Satu mata kuliah sudah berlalu, tinggal mata kuliah terakhir. Kami semua langsung pergi ke lantai 3 untuk masuk ke dalam ruangan. Tetapi aku jalan dibantu oleh Aqilla karena perutku yang sangat sakit sehingga membuatku sulit berjalan.
Para mahasiswa yang lain juga ikut khawatir melihat aku memaksakan diri untuk tetap melanjutkan kuliah hari ini. Aku yakin aku bisa menahan rasa sakit di perutku ini. Sesampainya di lantai 3 aku duduk sebentar di luar sambil memegangi perutku, aku meminta Aqilla untuk memelukku karena perutku sangat sakit.
Aku tidak bisa menahan rasa sakit di perutku, hingga aku perlahan-lahan menutup mataku. Tanganku yang saat itu memeluk Aqilla, langsung turun ke bawah dengan pelan. Hingga akhirnya aku jatuh pingsan disaat Aqilla masih memelukku. Aqilla menyadari tanganku tidak memeluknya, langsung memeriksa kondisiku. Aqilla begitu panik karena ketika aku dipanggil untuk bangun tapi tidak bergerak sama sekali.
"Rendi, David! Tolong!" Aqilla berteriak.
"Ada apa?" tanya Rendi dan David sambil berlari
"Alisya. Dia tidak sadarkan diri," jawab Aqilla dengan penuh khawatir.
"Alisya? Alisya bangun," ucap Rendi.
"Bagaimana ini?" tanya Aqilla
"Kita bawa ke rumah sakit sekarang. David aku minta tolong bawa tas Alisya ya. Kita langsung ke mobil sekarang. Aku akan menggendong Alisya," jawab Rendi.
"Oke-oke," ujar David
"Aqilla tolong hubungi orang tuanya Alisya kalau dia sekarang dalam keadaan pingsan, kita akan bawa dia kerumah sakit ditempat Ibunya dirawat inap," ucap Rendi.
"Iya Rendi," ujar Aqilla.
"Aku mohon bangunlah Alisya," ucap Rendi sambil menggendong tubuhku untuk turun ke bawah.
Satu kelas begitu panik ketika mereka semua tahu aku pingsan. Rendi meminta ketua tingkat untuk izin kepada dosen nanti karena mengantar Alisya ke rumah sakit akibat pingsan. Jujur ini adalah pertama kalinya aku pingsan dari waktu TK, SD, SMP, dan SMA aku tidak pernah pingsan sama sekali.
Aqilla memberitahu orang tuaku soal aku pingsan di kampus lantai 3 Ayahku, Ibuku, dan Kakakku begitu panik dengan kabar yang didengar oleh Aqilla. Ayahku mengatakan pada Aqilla kalau Ayahku sudah berada didepan IGD menungguku datang.
Aqilla ternyata juga menguhubungi Adrian untuk memberitahu kalau aku pingsan di kampus lantai 3. Tetapi tidak ada balasan bahkan ditelfon berkali-kali tidak diangkat hingga membuat Aqilla kesal. Ketika sampai di rumah sakit aku masih belum sadarkan diri.
"Tolong anak saya dokter!" teriak Ayahku dengan rasa khawatir.
"Tenang Bapak, kami akan menanganinya. Suster sediakan oksigen," ucap Dokter.
"Baik Dok," ujar salah satu Suster dan langsung pergi untuk menyediakan oksigen.
"Kami akan langsung memeriksanya. Apakah ada yang bisa jelaskan dia sakit apa tadi?" tanya Dokter
"Tadi dia mengatakan pada saya kalau perutnya sangat sakit," ucap Rendi.
"Dia menyentuh perut bagian mana?" tanya Dokter
"Bagian ulu hatinya Dokter," jawab Rendi.
"Baiklah," ucap Dokter.
Aku telah sadar dari pingsan, aku baru bisa membuka mata sedikit. Aku bisa melihat Dokter yang sedang berbicara pada Ayahku, tiba-tiba Suster melihat diriku sudah sadar. Aku hanya bisa mengatakan perutku sangat sakit, Suster langsung memanggil Dokter yang sedang berbicara pada Ayahku.
Dokter terus mengajakku untuk berbicara sambil menekan bagian ulu hatiku. Ketika ditekan rasanya sangat sakit. Rasa sakit itu seperti di remas kemudian di tekan ke dalam dan semakin dalam. Aku menangis merintih kesakitan hingga dokter selesai memeriksa keadaanku, dokter mengatakan kalau aku terkena penyakit maag.
Sebelumnya aku memang punya riwayat penyakit maag dan aku memberitahu kepada Dokter soal itu.
"Dia perlu istirahat disini sebentar kami sudah memberikan obat. Kita lihat dulu perkembangannya. Jika kondisinya masih belum membaik, terpaksa Alisya akan dirawat inap," ucap Dokter.
"Baik Dokter terima kasih," ucap Ayahku.
Saat Ayah menemaniku tiba-tiba saja Kakak muncul dan melihat keadaanku sambil menangis. Kakakku tidak bisa melihat kondisi yang masih dipasang oksigen. Aku kesal dengan diriku sendiri. Aku sudah membuat semua orang khawatir padaku. Padahal aku sudah janji untuk tidak membuat mereka khawatir.
"Adek jangan nangis ya. Insya allah adek baik-baik aja," ucap Kakakku sambil mengusap air mataku.
"Tidak seharusnya aku membuat Ayah, Ibu, dan Kakak khawatir. Aku minta maaf," ujarku.
Kakakku kembali mengusap air mataku. "Tidak Adek kamu tidak salah. Jangan menyalahkan dirimu ya, sekarang Kakak dan Ayah ada disini. Kamu jangan khawatir, semua akan baik-baik saja. Kamu pasti akan sehat lagi."
"Dimana yang lainnya Ayah?" tanyaku
"Mereka didepan sambil menunggu Adek sadar. Ayah sudah memanggil mereka untuk kemari. Tunggu ya nak," ucap Ayahku sambil tersenyum dan mengelus kepalaku.
"Itu mereka," ucap Kakakku.
Mereka begitu sedih melihat aku terbaring lemas di ranjang IGD rumah sakit. Aqilla langsung berdiri di sampingku untuk menemani ku. Aku meyakinkan kepada mereka kalau aku sudah baik-baik saja, walaupun tidak sepenuhnya. Aku meminta maaf karena aku, mereka jadi repot-repot membawaku kesini sampai rela meninggalkan jam kuliah hari ini.
"Tidak apa-apa. Lagi pula kami sudah izin pada ketua tingkat. Kamu jangan khawatir," ucap Rendi.
"Aku sudah menghubungi Adrian tetapi dia sama sekali tidak menjawab. Aku sampai heran ceweknya disini sedang sakit dia tidak ada kabar begini," ucap Aqilla dengan nada marah.
"Sudah Aqilla tidak apa-apa," ujarku.
Lagi pula kalau dia kesini pun juga tidak akan perduli. Bagaimana tidak, jika dia kesini pasti dia sibuk dengan Handphonenya dan tidak menghiraukanku.
"Dia saja tidak menjeguk Ibu, bahkan dia sekarang tidak menjawab telfonmu," ucap Kakakku.
"Tidak apa-apa kak," ujarku.
Keadaanku mulai membaik Ayahku langsung memanggil Dokter untuk memberitahu keadaanku. Akhirnya aku hanya rawat jalan saja Dokter langsung memberikan resep obat untuk aku minum nanti dan mengingatkan untuk selalu makan tepat waktu.
Memang selama Ibuku sakit kemarin aku jadi telat makan, aku kepikiran kepada Ibu tetapi aku tidak mau memberitahu mereka. Sedangkan Kakakku saat ini sedang mengambil obat di apotek, kemudian kami semua ke ruangan Ibuku.
Setiba diruangan, Ibu melihatku dengan wajahnya yang sedih karena melihat aku juga jatuh sakit. Aku berdiri dihadapan Ibu dan memeluk Ibu untuk memastikan aku sudah baik-baik saja. Ibu membalas pelukanku dengan erat. Tidak lama setelah itu Adrian menelfonku. Karena Handphoneku masih berada dengan Aqilla jadi dia yang mengangkatnya.
"Halo Alisya kamu kenapa? Kamu pingsan karena apa?" tanya Adrian
"Ini Aqilla, Alisya lagi istirahat," ucap Aqilla denga nada kesal.
"Bisa berikan kepadanya? Aku ingin bicara padanya," ucap Adrian.
"Ini Alisya. Dia mau berbicara denganmu," ucap Aqilla.
"Iya? Halo sayang," ujarku.
"Sayang bagaimana bisa pingsan? Kamu pasti tidak makan ya?" tanya Adrian dengan nada tinggi
"Aku sudah baik-baik saja sayang," jawabku.
"Maaf ya tadi Handphone nya aku tinggal, aku baru ambil lagi ini dari rumah sekarang aku sedang dirumah temanku. Kamu jangan lupa makan dan minum obat ya," ucap Adrian.
"Iya sayang. Aku istirahat dulu kalau gitu," ujarku.
"Iya sayang Assalamualaikum," ucap Adrian.
"Wa'alaikumsalam," ujarku.
Seperti biasa hatiku sangat sedih aku kira ketika keadaanku seperti ini dia akan khawatir dan datang menemuiku. Tapi dia asik dirumah temannya entah sedang apa. Aku baru kali ini dengar Adrian dengan nada tinggi padaku. Walaupun hanya lewat telefon saja, tapi rasanya aku sangat kaget dengan sikap dia seperti itu. Kakakku baru saja sampai dengan membawa obat yang baru saja dia ambil dari apotek sekaligus membawa makanan untuk kami semua termasuk aku.