Chereads / Hal Yang Sulit Dilupakan / Chapter 12 - #11 SIAPA DIA

Chapter 12 - #11 SIAPA DIA

Rendi mengepalkan tangannya karena dia sudah menaruh benci dengan Adrian. Tapi lagi-lagi aku menahannya untuk tidak melakukan itu didepan umum. Suasanya di cafe itu mulai ramai hingga tidak ada cara lain lagi. Aku langsung menarik tangan Rendi sambil menangis.

Sedangkan David dan Aqilla bingung harus berbuat apa sekarang karena melihat hatiku benar-benar hancur. Didalam hatiku hanyalah sebuah kehancuran, dada ku sesak tidak karuan rasanya seperti mau mati saat di mobil aku terus menangis Aqilla mendatangi mobilku dan langsung memelukku dengan erat.

"Menangislah sepuasmu Alisya kami disini selalu ada untukmu," ucap Aqilla sambil memelukku.

"Terima kasih sebentar lagi aku akan baik-baik saja makasih sudah memelukku Aqilla," ujarku sambil membalas pelukan Aqilla.

"Iya sama-sama," ucap Aqilla.

Aku pulang kerumah dalam keadaan lemas. Sementara Ayah, Ibu, dan Kakak khawatir melihat keadaanku seperti itu. Aku tidak bisa berbicara apa-apa dan langsung pergi ke kamar untuk istirahat. Ternyata Ibuku langsung menyusul diriku ke kamar.

Ibu memeluk diriku yang sudah terduduk di ranjang tanpa berbicara sepatah kata pun dan aku kembali meneteskan air mata hingga membasahi baju Ibuku. Rendi kemudian menjelaskan kejadian di Mall hari ini.

Orang tua ku begitu kecewa dan marah pada Adrian sedangkan Kakakku yang paling marah dan emosi ketika tahu Adeknya saat ini sedang menangis karena perbuatan Adrian.

"Biarkan aku pergi ke rumah anak itu Ayah," ucap Kakakku.

"Tidak perlu. Justru semuanya tidak akan menyelesaikan apa-apa yang perlu kita pikirkan adalah bagaimana membuat Adek bisa tersenyum kembali," ucap Ayahku sambil menghadang Kakakku untuk pergi.

Tanggal 02 Januari 2021 tepat 7 bulan sudah berlalu sejak aku putus dengan Adrian pada bulan Juli tahun 2020, tidak terasa umurku sudah 21 tahun dan aku sudah lulus dari kampus. Sejak saat itu aku mulai berubah. Aku diam, tatapanku begitu sinis, aku begitu dingin terhadap cowok yang berusaha mendekatiku.

Perasaanku seperti rasa sayang dan rasa cinta semua hilang aku tidak merasakan lagi apa itu cinta, apa itu rasa sayang. Aku pergi ke bandara di Balikpapan untuk menemani Kakakku ke luar negeri yaitu di Korea karena ada urusan pekerjaan selama 2 minggu. Ketiga sahabatku juga ikut untuk mengantar aku dengan Kakakku ke bandara.

"Hati-hati disana ya. Kakak, jaga Adekmu dengan baik," ucap Ibu.

"Baik Ibu. Jangan sedih kami hanya pergi 2 minggu Ibu," ucap Kakakku sambil memeluk Ayah dan Ibu dengan erat.

Aku juga ikut memeluk mereka. Walaupun hanya 2 minggu tapi Ibuku pasti akan sangat merindukan kami. Apalagi aku mempunyai riwayat penyakit maag pasti ibu semakin khawatir, tapi aku berusaha meyakinkan kepada Ibu kalau aku tidak akan lupa makan.

Aku mendatangi ketiga sahabatku untuk berpamitan juga pada mereka karena aku akan sangat jauh dari mereka selama 2 minggu. Rasanya 2 minggu ini seperti 2 tahun saja, begitu lama sekali.

"Aku akan berangkat. Kalian jaga diri baik-baik ya. Rendi salam pada Bapak dan Ibu ya," ujarku.

"Iya kamu hati-hati dijalan ya. Jaga kesehatan juga disana dan jangan sampai telat makan," ucap Rendi.

"Iya pasti. Oh iya kalian mau oleh-oleh apa?" tanyaku

"Cewek korea deh buat jodohku. Hahaha," jawab David dengan tertawa.

"Apa saja Alisya, yang terpenting adalah kamu cepat pulang. Agar kita bisa sama-sama jalan lagi," ucap Aqilla.

Aku hanya tertawa mendengar permintaan David. Memang dia adalah pria tampan, berkulit putih, mata yang seperti monolid yang artinya lipatan matanya tidak terlalu terlihat biasa disebut kelopak mata dangkal atau halus, memiliki tinggi 180cm sama seperti Rendi. Tipe wanita David memang seperti gadis korea, tapi dia sendiri tidak pernah begitu dekat dengan wanita.

"Hahaha David bisa aja. Siap Aqilla aku akan secepatnya pulang," ujarku.

"Oke. Jaga dirimu baik-baik," ucap Aqilla sambil memelukku.

"Iya pasti," ujarku sambil tersenyum pada Aqilla.

"Rendi kamu mau apa?" tanyaku

"Aku tidak ingin apa-apa. Yang jelas aku ingin kamu cepat pulang kesini. Agar kita semua bisa jalan-jalan lagi dan kamu selalu jaga kesehatan disana itu yang terpenting." jawab Rendi.

"Hmm kamu memang tidak pernah berubah," ujarku sambil tersenyum.

Penerbangan pesawat ke luar negeri tidak segampang yang aku bayangkan. Harus transit berkali-kali, hanya bisa berbaring berjam-jam dan berhari-hari didalam pesawat sambil mendengarkan musik. Kakakku masih membaca buku karena hobinya memang seperti ini tidak bisa dihilangkan, sedangkan aku hobi mendengarkan musik sambil bernyanyi.

Hingga esok harinya, kami sudah sampai dinegeri yang aku suka sehingga berkali-kali kesini yaitu korea selatan. Ternyata anak buah yang diutus oleh Ayah sudah datang sejak tadi untuk menunggu kami datang, mereka mendatangi kami dengan hormat. Aku sebenarnya tidak suka hal ini. Mereka mengenalku dan Kakakku. Harusnya mereka tahu aku tidak suka di perlakukan seperti ini, aku ingin mereka mendatangiku dan Kakakku layaknya sebagai keluarga.

"Tidak perlu menunduk seperti itu. Sudah berapa kali aku mengatakan sejak kembali kesini, aku dan Kakakku ingin disambut layaknya seperti keluarga," ucapku.

"Baik Nona. Maaf kami lupa karena lama Nona tidak kesini," ujar salah satu dari anak buah Ayahku namanya Alex.

Dia asal Indonesia, tapi sudah lama tinggal di Korea Selatan dan bertemu dengan Ayahku. Hingga Ayahku memutuskan untuk menjadikan dia pemimpin anak buah di Korea Selatan untuk menjagaku dan Kakakku jika aku sering bolak balik ke negeri ini.

"Tidak apa-apa. Apa kalian sudah makan?" tanya Kakakku

"Sudah Tuan," jawab Alex.

Alex memang tidak jujur jika ditanya soal sudah makan atau belum. Aku sudah terbiasa dengan gerak geriknya yang berusaha menutupi hal itu.

"Belum kak, seperti biasa dia pasti bohong ayo kita pergi cari makan. Tapi yang halal ya," ucapku sambil berjalan menuju pintu keluar dengan membawa koper.

"Siap nona. Apakah nona Alisya baik-baik saja? Soalnya dia seperti berubah," ucap Alex.

Kakakku menjelaskan semua yang terjadi padaku hingga dia menyebutkan nama Adrian, orang yang sudah menyakiti hatiku hingga membuatku menangis waktu itu. Tentu saja tangan Alex gatal mendengar hal itu hingga Alex ingin sekali menghajar wajah Adrian sampai babak belur.

Sesampainya di restoran, Kakakku membicarakan soal kerjaan kepada Alex sementara aku hanya sibuk diam habis makan siang. Tidak lupa aku mengabari semuanya kalau aku dan Kakakku sudah sampai di Korea Selatan. Sambil chatting di grup Family dan juga grup pertemananku dengan Rendi, David, dan Aqilla.

Aku melihat pria yang berjalan dengan wajah begitu pucat.

Suara klakson yang sangat nyaring membuat aku menoleh ke arah suara itu berada. Laki-laki ini mau ditabrak, tetapi dia tidak mendengar. Aku berlari untuk menolongnya. Aku menarik tangannya tanpa disadari aku memeluknya begitu saja. Bagaimana aku bisa reflek seperti ini sekarang aku menjadi khawatir padanya.

"Halo? Anda bisa mendengarku? Tadi anda hampir saja di tabrak," ucapku.

Lelaki tersebut tidak menjawab pertanyaanku. Badannya perlahan-lahan semakin berat. Ternyata setelah aku memeriksa keadaanya, dia pingsan. Aku begitu panik berteriak memanggil Kakakku dan Alex untuk segera membawanya ke rumah sakit terdekat.

"Kakak! Alex! Tolong aku!" Aku berteriak dengan panik.

"Ada apa Adek? Tunggu, dia siapa?" tanya Kakakku

"Aku menolongnya dia hampir tertabrak tadi dan sekarang dia pingsan wajahnya pucat kak," ujarku.

"Cepat siapkan mobil Alex," ucap Kakakku.

"Siap Tuan," ujar Alex.

Diperjalanan, aku hanya terdiam memandang dia yang masih dalam keadaan pingsan. Ketika aku memeriksa dompetnya, aku menemukan identitasnya ternyata dia orang Indonesia tetapi dari Kartu penduduknya dia tinggal disini.

Aku tidak sempat melihat namanya dan langsung meletakkan kembali kedalam dompetnya. Setiba di rumah sakit, Suster langsung mengangkat pasien untuk dibawa masuk kedalam IGD. Aku meminta pada Suster untuk tidak memberitahu, kalau aku yang membawanya kesini. Kemudian kami langsung pergi dari rumah sakit tersebut, dan pulang ke rumah untuk istirahat.