saja memercikkan bara api perpecahan, agar kedua belah pihak tidak pernah bisa saling menyatu."
"Kau benar ...," sahut Cartez dengan datar. Raut wajahnya masih kelihatan murung.
'Tetapi, aku tidak menyangka akan hal ini, jika dari pihak mereka juga akan ada pengkhianatan serupa. Terlebih, mereka sengaja memanfaatkan moment ini untuk keuntungan pihaknya. Apakah ini memang kebetulan?' Benak Tenwuu.
"Jadi, biar kupastikan satu hal, Tenwuu," sambung Cartez. Sorot wajahnya mendadak berubah serius.
"Apa ...?"
"Apakah kau berniat mempertahankan batu itu, dan menentang tujuanku? Ataukah ... kau mau memberikan 'batu pusaka' itu kepadaku tanpa harus saling mempertaruhkan nyawa?" tanya Cartez dengan suaranya yang menekan.
"... Ya ampun. Aku sendiri tidak menginginkan adanya pertumpahan darah di sini. Akan tetapi, aku lumayan dirugikan oleh kalian. Semua rekan-rekanku tewas ... bagaimana caraku mengatakannya? Mungkin, kalian memang harus membayarnya." Tenwuu mengatakannya dengan suara yang terdengar sedingin mungkin.
Cartez membelalak kaget, dan merasa waspada terhadap Tenwuu. Namun, Tenwuu malah tersenyum lembut sesaat kemudian.
"Jangan kaku begitu, seperti yang sudah kubilang, tidak perlu lagi adanya korban dari pihak kita. Aku hanya ingin kau berjanji satu hal kepadaku, Cartez. Tolong selamatkan semua orang. Selamatkan bangsaku dan ras penyihir, dan lindungi mereka." Tenwuu menyunggingkan senyum selembut mungkin setelah mengucapkan suara hatinya.
"... Tentu saja, Tenwuu! Demi menebus semua dosaku, aku akan bersumpah atas jiwa dan ragaku untuk melindungi semuanya."
"Terima kasih, Cartez. Kata-kata itu sudah lebih dari cukup untuk meyakinkanku sekarang. Apakah tuan Wenwuu sudah memberitahumu tentang 'batu pusaka' yang saat ini kujaga? Inti dari materi kekuatan batu ini tersimpan di dalam diriku. Batu pusaka ini bukanlah kekuatan yang berasal dari dunia kita. Juga, batu ini tidak bisa dipegang secara sembarangan. Ini ... buka telapak tanganmu."
Selesai menjelaskan semua itu, Tenwuu menjulurkan tangan kanannya ke arah Cartez, seraya membuka jemarinya yang perlahan meregang. Dari atas telapak tangannya, benih energi berkumpul membentuk pusaran spiral. Setiap benih energi itu, merubah bentuknya menjadi pancaran pendar cahaya berwarna ungu kehitaman. Bagaikan pembentukan awan cosmic, suatu perwujudan nebula mulai terlihat. Perlahan, energi cosmic itu memadatkan wujudnya menjadi sebuah batu kristal berwarna ungu. Uap energi mengitari sisi kristal, dan bergerak layaknya suatu orbit yang mengelilingi inti batunya.
"Ini ...."
Tenwuu dapat menggerakkan batu itu, dan membuatnya mengambang di atas telapak tangannya.
Cartez terkesima akan keindahan batu itu, begitu pun dengan Fyierra. Cartez lantas mencoba memegangnya—
"Tunggu! Jangan kau menyentuhnya, atau tubuhmu akan hancur. Aku akan menciptakan sihir perlindungan pada luarnya agar bisa kau sentuh," sela Tenwuu.
Selepas mengatakan itu, Tenwuu mengangkat tangan kirinya, dan mengukirkan suatu bentuk sihir agung yang dapat menciptakan energi penghalang. Tenwuu menggerakkan jarinya dengan sangat cepat saat melakukan ukiran rune sihirnya. Detik itu, pancaran garis sihir membentuk sangkar emas yang mengelilingi lapisan terluar 'batu pusaka' miliknya.
"Hampir saja ... terima kasih."
'Dengan tidak adanya batu ini lagi di dalam diriku, mulai sekarang aku akan kehilangan lebih dari setengah kekuatanku. Kuharap bayaran yang kudapat akan setimpal untuk menjamin kehidupan yang layak di masa mendatang.' Suara benak Tenwuu.
Ngiiinggg ...!
Noir mendengar dengungan kuat yang memekakkan gendang telinganya, bersama itu penglihatan matanya beralih ke suatu tempat yang memperlihatkan kelompok pasukan berkuda. Noir dapat melihat mereka melalui suatu mata milik seekor burung miliknya, dan dia bisa melihat banyaknya jumlah pasukan berkuda itu dari atas langit. Dan kini, pasukan itu bergerak dengan kecepatan penuh menuju tempat mereka.
"Akhh ...! Mereka datang," lirih Noir seraya memegangi kepalanya.
"Siapa?" tanya Cartez saat menoleh.
"Warryson Held, bersama pasukannya ...."
"Apa mungkin mereka sudah menyadari kepergianku yang meninggalkan kekaisaran? Sial, mereka terlalu cepat!" gerutu Cartez.
"Kalian bertiga pergilah sekarang, biarkan aku yang menghadang di sini dan mengulur waktu untuk kalian," kata Tenwuu sambil menatap mereka.
"Apa maksudmu? Kau juga harus ikut bersama kami!" kata Cartez.
Tenwuu menyunggingkan senyum tipis saat melihat ke arah Cartez. Dia terlihat pasrah, namun saat sama dia seperti merasa sangat lega. Tenwuu kemudian berkata,
"... Jangan khawatirkan aku, Cartez. Aku sudah memilih jalanku sebelum diriku datang kemari. Bukankah kau masih punya tujuan? Lakukanlah, Cartez. Pergilah sekarang ...."
"Apa mungkin kau—"
"Kita harus pergi, tuan ...." Suara Noir begitu lembut dan pelan.
"Tolong jangan mati, Tenwuu. Berjanjilah kau akan menyusul kami!"
"Biarkan aku ikut membantu!" ucap Fyierra, seraya melangkah maju ke samping Tenwuu.
Tenwuu tiba-tiba merentangkan tangan kanannya yang terangkat ke samping. Tenwuu memberi tanda berhenti. Dia kemudian menoleh, seraya berkata,
"Jalanmu masih panjang, bocah psikopat. Cobalah untuk menjadi lebih baik lagi dan belajar yang banyak, pergilah sekarang!"
"Fyierra, kita mundur ...," perintah Noir.
"Ahhh ... baiklah ...." Fyierra merasa kecewa sekali. Padahal dia hanya ingin bersenang-senang.
... ...
Seekor kuda berwarna putih, tampak melaju saat memasuki suatu area hutan. Ini adalah kawasan hutan terluas di wilayah Timur kekaisaran. Pepohonannya begitu tinggi, dan jalanan hutan terlihat begitu gelap. Hanya cahaya bulan yang menerangi perjalanan mereka dalam hutan ini. Berada pada pelana kuda itu, seorang pria berambut hitam sedang memacu tali cambuk kudanya agar semakin berlari kencang.
Pria berambut hitam ini mengenakan setelan seragam abu-abu, lengkap jubah tipis yang menutupi luaran seragamnya. Dia membawa sebilah pedang tidak biasa dalam ikatan tali sabuk pinggulnya. Batang pedangnya menyimpan ukiran batu permata, dan kulit sarungnya berbahan perak. Pria ini bernama Warryson Held, seorang High Executor dari kekaisaran.
Warryson Held terus memacu kudanya demi menyisir jarak antara dirinya dan Romhean Cartez.
Seorang pria berambut hitam, mendekati sisi kiri Warryson Held. Dia adalah Dryad, dengan ciri khas matanya yang sebening kristal kaca berwarna putih. Dryad sedang memantau sesuatu dengan kemampuan mata uniknya. Dryad dapat melihat warna aura keberadaan seseorang, dengan pancaran gelombang warna khusus, karena sejatinya mata Dryad mengalami kerusakan fungsi pada warna, sehingga dia hanya dapat melihat dunia ini melalui warna hitam dan putih.
Meski begitu, matanya Dryad sangat tajam. Dia bahkan memiliki kemampuan berburu di atas rata-rata seorang pemburu normal. Selain matanya, dia mampu menajamkan semua indra tubuhnya ke batasan tertinggi.
"Sebaiknya kita berpencar ... meski terasa samar, aku bisa memastikan kalau itu aura keberadaan Cartez, serta ada dua orang lain yang sedang bersamanya. Ada kemungkinan kalau ia dikawal seorang penyihir," kata Dryad.
"Baiklah. Reid, kau bawa setengah pasukan kita bersamamu menuju perkemahan mereka. Sisanya ikuti aku!" teriak Warryson Held.
"Baik!"
Reid yang mengikuti Held dari sisi kanannya langsung mengangkat tinggi tangan kanannya, ia memberi kode jari kepada para pasukan Executor di belakangnya. Melihat sinyal itu, pasukan mereka mulai membelah barisan dan memisahkan diri ke arah kanan mereka.
...
Derap langkah kuda mengetuk gendang telinga, seiring detak jantung Cartez yang kini berdegup kencang.
Cartez terus memacu tali kendali kudanya, dan langkah kaki kudanya berlari dengan begitu lincah melewati rangkaian akar menjalar, serta rindangnya dahan pohon. Mereka bertiga memotong jalur setapak hutan, dan bergerak menuju perbatasan terluar, tempat terakhir bagi Cartez untuk melarikan diri.
Berada di belakang Cartez, ada Noir yang menunggangi seekor kuda hitam. Dia tidak sendirian, karena ada Fyierra bersamanya dan menunggangi kudanya. Fyierra terlihat bersemangat, senyum seringainya yang lucu tak kunjung memudar dari wajahnya.
Sementara Cartez, hanya terdiam dengan raut wajahnya yang suram. Dia masih memikirkan kembali, apakah keputusannya saat ini sudah benar. Meski tidak sepenuhnya ragu, Cartez hanya merasa bahwa tindakan ini tidak dapat dibenarkan.
'Fhuuu ....'
Cartez sekali mendengus dengan suara napasnya yang tajam. Raut wajahnya sekarang sudah mulai kembali tenang.
Cartez melihat ke arah kantong mantelnya, dan masih memandangi 'batu pusaka' pemberian Tenwuu. Batu itu kini terbungkus oleh perwujudan garis energi sihir, dan membentuk semacam sangkar yang memancarkan pendar cahaya kuning keemasan.
'Aku sama sekali tidak pernah melihat batu seperti ini di manapun.' Suara benak Cartez.
Noir masih memandangi Cartez dengan sorot mata yang kosong. Dia seolah tidak memiliki emosi apapun, dan tidak bisa mengekspresikan wajahnya. Namun, hatinya kini merasa gelisah jika melihat Cartez masih memasang wajah murung. Saat sama, Noir juga harus bersiap akan kedatangan Warryson Held dan kawanannya. Noir dapat melihat pergerakan musuh melalui mata hewan sihir miliknya.
Berada dalam jangkauan jarak menengah, Warryson Held dan kawanannya sudah semakin mendekati Cartez.
"Dryad ... jatuhkan mereka," perintah Warryson Held dengan kesan tenangnya.
Dryad sekali mengangguk. Dia mengangkat naik tubuhnya, selagi melipat kaki kirinya naik ke atas punggung kuda. Dryad dalam posisi setengah berdiri, dengan kaki kirinya sebagai penyeimbang. Segera, dia mengambil suatu busur bercorak ornamen kayu dan tulang. Bersama itu, anak panahnya tengah ia angkat dan mulai membidik.
Dryad menarik napasnya dalam-dalam. Dia berkonsentrasi untuk melakukan tembakan pada titik buta. Dryad menghitung analisa, dan perkiraan jarak dengan mengandalkan pengalamannya dalam memanah target yang jauh, dan tak terlihat secara garis lurus.
'Kena kau ....'
Selepas Dryad menghela napas, dia segera mengangkat busurnya naik, dan mengubah arah bidikan sedikit ke atas. Bersama uap dingin yang mengepul keluar dari mulutnya, Dryad melemaskan jemarinya yang memegang tali busur. Detik itu, panahnya melesat dan menembus dedaunan rindang dengan daya kekuatan mengerikan. Anak panah itu bagaikan meluapkan gelombang kejut, dan membuat rambut Dryad berkibar saat menembakkannya.
Kurang dari dua detik, suatu anak panah muncul dari arah belakang Cartez, dan menargetkan kepalanya.
Noir sudah menyadari serangan ini. Segera, dia merentangkan tangan kanannya naik, dan jemarinya terbuka seperti menyentuh udara. Dari sela jari-jemarinya, luapan debu hitam mengepul keluar dan membentuk gumpalan gas. Anak panah yang akan menembus gas hitam dari Noir, dengan cepat melebur menjadi serbuk kayu.
Dryad tidak hanya menembakkan satu anak panah saja, dua anak panah berikutnya melesat sedetik kemudian, dan menargetkan kepala Noir dan Fyerra.
Menyadari serangan ini, Fyierra malah menyeringai. Segera, Fyierra memutar arah duduknya menghadap ke belakang. Kedua tangannya ia rentangkan naik ke atas, selagi ia menekuk sebagian jemarinya, dan tetap membiarkan jari telunjuknya meregang lurus. Dari ujung jarinya, energi hitam dengan cepat terkumpul, membentuk bola energi hitam yang memadat.
Layaknya sebuah pistol, Fyierra membidik melalui jarinya. Segera, bola energi itu ditembakkan ke arah atas. Sesaat terlepas, bola energi itu meledak dan membentuk pusaran api spiral raksasa berwarna hitam, sehingga kobaran api itu dengan cepat melahap dan membakar apapun dalam jangkauannya.
"Hyahaha!" Gelak tawa Fyierra terdengar puas, dan raut wajahnya begitu bahagia.
Walau berpacu dengan kecepatan serangan panah lawan, Fyierra tidak dapat diremehkan dalam menanggapi serangan berbasis kecepatan.
"Terlalu cepat bagimu untuk senang ... Fyierra. Bersiaplah ... dia masih akan melakukannya," kata Noir dengan suara yang halus.
"Fyierra! Jangan membakar hutannya!" teriak Cartez. Raut wajahnya mendadak berubah kesal.
Sesuai perkataan Noir, deretan anak panah kembali bermunculan dan menjadi semakin banyak.
Fyierra tidak mau kalah. Dia meningkatkan kecepatan serangannya, dan menembaki setiap anak panah tadi secara beruntun.
Ledakan terasa mengguncang tanah dan membakar hutan akibat percikan api yang tersebar.
"Hentikan itu, Fyerra!" teriak Cartez tambah kesal.
"Kenapa, tuan? Ini menyenangkan, hehe ...."
"Kau membakar hutannya! Lihatlah, kalau dibiarkan tempat ini akan segera tandus olehmu!"
"Heeh? Bukankah itu juga nanti akan tumbuh kembali?"
"Jangan gunakan serangan yang bisa merusak lingkungan seperti itu lagi, mengerti!?"
"Ahhh ... tuan, kau menyebalkan ...!" gerutu Fyierra berubah cemberut.
"Hah? Kau mengatakan sesuatu?"
"Bukan apa apa ...."
Noir malah merasa lega karena bisa melihat raut wajah Cartez yang berubah kesal. Dia merasa tidak perlu lagi khawatir, karena kini Cartez tampak lebih berekspresi.
Noir tidak lagi merasakan adanya ancaman akan serangan. Untuk sesaat, situasi mulai mereda.
Ketika Dryad ingin mengambil anak panahnya dari balik tas punggungnya, tas panahnya sudah tidak lagi menyisakan apapun.
Segera, Dryad membuka kancing mantel miliknya, dan memperlihatkan zirah armor tipis di baliknya. Ada suatu kantong wadah yang menyimpan beberapa bilah anak panah khusus, dan itu terpasang bersama armornya. Kedua anak panah itu tampak berbeda, karena mata panahnya terlapisi suatu ukiran 'rune' sihir.
Dryad kini membidik lebih serius. Dia menyadari bahwa lawannya bukanlah orang sembarangan. Dryad menghimpun semua kekuatan fisiknya, dan memperkuat pegangan jemarinya sampai ke batasan tertinggi.
Dryad memejamkan erat matanya, seraya menarik napasnya. Helaan napasnya sangat tenang. Dryad perlahan membuka kelopak matanya, dan sorot keseriusan terlihat jelas pada raut wajahnya. Matanya seakan-akan menyala, dan berubah tajam.
'Mati ...!'
Selepas menggumamkan itu, jemarinya telah melepaskan pegangan tali busurnya. Detik itu juga, kedua anak panahnya melesat jauh lebih cepat dari sebelumnya. Anak panah itu ditembakkan dalam waktu hampir bersamaan.
Salah satu anak panah lawan melesat ke samping Noir, dan Noir menangkap anak panah tersebut dengan tangannya. Mata Noir membelalak kaget, ketika menyadari adanya suatu 'Rune' sihir pada ujung bilahnya. Kurang dari sedetik, anak panah lainnya melesat di hadapan wajahnya Fyierra dan Noir.
"Cartez ...!"