Semenanjung Breggeus.
Langit begitu cerah dan terik, tanpa adanya awan yang menyaring panas hari itu.
Para prajurit berseragam hitam berlari menempuh hamparan tanah gersang yang penuh gundukan tanah hitam, mayat berhamburan dan menjadi pemandangan biasa di sana. Sebuah kepulan asap yang menggumpal tampak menyebar di seberang mereka.
Setiap prajurit itu menembak ke arah kepulan asap, tanpa mereka tahu makhluk apa yang bersembunyi di baliknya. Mereka menarik pelatuk senapan tanpa ragu. Ketegangan terukir pada setiap wajah prajurit, seolah mereka takut akan sesuatu.
Senapan mesiu yang mereka pegang kembali memuntahkan peluru timah panas, bola hitam seukuran kelereng itu melesat dan menyerbu target buta.
Para prajurit tak henti-hentinya melepaskan tembakan. Setiap tembakan yang keluar, akan direspon oleh jeritan serak ataupun auman bengis, mengisyaratkan tembakan mereka mengenai sesuatu.
Ketika itu berlompatan keluar Unhuman yang bentuk tubuhnya terkoyak menjadi monster, mereka melepaskan cakarannya dan mulai melahap kepala siapapun yang berada di dekatnya.
Melihat hal ini, sebuah armada kapal yang sedang berbaris dari tepian laut mulai menyiapkan aba-aba akan menembak. Terdapat puluhan kapal bersenjatakan lengkap pada setiap dek. Setiap kapal itu mengibarkan panjinya yang berlambang kepala singa berwarna emas dan memakai mahkota. Para prajurit awal kapal itu tampak sangat tegang, keringat dingin menetes jatuh dari dagunya.
Salah seorang pria tampak meneropong dari suatu kapal layar terbesar di antara armada itu. Ketika ia melihat pasukan angkatan darat kerajaan di sana telah kewalahan, ia mengangkat tinggi tangan kirinya sebagai bentuk perintah.
Melihat tanda dari sang komodor, wakil kapten kapal lantas berteriak lantang sampai membuat pembuluh darahnya berkumpul di sekitar lehernya.
"Tembaaaaaak!"
Gema suaranya tersampaikan masuk ke setiap telinga prajurit awak kapal armada laut.
Detik itu gema dentuman terdengar dan memecah suasana tegang. Semua orang menutup telinga ketika senjata besi beroda itu terdorong mundur ke belakang dan memuntahkan peluru padat ke arah daratan.
Setiap prajurit di daratan menyaksikan Unhuman liar di depan mereka dihujani peluru yang mendadak berjatuhan dari langit.
Sementara itu, salah seorang prajurit tetap berdiri kukuh di antara hujan peluru yang sedang berlangsung. Ia menekuk salah satu kakinya ke tanah, dan membiarkan matanya tetap membidik ke depan. Senapan mesiu yang ia pegang tiba-tiba bergetar, bersama itu tubuh dan tanahnya ikut bergegar hebat.
"Apa ini?" Saat ia mengatakan itu, sebuah bayangan hitam tampak muncul dari dalam kepulan asap.
Setelah merasakan bahaya ini, ia berlari menuju ke sebuah galian parit yang berjarak dekat dengan tempatnya berada, setelahnya ia melompat masuk ke bawah sana. Dia tak sengaja menemukan galian parit besar setinggi dua meter yang memiliki bentuk rute jalan berkelok ini.
Saat ia tengah meringkuk di atas tanah, tempatnya berada seketika berubah gelap, bebatuan kerikil berjatuhan dan menimpa wajahnya. Ketika ia melihat ke atas, sesuatu yang mirip ular dengan ukuran raksasa sedang bergerak lurus melewati celah parit.
Ia kemudian membidik ke arah perut makhluk itu dan menarik pelatuknya, peluru yang dimuntahkan senapannya itu tak memberikan dampak apa pun. Ia kemudian berlari mengikuti jalan galian, menuju suatu tempat yang mengarahkannya ke barisan terdepan dalam kepulan asap. Saat ia masuk ke suatu belokan, langkahnya mendadak terhenti ketika mendapati sosok Dmitry tengah berdiri sambil menghadapi tiga sosok Strayer sekaligus.
"I-itu, bukankah—"
Ketiga monster itu bergerak, mereka mencoba menyerang secara bersamaan. Suatu cakaran dari kuku yang meruncing, mulut menganga berisi deretan gigi taring telah siap menyerang target mereka.
Detik itu Dmitry melemaskan jemari tangan kanannya, hingga pedang yang ia pegang jatuh dan tertancap masuk ke tanah. Saat yang sama, prajurit tadi melihat percikan putih membentuk semacam garis energi.
"Mati!" Saat Dmitry menggumamkan kalimat itu, arus energi terbentuk di sekitar jari tangan kanannya. Dmitry mengayunkan tangan kanannya ke arah atas dengan ringannya.
Seketika dentuman dahsyat terdengar oleh seluruh orang di wilayah itu. Wajah prajurit yang berdiri dari belakang Dmitry tadi berubah pucat pasi setelah menyaksikan daratan di seberangnya terbelah menjadi lima, dan menyisakan tanah bercelah yang terjal, kepulan asap sebelumnya seketika memudar dan digantikan dengan keheningan.
"H-hebat—"
Tanpa sempat ia menutup mulutnya, prajurit itu lantas pingsan karena rasa terkejutnya. Ia pun tergeletak jatuh di atas tanah sana.
... ...
"A-apa-apaan itu!? Kekuatan apa yang barusan ia keluarkan!? Bahkan aku tak sempat melihatnya!" Hanz merasakan reaksi yang sama seperti prajurit tadi.
Di sini, Hanz melihat secara langsung ke dalam ingatan Dmitry. Membuatnya seolah-olah berada di sana dan menyaksikan langsung setiap detik kejadiannya tanpa ada batasan.
... ...
Kepulan asap memenuhi sekitar Dmitry berpijak, bersama itu dinding tanah galian pada sampingnya itu mulai terkikis hancur dan runtuh hanya karena efek luapan energi barusan.
Dmitry menghela napas lega setelah menurunkan tangan kanannya yang masih terangkat. Namun wajahnya tidak berkata demikian. Matanya terlihat hampa dan dingin, keberadaan Unhuman tadi memberikannya rasa sesal sekaligus kesal.
Kelima jemari tangan kanan Dmitry tampak sedang tertekuk dalam posisi terbuka, aliran energi masih tertinggal di sana. Dari siku sampai ujung jarinya diselimuti energi samar nan meluap-luap.
"Semoga tak ada yang meli—"
Saat Dmitry berharap agar tak ada yang melihatnya, ia malah mendengar suatu suara yang terjatuh dari belakangnya. Lantas ia menoleh ke arah sumber suara, dan melihat seseorang tengah tergeletak tak berdaya di atas tanah hitam itu.
Tanpa Dmitry menduganya, sosok makhluk melata muncul dari atasnya. Wujudnya seperti ular, namun itu hanya bentuk tubuhnya, karena kepalanya tampak seperti paduan tengkorak naga. Dari atas lehernya, terlihat bentuk kerangka tulang. Dari balik tulangnya, hanya memperlihatkan sebuah mulut besar yang menganga dan berisi deretan gigi taring nan meruncing.
Mulutnya yang sudah menganga lebar itu, bersiap menerkam Dmitry dalam sekali lahap. Dmitry sudah sempat mengangkat tangan kirinya naik, dan menekuk kelima jarinya yang terbuka. Namun perhatiannya kembali tertuju ke arah prajurit tadi, hingga ia mengurungkan niatnya untuk memakai teknik sama.
Dmitry segera beralih memakai kuda-kuda pertahanan. Ia membuka jarak antara kedua kaki, selagi kedua tangannya bersatu dalam telapak tangannya.
"Gerbang pertama. Teknik pelepasan energi tingkat kelima."
Saat Dmitry merapalkan kalimat itu, mulut makhluk tadi telah berada tepat di hadapannya, ia langsung melahap sekujur tubuh Dmitry dalam sekali serang.
Makhluk tadi seketika bergeming untuk sesaat, kemudian timbul sebuah retakan dari garis energi yang mengoyak sekujur tubuhnya, setelahnya wujud makhluk itu meledak dari dalam, sisa jeroan perutnya terhempas keluar bersama cipratan darah.
Dmitry tampak berdiri di tempat yang sama. Ia bergeming dengan sekujur tubuhnya terlumuri cairan merah. Jeroan suatu organ tampak menempel pada wajah Dmitry. Rambut hitamnya ikut berubah jadi merah.
Dmitry menghela napas, suara keluhan ikut terdengar bersama hembusan napasnya. Ia mengalihkan pandangannya ke arah langit biru, lalu memejamkan matanya.
"Fhuuuhhh ... sekarang, bajuku jadi kotor kan. Sial! Kenapa kalian tidak memakan hewan saja!"
... ...
"Ma-makhluk apa itu tadi!?" Hanz bertanya dengan ekspresi keheranan. Matanya terbelalak kaget ketika menyaksikan pemandangan ruang sekitarnya.
"Itu adalah Unhuman liar atau kami menyebutnya kini sebagai Strayer. Singkatnya adalah, setiap Unhuman yang gagal menguasai Iblisnya, akan menjelma menjadi mosnter haus darah. Makhluk itu tidak akan mendengarkanmu meski kau memintanya berhenti. Strayer hanya hidup dengan mengandalkan naluri liar untuk memangsa apapun. Mereka tak akan pernah puas selama ada mangsa di hadapannya. Makhluk itu akan selalu lapar selamanya.
"Selain itu, Unhuman Strayer akan semakin berkembang kekuatan fisiknya setiap kali mereka memakan manusia. Perlu kau pahami, hanya manusia. Baik manusia biasa, maupun manusia ras penyihir. Mereka hanya akan memangsa manusia demi meningkatkan kekuatan darah Iblisnya. Baik Unhuman dalam wujud manusianya, atau Unhuman yang dikuasi Iblis sebagai monster.
"Jauh di luar sana, ada beberapa Unhuman dengan wujud yang tak biasa. Sejauh yang pernah kusaksikan selama ini, ada berupa binatang buas, monster seperti tadi, raksasa, atau malah terlihat mirip seperti kita."
Dmitry menjelaskan semua itu dalam bentuk suara samar seperti bisikan-bisikan. Hanz tak dapat melihat di mana Dmitry yang sedang berbicara, namun ia bisa mendengar suaranya.
"J-jadi ... inikah dunia luar yang ingin kau tunjukkan itu?" Hanz bersuara dengan nada gemetar.
Hanz bergeming takjub sekaligus takut ketika melihat sebuah benteng tinggi berbentuk akar padat yang saling merambat. Tembok itu
membentang jauh dan mengelilingi suatu wilayah.
Kini Hanz berdiri di atas tanah bergundukan tinggi yang dipenuhi tumpukan bangkai manusia maupun bukan manusia. Hanz kemudian menoleh ke arah Dmitry yang masih termenung sambil memegang pedangnya dan memandangi prajurit tadi.
"Ini hanya sebagian kecil dari luasnya dunia ini, Hanz! Kau tidak akan menyangka hal gila apa lagi yang berada di seberang lautan sana."
... ...
Gelombang laut terus menghantam hamparan pasir, sementara angin terus berhembus. Pada tepian laut, kapal-kapal layar mengapung diam pada tempatnya. Di sekitar tepian pantai, beragam tenda-tenda berdiri tegak. Para pasukan militer menjadikan tempat ini untuk perkemahan mereka. Para prajurit berseragam hitam dengan sabuk merah pada bahunya, berlari lalu-lalang dengan segala macam kesibukan dan persiapan. Beberapa dari mereka ada yang harus menggendong korban dan rekan terluka lainnya. Sementara sisanya akan memancang tongkat obor demi menghalau gelapnya ketika malam tiba.
Pada salah satu tenda besar di perkemahan, dua orang pria sedang duduk pada suatu kursi kayu yang ada mejanya. Mereka berdua memandang ke arah sama, suatu tembok tinggi yang membentang di seberang mereka. Sepasang cangkir berada pada satu meja panjang itu, dan keduanya terisi penuh oleh cairan pekat berwarna hitam. Pria dengan mantel merah kemudian lebih dulu mengambil salah satu cangkir, lalu meminum Wine mahal itu secara perlahan.
"Tampaknya semua sudah berakhir bukan, Jenderal Killyan." Arazar bersuara tegas. Wajahnya terlihat serius dan percaya diri.
"Sayangnya itu belum, Komodor Arazar. Perang masih belum berakhir. Ini hanyalah bentuk kekalahan awal mereka." Killyan kemudian menaruh kembali cangkir yang telah kosong itu ke atas meja, dan berdiri dari tempat duduknya.
Saat Killyan berdiri, angin berteriak kencang, dedaunan layu yang bersarang di akar pohon beterbangan ke udara. Rambutnya yang berwarna coklat tua tampak ikut berkibar bersama terpaan angin barusan. Wajah Killyan tampak tenang dan dingin. Ia kemudian berbalik menatap Arazar, seraya mengangkat sudut mulutnya.
Arazar hanya melirik, kemudian ikut berdiri bersamanya. Ia menyapu bagian bawah mantelnya yang berwarna hitam, lalu menghela napas berat.
"Kuharap semua ini akan segera berakhir." Arazar bergumam, dan kelopak matanya menurun.
...
Suasana dalam perkemahan tampak ramai. Setiap orang punya kesibukannya tersendiri di sana. Dmitry datang dari arah lokasi medan perang berlangsung, kali ini ia kembali dengan mengangkut seseorang pada punggungnya, dan itu merupakan prajurit yang pingsan tadi.
Hari ini Dmitry tampak lebih kotor dari biasanya. Darah merah mengering pada sekujur tubuhnya, membuatnya dipandang dengan tatapan aneh oleh para prajurit lain. Namun Dmitry mengabaikan semua tatapan itu dan hanya fokus berjalan melewati mereka.
Dmitry menuju ke arah sebuah tenda terbuka yang penuh dengan kerumunan orang. Saat ia masuk ke sana, sudah berbaring para korban lain di atas setiap ranjang.
"Anu ... di mana aku bisa menaruh orang ini?" Dmitry bertanya ke seorang wanita yang sedang duduk pada sebuah kursi, seraya wanita itu membalut luka salah seorang pasiennya yang mengalami luka buntung pada bagian tangannya.
Tanpa ingin menoleh, si wanita berseragam biru itu menunjuk ke kasur belakang yang di sana sudah terisi penuh oleh para korban terluka lainnya.
"Maaf, kelihatannya tempat itu sudah penuh."
Si wanita kemudian menoleh dengan ekspresi suram. Tampak kantong hitam pada bawah matanya, dan tatapan matanya begitu kosong.
"Apa dia terluka parah? Jika tidak, baringkan di lantai saja. Seperti yang kau lihat, terlalu banyak pasien yang harus kami layani di sini." Wanita itu menjawab dengan nada suara yang layu. Ia terlihat sangat kelelahan. Itu ia tunjukkan melalui raut wajah dan suaranya.
"Maafkan aku. Kurasa akan lebih baik bagiku untuk membawanya."
Si wanita tidak menghiraukan sama sekali perkataan Dmitry, dan tetap fokus membalut luka pasien buntung tadi menggunakan kain dan perban seadanya.
Dmitry memilih keluar dari tenda itu, dan berdiri sejenak di tengah jalan perlaluan. Dmitry tampak tidak peduli akan orang-orang yang berlari maupun berjalan melewati dirinya. Wajahnya sudah terlihat muram, dan tatapannya tertuju ke arah mentari jingga yang hampir terbenam dalam cakrawala.
"Aahh ... merepotkan."
...
Dmitry tiba ke dalam tenda tempat tinggalnya. Ini terlihat seperti tenda pengungsian pada umumnya. Hanya tersedia satu ranjang sebagai tempat tidur, serta perabotan kecil berupa meja dan kursi.
Dmitry kemudian membaringkan pemuda tadi pada kasurnya, lalu menaruh sebuah meja ke sebelah ranjang. Ia juga mencoba menyalakan beberapa batang lilin untuk menerangi seisi ruang tendanya.
Hari berangsur-angsur menjadi gelap gulita. Dmitry duduk pada sebuah kursi, dan menatap ke arah pemuda berambut hitam itu dengan sorot mata yang tajam.
"Bagaimana ini?"
Dmitry memutuskan untuk menutup kain tenda pada jalan masuk, lalu kembali duduk.
"Apa ia melihatnya? Kalau benar, kurasa akan berbahaya bagiku untuk tetap membiarkan anak ini berkeliaran bebas. Tapi, kalau kubunuh, hanya akan membuatku terlihat bersalah. Tidak. Sebaiknya kupastikan saja darinya langsung."
Dmitry menghela napas panjang lalu menghadap ke arah pemuda tadi. Ia mengangkat kedua tangannya dalam posisi merentang ke depan dada, selagi sikunya akan sedikit ditekuk, setelahnya ia menyatukan ujung jari-jemarinya untuk saling menyentuh, dan membentuk suatu gestur pola.
"Maaf prajurit. Aku akan mencoba menyembuhkanmu dengan caraku sendiri, bertahanlah agar tubuhmu tak meledak."
Dmitry teringat akan kenangan lamanya ketika ia pernah menghancurkan ruangan tempatnya berlatih dulu saat belajar menggunakan sihir.
Dmitry kemudian memejamkan matanya dan memfokuskan aliran energi sihir [Shi] miliknya bergerak ke titik jemari tangannya. Dmitry mengambil napas panjang kembali, dan ia hembuskan seraya membuka kelopak matanya.
Setelah titik energinya mulai berkumpul, ia mendorong pergelangan tangannya tadi jadi posisi menyilang, selagi dua jemarinya akan menekuk ke bawah, dan membiarkan tiga jari lainnya terangkat. Lalu, saat itu juga muncul sebuah garis sihir berwarna kuning keemasan yang memercikkan bara emas pada ruang hampa.
Dmitry kemudian menarik kedua tangannya, dan memberi jarak antar jemarinya. Ketika itu terjadi, secara otomatis garis sihir membentuk lingkaran energi sihir yang mengambang.
"Baiklah, harusnya ini cukup mudah."
Lingkaran sihir itu bersinar, dan terus memercikkan benih energi dari ketiadaan. Dmitry melakukan langkah terakhirnya. Ia memindahkan posisi jemarinya, dan mengukirkan energi ke dalam lingkaran sihir miliknya. Sebuah garis sihir baru perlahan timbul, dan membentuk tiga lingkaran sihir berbeda di depan tangannya.
Ketiga lingkaran sihir dalam satu sisi itu kembali menyatu, dan membentuk garis sihir melingkar, ukiran Rune dalam wujud energi sihir muncul dalam sisi garis lingkaran.
Saat sihir Agung telah aktif, tubuh pemuda tadi mulai kejang-kejang dan mulutnya mengeluarkan busa serta kepulan asap.
Bersamaan itu, pintu tenda tampak ditarik oleh seseorang.
"Apa yang kau lakukan, kocak!" Ilya berteriak saat sedang memasuki tenda, ia sontak terkejut melihat praktik ilegal Dmitry kepada seseorang.
"Hah? Apa maksudmu? Ia terlihat baik-baik saja." Dmitry dengan wajah polos dan tidak bersalahnya mengatakan itu.
"Matamu!" Ilya tambah kesal mendengar jawaban Dmitry.
Niruu lalu muncul dari belakang Ilya, dan berjalan masuk ke dalam tenda. Tatapan matanya tampak dingin dan kosong. Namun itu berubah ketika ia melihat lingkaran sihir pada depan tangan Dmitry.
"Owaah ... kau membuat Rune Elementals bergabung denga Rune Cardea, bukankah itu akan membuat persimpangan sihir dan mengubah efek—"
"Batalkan sihirmu, kocak!" Ilya menarik tangan Dmitry dan mematahkan lingkaran sihirnya.
"Efek sihir Rune aslinya?" sambung Niruu menjelaskan.
"Ehhh ... siapa yang mengatakan itu?" ujar Dmitry dengan tatapan aneh.
"Guru besar sekaligus kakak angkat tertuaku, Ann-Sensei." Niruu menjawab dengan ekspresi datar dan kosong. Namun suaranya terdengar lembut dan ramah.
"Ehhhh ...." Dmitry tampaknya bingung akan maksud Niruu. Namun ia mengerti apa yang dia coba sampaikan.
Ilya segera memeriksa keadaan prajurit tadi, yang mana sekujur tubuhnya terus mengeluarkan kepulan uap dan asap.
"D-dia ... mati!" ucap Ilya dengan tatapan melebar dan ekpresi panik.