Chereads / Tira dan Angga / Chapter 51 - Terbang bersama-sama

Chapter 51 - Terbang bersama-sama

Tira bangun dari tidurnya disaat mentari belum menunjukkan sinarnya, matanya berbinar-binar dan wajahnya yang cerah.

Tira sangat tidak sabar untuk segera mencari cinta pertama dari sahabat tersayang itu.

"Ah!! Tidak sabar...." hela Tira.

Gadis kecil itu mengambil handuk lalu pergi ke kamar mandi. Dengan cepat Tira menggosok giginya dan membasuh wajahnya tanpa, membilas badannya.

Keluar dari kamar mandi gadis kecil itu mengganti pakaian dan menyisir rambutnya lalu dia keluar dari kamarnya sambil membawa ranselnya Tira diam-diam meninggalkan rumahnya dan segera berlari menuju rumah sosok yang sangat tidak asing baginya.

"Hoi!!! Om Angga..." teriak Tira dari depan rumah pemuda itu.

"Brush!!!" semburan air keluar dari arah rumah pemuda itu dan menyemprotnya.

"Argh!!" Tira berteriak kesal.

"Seharusnya aku yang kesal," sahut seorang pria bermata kecil dengan tubuhnya yang tinggi.

"Hoi, Donny!! Awas kau ya..." gerutu Tira kesal.

"Mana om Angga?" tanya Tira kesal membulatkan pipinya, mata gadis kecil itu melotot dengan wajahnya yang menggemaskan.

"Tuan Angga seda...."

"Saya sudah disini Tira," suara selembut kapas dengan ayunan lembut dan terdengar bulat menyahut percakapan antara mereka.

"Om Angga, Apa kabar sebulan tidak bertemu satu bulan apakah om merindukanku hehehe...." sapa Tira.

Ya sebulan lalu, disaat dua sejoli ini ingin segera mencari Amora Cintrawani bersama.

Namun, tiba-tiba saja Pak Tira Chandra yang sangat-sangat bahagia itu mengatakan pada putri manisnya jika dia sudah memesankan tiket liburan untuk satu keluarga pergi ke Bali yang membuat seluruh rencana yang direncanakan Tira gagal dilaksanakannya.

"Ah... padahal di bali itu tidak ada apa-apa cuman ketemu nenek dan kakek yang membosankan.." gerutu Tira.

"Jangan begitu, saat kamu sudah sedikit leboh dewasa rasanya kamu ingin memutar balikan waktu hanya untuk menjumpai mereka lagi..." tegur Angga.

"Iya aku paham, makanya aku inginnya mereka saja yang datang ke Jakarta lalu tinggal bersama kami! Tapi mereka mala bilang aduh... kami gak suka lingkungan kota dan bla... bla.. bla... lainnya," gerutu Tira.

"Hm... hahaha.. namanya juga kakek nenek, nanti saat kamu sudah besar, menikah. Pasti nanti, orang tuamu pasti tidak akan mau mengikutimu untuk meninggalkan rumah mereka. Mereka akan memilih untuk menetap dan berada di wilayah yang mereka inginkan begitulah orang yang sudah memasuki usia kakek dan nenek...." terang Angga.

"Rumit, Ah.. tahu deh, jadi si Amora itu rumahnya dimana?" tanya Tira pernasaran.

"Aku tidak tahu, dia hanya pindah dan setelah itu aku tidak pernah menemuinya lagi..." jawab Angga.

"Pindahnya kemana?" tanya Tira.

"Kan aku sudah pernah mengatakannya padamu jika aku tidak tahu dimana keberadaan Amora sekarang..." terang Angga.

Mendengar keterangan dari Angga, Tira langsung berpikir keras. Gadis kecil itu berusaha mencari cela dan pentunjuk untuk mengetahui keberadaan gadis bernama Amora itu saat ini.

Setelah lama berpikir gadis kecil itu membulatkan matanya dan langsung menatap Angga dengan ceria dan bertanya.

"Hm... Amora Cintrawani itu nama lengkap kah?" tanya Tira penuh semangat.

"I.. ya," jawab Angga bingung dengan ekspresi wajah gadis kecilnya itu.

"Hm... ayo kerumahku!!" ajak Tira itu menarik lengan pemuda iti dan segera mengikutinya.

Sesampainya dua insan itu dirumah Tira, gadis kecil itu berteriak dan memanggil ayah dan ibunya.

"ptlak!!" sebuah sepatu telempar hampir mengenai mereka.

"Dewa Ayu Athira Chandra!! Meninggalkan rumahnya diam-diam dan datang dengan suara nyaring sambil menggandeng pemuda polos nan lugu tidak bersalah usiamu muda kelakuanmu seperti tante-tante," seru seorang wanita paru baya yang masih menggengam sepatu kirinnya.

"Oh ibundaku, mamaku yang memiliki mata batin. Kalau tahu aku keluar dari rumah diam-diam mengapa tidak menghentikanku. Ibu macam apakah Anda!!" bela Tira kesal.

"Ibu yang lelah mengurusi anaknya, lalu ada apa kenapa kamu tiba-tiba pulang sayang?" tanya wanita paru baya itu pada anak tercintanya.

"Hm... mama kenal Amora Cintrawani?" tanya Tira langsung.

"Keluarga Cintrawani ya, hm... tidak coba tanya papamu dia kan sudah tinggal disini sejak muda pasti kenal," jawab wanita paru baya itu.

"Jawaban papa adalah tergantung dari apa yang mau kamu lakukan sayang," cetus seorang pria baru baya dengan suaranya yang berat.

"Apa yang mau kamu lakukan jika papa memberitahumu tentang Amora Cintrawani?" tanya pria paru baya itu menatap putrinya.

Tira bisa merasakan emosi yang berbeda pada mata ayahnya itu. Dia tahu, bahwa ayah yang sangat mengenal sosoknya ini mencurigai dia dan lain sebagainya dan sebagai anak yang baik maka Tira harus bisa menenangkan pria paru baya yang ada dihadapannya ini.

"Aku hanya ingin bertanya saja,lagi pula ini bukan untukku tapi untuk om Angga. Dia bilang Amora Cintrawani itu adalah cinta pertamanya dan aku ingin mengenal wanita itu..." terang Tira.

"Apa!! Tira... kelakuanmu itu persis sekali dengan seseorang, siapa ya ah aku ingat Diriku sendiri! Hahaha.. baik-baik Keluarga Cintrawani itu sudah tidak tinggal di Jakarta lagi. Mereka tinggal di Banten, entah untuk apa yang pasti bukan cari ilmu hahaha...." kekeh pria paru baya itu.

"Bantennya dimana, Banten tuh luas tahu!! Gerutu Tira kesal pada ayahnya.

"Tidak akan ku ijinkan kamu kesana gadis kecil!" ketus pria paru baya itu.

"Apa!! Dengar ya wahai papaku yang keriput dan tua. Putrimu yang manis dan menggemaskan ini telah mengatakan pada sahabatnya bahwa dia akan mencari Amora Cintrawani dan dia tidak akan menyerah!!" ketus Tira balik.

"Memang apa yang bisa dilakukan oleh seorang anak perempuan yang baru saja akan melangkah menuju ke tingkat sekoalh menengah?" kekeh pria paru baya itu meremehkan putrinya.

Tira menatap ayahnya kesal, gadis kecil ini memikirkan perktaan ayahnya dan berpikir apakah yang bisa dilakukannya. Lalu dia memandangi Angga dan langsung lari menarik pemuda itu bersamanya.

Wanita itu ingin mengejar mereka namun, pria paru baya itu melarangnya.

"Apa mas lepaskan putri kita, dia akan..."

"Biarkan, Tira tahu apa yang diperbuatnya dia itu anakku. Dan aku, dia akan baik-baik saja semoga Dewa selalu bersamanya..." ucap pria paru baya itu pada istrinya.

"Apa, begitu saja orang tua macam apa kamu mas, sebagai seorang ayah har....."

"Tolong kalian awasi putriku diam-diam saja jangan sampai dia tahu, paham, hm.. laksankan...." wanita paru baya itu menghentikan omelan saat melihat suami sedang menelpon seseorang.

"Apa yang kamu lakukan?" tanyanya oada suaminya itu.

"Seorang ayah punya berbagai cara untuk menjaga putrinya kamu hanya lerlu duduk manis dan menunggu...." jawab pria paru baya itu lalu meninggalkan istrinya.

Sedangkan disisi lain Tira dan Angga sudah berada didalam sebuah mobil bersama dengan sembilan anak lainnya yaitu Yudris, Rahendra, Arjun, Luca, Abimanyu, Gibran, Anggita, Sarah dan Yonathan yang di tarik secara paksa oleh Tira.

"Tira apa yang kamu lakukan dan denganku, bagaimana kamu bisa membujuknya?" tanya Yonathan panik.

"Bukan hal muda namun, aku menjamin kesehatanmu tenang aja Ayahku dokter jika kau mau mati dia akan menghidupkanmu..." jawab Tira asal.

"Tira, Sejak kapan ayahmu menjadi malaikat pencabut nyawa.." ketus lucas.

"Berisik papaku dokter yang keren lihat saja nanti..." balas Tira

"Kau itu..."

"Diam!!" Angga teriak.

"Tira apa yang kita lakukan disini dan mau kemana kita?" tanya Angga kesal.

"Ah.. ke Banten, tenang saja bocah-bocah ini akan berguna lagipula obat si Yonathan ini sudahku bawa rilex orang tuanya juga memberi uang yang sangat banyak kita bisa makan enak hahaha...." kekeh Tira.

"Itukan untuk...."

"Ayahku punya rumah sakit diseluruh tempat di Indonesia untuk biaya pengobatan itu gratis jadi uangnya bisa kita pakai untuk makan-makan hahaha...."

"Dia...."

"Sudahlah nanti kamu terbiasa," sahut Angga.

Bagaimanakah perjalanan mereka menuju Banten?

Hanya di Tira dan Angga..