Chereads / Hal Yang Sulit Dilupakan / Chapter 9 - #8 JATUH SAKIT PART 1

Chapter 9 - #8 JATUH SAKIT PART 1

[Rendi]

"Iya sudah kalau gitu. Kamu istirahat ya."

[Alisya]

"Iya Rendi. Jangan lupa kamu sholat magbrib ya."

[Rendi]

"Siap."

Esok harinya saat berada dikampus kami sedang menunggu dosen untuk masuk ke ruang kelas. Setelah menunggu lama ternyata dosennya mengabari kepada ketua tingkat kalau dosen tidak bisa masuk hari ini. Di sela-sela itu Handphone ku berbunyi ternyata ada yang menelfonku yaitu Ibuku setelah aku angkat bukanlah suara Ibuku.

Suara begitu berat seperti bapak-bapak umur 50 tahun. Perasaanku seperti tidak enak.

"Halo ini siapa? Kenapa Handphone Ibu saya ada sama bapak ya?" tanyaku

"Saya teman kantor Ibumu. Ibumu sedang berada dirumah sakit sekarang dia tadi pingsan di kantor," ucap teman Ibuku.

Aku begitu panik hingga mengeluarkan banyak pertanyaan kepada teman Ibuku. "Ibuku pingsan? Bagaimana bisa? Dirumah sakit mana sekarang? Saya akan kesana."

"Ibumu dirumah sakit umum," jawab teman Ibuku.

"Baik saya kesana sekarang," ujarku.

Aku langsung pergi kesana untuk mendatangi Ibuku sedangkan Rendi yang menyetir mobilku karena aku sedang panik saat ini sedangkan David dan Aqilla menyusul aku dan Rendi di belakang menggunakan kendaraan mobil mereka.

Sesampainya di rumah sakit aku langsung keluar dari mobil Ayah dan Kakakku sudah sampai kesana duluan aku ingin masuk kedalam ruang IGD tetapi Kakakku berusaha untuk membuatku tenang terlebih dahulu sedangkan Ayahku sudah didalam karena yang bisa masuk hanya 1 orang saja.

"Tenang Alisya kita berdoa disini semoga saja Ibumu baik-baik saja," ucap Rendi.

"Alisya tenang ya jangan seperti ini kalau Ibumu tahu Ibumu bisa ikut sedih nanti," ucap Aqilla.

"Ibu kak. Aku ingin ketemu Ibu," ujarku sambil menangis di dalam pelukkan Kakakku.

"Tenang ya dek," ucap Kakakku sambil memelukku

Aku melihat Ayah keluar dari ruangan UGD dengan wajah sedih dan khawatir. Sedangkan posisiku masih dalam keadaan menangis sambil dipeluk oleh Kakakku.

"Ayah. Bagaimana keadaan Ibu?" tanya Kakakku

"Kata dokter Ibumu terkena penyakit maag dan harus dirawat," jawab Ayah.

"Ayah tolong biarkan aku ketemu dengan Ibu. Aku ingin melihat Ibu," kataku sambil menangis dan memohon untuk membiarkan aku masuk ke dalam.

"Ayah sudah izin pada dokter untuk membiarkan orang lebih dari 1 masuk kedalam. Sekarang ayo kita masuk kedalam. Ayo nak," ucap Ayahku.

Aku melihat keadaan ibuku dalam keadaan lemas. Wajah yang sering aku lihat ceria tanpa disertai pucat, kali ini aku melihat wajah ibuku pucat dan seperti berusaha untuk kuat di hadapanku.

Air mataku tidak bisa terbendung lagi hingga aku mengelus kepala Ibu. Ibu melihat aku sedang menangis, langsung mengusap air mataku dengan tangan kanannya yang sudah diberi infus.

"Nak jangan menangis. Ibu sudah ditangani dokter katanya Ibu harus dirawat inap. Jangan menangis ya anak Ibu kan kuat," ucap Ibuku seraya tersenyum padaku.

"Aku tidak bisa tenang jika Ibu masih terbaring dirumah sakit ini. Aku sangat khawatir pada Ibu," ujarku sambil menangis.

"Sudah jangan nangis ya nak sebentar lagi Ibu akan dipindah keruangan," ucap Ibuku.

"Terima kasih ya nak sudah menemani Alisya kesini," ucap Ibuku kepada sahabatku.

"Sama-sama Ibu," ucap sahabatku.

"Apakah dalam perjalanan tadi Alisya yang menyetir nak?" tanya Ibuku kepada Rendi

"Tidak Ibu saya yang menyetir karena Alisya tadi sangat panik ketika mendapat kabar kalau Ibu berada dirumah sakit," ucap Rendi.

"Terima kasih banyak ya nak Rendi," ujar Ibuku kepada Rendi.

"Sama-sama Ibu," ucap Rendi.

Ibu di pindahkan kedalam ruangan VIP yaitu yang berisi hanya 1 orang pasien didalamnya agar Ibu bisa istirahat tanpa ada suara keributan dengan teman sekamarnya. Malam hari pun sudah tiba pada jam 21.00 sahabatku masih berada dirumah sakit menemaniku.

Aku yang masih berada di samping Ibuku sambil memegang tangan Ibu. Aku tidak sadar bahwa dari siang tadi aku belum ada makan sama sekali. Kemudian Rendi menghampiriku ketika aku masih duduk di kursi dekat kasur yang dimana sekarang posisi Ibuku sedang berbaring untuk istirahat.

"Alisya kamu belum makan sejak siang. Ayo kita makan dulu diluar," ucap Rendi sambil menyentuh bahu ku.

"Nak Rendi benar. Adek belum makan dari siang tadi, jangan sampai adek sakit karena tidak makan," ucap Ibuku.

"Tapi bagaimana dengan Ibu? Ayah dan Kakak masih dirumah untuk mengambil pakaian Ibu dan perlengkapan yang lainnya." Aku tidak bisa meninggalkan Ibuku sendirian didalam ruang inap. Karena aku takut kalau Ibuku akan membutuhkan sesuatu nanti.

"Ibu tidak apa-apa. Kalian pergi saja dulu cari makan. Ayo nak temani Alisya makan malam ya," ucap Ibuku kepada ketiga sahabatku untuk membawaku pergi keluar mencari makan.

"Baik Ibu. Kami permisi keluar dulu. Assalamualaikum," ucap ketiga sahabatku.

"Aku akan secepatnya kembali kesini Ibu," ujarku.

"Iya nak hati-hati dijalan ya," ujar Ibuku.

Diperjalanan aku terdiam sebentar sambil memandang luar yang sudah gelap, jalanan masih ramai karena baru jam 9 malam. Aku menoleh ke arah Rendi dan bertanya kepadanya apakah dia sudah ijin dengan orang tuanya untuk menemani ku. Ternyata dia sudah ijin dan orang tuanya menitip salam untuk Ibuku semoga cepat sembuh.

"Terima kasih ya. Maaf aku selalu merepotkanmu," ucapku.

"Kamu tidak merepotkanku jutsru aku sebagai sahabatmu kalau kamu sedang dalam masalah atau sedang kesusahan aku pasti akan bantu sebisaku. Tidak perlu minta maaf," ucap Rendi.

"Terima kasih banyak," ujarku.

"Sama-sama. Oh iya apa kamu sudah memberitahukan kepada Adrian soal Ibumu masuk kerumah sakit?" tanya Rendi

"Sudah tetapi dia tidak bisa menjenguk Ibuku. Banyak sekali alasan yang dia buat. Kalau mengantarku pulang saja dia tidak pamit pada Ayah dan Ibuku dulu langsung pergi begitu saja," ujarku sambil murung.

Memang Adrian sulit untuk datang disaat seperti itu. Ketika aku butuh Adrian, banyak sekali alasannya. Dia seperti tidak ingin terlalu dekat dengan keluargaku, apalagi dekat dengan sahabatku.

"Mungkin dia sedang ada urusan lain jadi tidak bisa untuk mampir walaupun sebentar," ucap Rendi.

"Tapi itu kan tidak memakan waktu yang lama Rendi," ujarku.

"Hahaha sudah jangan ngambek gitu. Oh iya kamu tidak mau ambil pakaian gantimu? Bukankah kamu mau menginap di rumah sakit untuk menemani Ibumu?" tanya Rendi

"Oh iya. Nanti temani aku ya. Gimana sekalian ajak David dan Aqilla untuk menginap di rumah sakit?" tanyaku balik untuk meminta pendapat Rendi untuk mengajak David dan Aqilla menemaniku di rumah sakit.

"Bisa aku akan memberitahu mereka," ucap Rendi.

Dipagi hari jam 07.00 kami bersiap-siap untuk pergi ke kampus karena perkuliahan akan dimulai pada jam 08.30, aku langsung pamit pada Ibu untuk berangkat ke kampus. Begitu juga dengan Rendi, David dan Aqilla mereka pamit pada Ibuku. Di sela perjalanan perutku tiba-tiba tidak enak tetapi aku menahannya karena aku tidak mau membuat orang tuaku, Rendi, David, dan Aqilla khawatir.

Setibanya di kampus, kami langsung masuk kedalam ruang kelas yang berada di lantai 1 ternyata setelah kami masuk dosenpun juga langsung masuk kedalam ruangan. Ketika perkuliahan dimulai perutku semakin sakit aku memegang perutku dengan raut wajah yang kesakitan wajahku pucat, aku keringat dingin, aku menyilangkan kakiku. Rendi yang melihatku langsung berbisik padaku untuk memastikan keadaanku.

"Kamu kenapa?" tanya Rendi

"Aku tidak tahu perutku sangat sakit," jawabku.

"Kamu masih tahan? Kalau tidak tahan biar aku izinkan ke dosen," ucap Rendi.

"Jangan. Aku insya allah masih kuat," ujarku sambil menahan Rendi untuk tidak bilang kepada Dosen.