Gerbang terbuka. Sesaat seperti menampakkan pemandangan sesungguhnya. Begitu mengerikan ledakan tak henti-hentinya terjadi disana-sini. Serangan dari darat maupun udara saling menyerang. Rumah-rumah terbakar dan hancur.
Beberapa mayat prajurit Folgn dengan seragamnya yang khas. berwarna hitam. maupun bala musuh yang belum dievakuasi tampak tergeletak mengenaskan disana-sini. Banyak kuda kuda dan kendaraan perang berseliweran. Jeritan-jeritan orang-orang yang tertembak dan dentingan pedang beradu membahana di udara. Kendaraan perang yang lainnya menyusul. Kami segera diterjunkan ke medan peperangan.
Aku berlari mencari perlindungan bebatuan. Aku belum sepenuhnya menguasai medan. Dari sebelah utara, datang pasukan tank dan gajah gajah, serta prajurit-prajurit musuh bertameng. Pasukan Avraham.
Mereka membunyikan suara suara terompet yang khas, suara yang menggetarkan jiwa dan terus menerus.hingga banyak pasukan hilang konsentrasi.
Aku terdiam sejenak melihat pemandangan mengerikan itu. benda benda besar berjalan kearah pasukan kami.
Aku sedikit gelisah. Kulihat ke arah sisi kanan batu besar. Tentara-tentara yang lain berusaha melemparkan granat ke arah kami.
Pasukan tank Folgn juga dikerahkan. Darah menyembur di mana-mana. Peluru-peluru terus memburu.
Sebuah ledakan granat mengancurkan bebatuan yang berjarak sekitar tujuh ratus meter dari hadapanku.
Aku mencari tempat berlindung. Rompi anti peluru ini terasa menyesakkan dada. Aku berlari dan tiba-tiba pakaian belakangku serasa ditarik sesuatu.tentara tentara Folgn brada di situ.
"Diluar dugaan, keadaannya terlalu buruk! Benar, keadaan disini kacau sekali. Bahkan lebih tepat dikatakan terdesak," seru ismail.
Kami semua terkejut dan melompat ke depan ketika sebuah ledakan bereaksi di dekat kami. Salah satu tentara Folgn dibelakang kami ambruk dan kakinya tertembus oleh beberapa peluru yang menuju kearahnya.
Kami segera menarik orang itu dan mengamankannya dibelakang kami. tim medis datang. Dua orang memasukkan orang tadi ke dalam mobil itu.
Tiba-tiba aku merasakan bahuku terasa sakit, tangan kiriku rupanya terkilir. Saat itu juga orang-orang dari helikopter di atas kami menembaki dari atas.
Kami semua mengangkat perisai dan bergerak secepat mungkin melindungi diri. Aku, ibrohim, dan ismail terpisah dengan dua tentara Folgn yang lainnya. ismail yang melihatku kesakitan berlari kearahku.
"Kau tak apa-apa? Tanya ismail menanyakan keadaanku.
"Tak apa, hanya sedikit terkilir. ibrohim, ismail, lebih baik kita bergabung dengan yang lain. Kita masuk kedalam tank, baru setelah itu kita maju!" teriaku untuk mengalahkan suara-suara lainnya.
Tentara-tentara musuh berlari di sekitar kami sambil melepaskan peluru, membabi buta, mereka babat semuanya.
Aku dan yang lain naik ke atas bebatuan kemudian meringkuk bersembunyi serta balik menembak dari atas.
Prajurit-prajurit musuh bergulung-guling merasakan peluru bersarang di tubuh mereka. Aku menoleh ke arah belakang.
Beberapa helikopter musuh mendekat, terbang bagai lebah yang tiba-tiba bermunculan keluar dari sarangnya. Sungguh menakutkan.
"Sial ! Tiarap! Berlindung ke reruntuhan gedung, semuanya!!"teriakku ngeri.Sekejap saja hujan peluru dan mortir membahana di udara. Sambil meringkuk, kami semua mencoba menembaki tentara-tentara dalam helikopter tersebut.
Tapi tiba-tiba heli itu meledak dan terbakar. Dari arah belakang, tentara-tentara Folgn melepaskan peluru kendali dari senjata berat di tangan mereka.
Di depan mataku dan yang lain, helikopter-helikopter tersebut berjatuhan menggetarkan tanah di sekeliling kami. Pasukan musuh datang lagi. Kini pasukan tentara Folgn juga mendesak maju sambil menenteng senjata api dan senjata-senjata lain. Mendadak pemandangan di sekitar kami bertambah buruk. Pasukan musuh dan pasukan Folgn maju, berbaur menjadi satu. Saling bunuh, saling tebas , saling tembak.
Aku melihat seseorang membawa senapan menembaki kearah ku. Aku sendiri maju dan membuat perhitungan dengan orang itu.
"Majulah bedebah!", teriakku yang tengah kalap.
Aku mengeluarkan pedang dari balik jubahku menusuk ulu hati tentara itu. Yang lain melihat dan berdatangan menyerbuku. Empat orang bersenjata menjadikan diriku sebagai sasaran tembak.
Dalam lindungan perisai. Aku berusaha meghindar dari serangan-serangan itu. Aku terus berlari dan pasukan itu berpencar mengejar.
Beberapa tentara Folgn datang membantuku. Tak kusangka sesuatu membuat tubuhku kehilangan keseimbangan dan terjatuh. Jantungku serasa berhenti, membayangkan setelah jatuhku ini, apakah diriku akan mendapat serangan bertubi-tubi.
Diantara ribuan prajurit yang sedang bergumul, saling menyerang, diriku ambruk. Kulihat tentara Folgn yang melindungiku tertembak dan ditusuk senjata dengan sangat sadis.
Beberapa detik membuatku tercengang. Aku terpaku dan marah melihat penyelamat diriku ambruk berceceran darah.
Segera kulihat sekeliling dan ku temukan sebuah senjata api tergeletak. Benda itu rupanya yang membuat ku terjatuh.
Aku segera membayar benda itu dan menembakkannya kearah musuh. Seketika deretan manusia itu terbakar.
Riwayat mereka tamat dihadapan ku. Aku berteriak, marah, takut, kecewa namun penuh harap.
Kurasakan peluh ,menetes-netes dari sekujur tubuhku. Keadaan mencapai klimaks ketika sebuah pesawat-pesawat musuh melintas jauh dari selatan.
Kemudian tak lama timbul ledakan yang maha dahsyat. Meski jaraknya amat jauh dari posisi ku kini, aku masih juga terlempar beberapa puluh meter ke belakang.
Setelah terpelanting beberapa meter aku berusaha bangkit dan mengangkat kepala melihat sekitar ku.
Semuanya tertutup kabut putih pekat, menyelimuti medan perang. Aku merasakan lagi rasa sakit yang teramat sangat.
Rupanya bahuku yang tadi terkilir. Mataku mulai berkunang-kunang. Setengah pandanganku tak fokus.
Disaat seperti itu aku masih dapat melihat seseorang datang padaku, entah siapa orang itu, yang memanggil-manggil namaku. Aku juga tak dapat melihat wajahnya, namun kuyakin orang tersebut bukan musuh.
Aku pun melihat seseorang lagi di belakangnya, mengendap-endap dan menyerang.
Aku berteriak menyadarkan si pemanggilku dengan sisa-sisa tenaga yang kumiliki.
Aku bertahan hingga akhirnya kulihat mereka bergumul di tanah. Dari belakang tubuhku lagi-lagi aku mendengar seorang berlari mendekat padaku.
Pandanganku tampak mengabur tetapi tetap ku usahakan untuk menoleh kebelakang dan melihat siapa yang menghampiri itu.
Pasti rekan yang hendak menyelamatkan aku. Kemudian aku segera berbalik sekuat tenaga dan melambaikan tangan.
Pandanganku makin kabur. Telinganya makin lama makin berdengung-dengung. Di saat terakhir, aku sempat merasakan kesakitan yang amat sangat pada lengan ku dan juga desingan benda tajam.
Selanjutnya suara perkelahian lagi. Tenagaku telah habis. Terakhir yang hanya kudapatkan hanyalah kesakitan yang teramat sangat, setelah itu aku terkapar di tanah, tak ingat apa-apa lagi.