William pov
Malam ini aku berkencan bersama kekasihku Sherry di suatu restoran di tepi pantai. Aku berencana melamar Sherry di tempat ini. Aku menunggu timing yang tepat. Sherry terus menerus menatap luar, menatap keindahan pantai.
"Sherry."kataku memberanikan diri. Gadis berambut gelombang, mata bulat, hidung mancung, dan bibir yang sexy itu menoleh, menatap tajam, seperti ingin memakanku.
"Apa yang mau kamu katakan? Aku lelah menunggu."katanya. Sherry adalah type cewek tegas di luar, namun lembut di dalam. Gaya bicaranya ceplas-ceplos.
Awal pertemuan kami di pantai ini. Waktu itu, aku diusir dari rumahku oleh Ibu tiriku. Ibu tiriku melarangku pulang sampai aku membawa wanita yang menguntungkannya. Wanita dari kalangan berkelas tentunya. Aku menangis pilu di atas bebatuan karang. Sherry datang menghampiriku.
"Baru sekarang aku lihat cowok menangis."katanya sambil menepuk bahuku. "Hei, jadi cowok yang tegar donk."katanya.
Sherry berasal dari keluarga berada. Papanya tentara angkatan laut. Mamanya koki di kapal. Bertemu dengannya seperti bertemu harta karun.
"Nama?"tanyaku.
Sherry pura-pura tidak mendengar. "Suaramu terlalu kecil."kata Sherry seolah memanas-manasiku.
"AKU TANYA, NAMAMU SIAPA?"tanyaku dengan suara lantang.
Sherry tertawa ngakak. "Gue Sherry, umur dua puluh tahun, zodiak leo, kuliah jurusan perkapalan, status jomblo, papa tentara, mama koki, kakak gak punya."kata Sherry penuh percaya diri.
"Sherry, namaku William. Senang berkenalan denganmu."kataku sambil membungkuk hirmat. Sherry tertawa lebih keras sambil menepuk-nepuk bahuku.
"Formal amat bro."katanya. "Ayo ke restoran itu. Itu tempat favorit gue pas kesepian."ajak Sherry. Aku menurutinya.
Sherry mentraktirku makanan. Di situlah kami mulai mengenal satu sama lain dan kami cocok. Sherry kesepian ditinggal orang tuanya.
"Orang tua gue jarang pulang. Gue cuma dikasih uang dan hidup sendirian di rumah sama pembantu. Gue merasa kesepian William. Sangat kesepian."tutur Sherry dengan wajah sedih. "Lo sendiri gimana? Mau pulang sekarang?"tanya Sherry sambil mengibas rambutnya.
"Aku diusir Mama tiriku. Aku gak boleh pulang kecuali membawa pacar. Aku gak punya pacar, Sherry."tuturku.
Sherry menggebrak meja, membuatku merinding. "Aku mau!"kata Sherry. Matanya berbinar-binar. Wajah sendunya sirna, berganti wajah bersinar bak rembulan. "Aku mau pura-pura jadi pacarmu, William."
Kami membuat kesepakatan itu. Sherry pura-pura menjadi pacarku dan aku menemaninya setiap senja di tempat ini.
Malam ini, kuteguhkan perasaanku. Aku ingin hubungan kami jelas. Tidak berpura-pura lagi.
"Sherry, aku mencintaimu. Menikahlah denganku."kataku sambil menyerahkan cincin. Sherry terdiam beberapa saat. Wajahnya menjadi muram. Apa aku salah mengucapkannya?
Wajah Sherry berpaling ke arah pemandangan luar. Pemandangan pantai, tempat awal pertemuan kami. "William, maaf. Aku sudah bertunangan."katanya lirih.
"Siapa pria itu? Kenapa kamu menerimanya? Bukankah kita selalu bersama?"tanyaku tak terima.
"Kamu gak perlu tahu, William. Kita berpisah sekarang dan tidak bertemu lagi."kata Sherry. Ia meninggalkanku seorang diri. Menghilang dari sisiku.
Aku mengerang sekuat-kuatnya. Pelayan restoran mengiraku gila. Mereka membawaku ke rumah sakit jiwa. Aku tidak tinggal diam. Aku kabur setelah mobil terparkir di depan rumah sakit jiwa. Aku berlari ke arah yang tak menentu.
Sherry, ke mana pun kamu pergi. Aku akan mengejarmu.
🥀
Author pov
Di siang hari yang terik, pria yang patah hati itu duduk di atas bebatuan karang, tempat pertemuannya dengan kekasihnya. Pria itu terus menangis sampai matanya bengkak. Ia tak beranjak dari situ sampai Sherry kembali.
"Sherry, aku akan tetap menunggumu."bisiknya.
Tak jauh dari situ terdengar suara rintihan wanita. Hal itu mengusik lamunan pria itu. Ia menghampiri wanita itu. Wanita berpakaian gaun pengantin yang koyak sana-sini.
"Sherry!"panggil pria itu. Ia salah mengenali wanita itu. Ia mengira wanita yang tergolek pemah itu Sherry, wanita yang pernah hadir dalam kehidupannya.
Bersambung...