Semua terlihat gelap, hingga Angga membuka matanya dan melihat sebuah tempat yang tidak asing baginya.
"Ini rumah lamaku," guman Angga.
"Angga..." terdengar suara lembut memannggil namanya.
Angga mencari arah suara itu dan pemuda itu terkejut dengan siapa sumber suara itu. Sosok anak perempuan cantik yang sangat tidak asing baginya, Amora Cintrawani cinta pertamanya.
Gadis kecil itu terlihat sangat cantik dengan rambut hitam bergelombang, wajah oval, mata bulat, dan bibir semerah mawar dengan kulit putih susu yang mulus. Gadis kecil itu masih terlihat canti sebagaimana terakhir mereka berjumpa.
"Amora!?" Angga terkejut.
"Kamu masih tidak menyerah ya, Angga ..." tanya anak perempuan cantik itu
"Mencarimu, sebenarnya aku tidak tertarik lagi..." jawab Angga santai.
"Lalu mengapa masih, melakukannya?" tanya anak perempuan itu.
"Ada sesuatu entah tuntunan Dewa, atau semacamnya tapi... pokoknya aku merasa harus mencarimu meski aku tidak ingin," jawab Angga.
"Angga di hatimu, apakah ada diriku? Dulu aku tersingkir oleh wanita jahat itu. Sekarang setelah semua itu apakah aku kembali ada disana?" tanya anak perempuan itu.
"Tidak, ada orang lain akan tetapi aku sendiri tidak mengerti apakah dia berada disini karena ketulusanku atau karena ketulusannya..." jawab Angga.
"Apa yang membuatnya berbeda, menurutku apapun alasan kamu harus memperjuangkannya..." ujar anak perempuan itu menggengam tangan Angga.
"Aku takut, gagal lagi Amora.." balas Angga.
"Kalau kamu bisa memperjuangkan dia dan membahagiankan dia, maka dengan begitu semua janji yang kamu ucapkan dulu akan terbayar," ucap anak perempuan itu.
Anak perempuan itu menghampiri Angga dan mencium kening pemuda itu. Lalu cahaya oada tubuh gadis itupun memudar dan dia pun lenyap.
Seketika itu juga Angga langsung membuka matanya. Dia melihat kesekelilingnya, dan melihat anak laki-laki itu yang masih tertidur di ranjang.
Sedangkan para anak perempuan itu tidak terlihat. Sebelum dirinya hampir panik dan meninggalkan kamar hotel. Angga mendengar suara percikan dan cekikikan anak-anak dari kamar mandi.
Angga mendekati pintu kamar mandi kemudian mengetok pintu tersebut.
"Tok.. tok.. tok.." ketuknya.
Tira dan kawan-kawan yang mendengar suara ketukan pun langsung terkejut. Sarah dan Anggita bersembunyi di belakang Tira sedangkan Tira langsung berteriak dan bertanya.
"Siapa?" teriak gadis kecil itu.
Mendengar suara yang menjawab adalah sura Tira, Angga seketika tersenyum lega. Bahwa gadis kecilnya dalam keadaan yang baik-baik saja.
"Ini aku," jawab Angga lembut.
"Ouh, om Angga... Eh! Kok tidak tidur?" tanya Tira bingung.
"Aku terbangun e... Tira apakah Anggita dan Sarah bersamamu?" tanya Angga khawatir.
"Ya, ada kenapa?" tanya Tira balik.
"Syukurlah aku pikir kalian meninggalkan kamar hotel, lalu tersesat bla... bla... tidak kembali lalu aku stress dan bunuh diri tamat," jawab Angga.
Seusai Angga mengucapkan kata-katanya. Tiba-tiba saja pintu kamar mandi terbuka dan Tira menampar wajah Angga.
"Jangan macam-macam pria tua, aku akan membunuhmu sebelum kau melakukannya!!" ancam Tira dengan tinjunya.
"Ya... Tira, tidak akan.." tutur Angga.
Tira tersenyum memeluk Angga, gadis kecil itu memeluk penuda itu dengan sangat erat dia menatap Angga dengan tatapan lembut dan mengatakan.
"Akan ku putar waktu dan bumi akan ku jarah seluruh dunia untuk membuatmu tetap menginjak bumi," ucap Tira.
"Kata-katamu membuat aku tersipu malu, dan aneh disaat yang sama Tira. Kamu terlalu muda untuk berucap seperti itu..." ujar Angga mengusap mengusap kepala Tira.
"Ya, bisa bilang apa aku menpesona sejak dilahirkan, itulah kata kakakku..." ujar Tira tersenyum.
"Kakak?" tanya Angga.
"Ya, seorang kakak.." jawab Tira.
"Bukannya kamu anak tunggal?" tanya Angga.
"Ya, tapi sebelumnya aku ini seorang adik yang memiliki sosok kakak. Kakak perempuan ku Dewa ayu Alana Chandra kakakku tersayang, termanis yang mati muda bersama anaknya..." terang Tira.
"Ah.. turut berduka cita," seru Angga.
"Ya sudah 7 tahun lalu jadi tidak penting lagi," jawab Tira.
"Ha... maaf," ucap Angga tidak enak hati.
"Kakakku usianya berbeda 17 tahun denganku dia kakak yang sangat cantik sesuai dengan namanya Alana artinya cantik, dia lebih cantik dariku, tapi katanya aku ini persis seperti dia saat dia seusiaku. Kakaku pribadi yang luar biasa lembut, perhatian, memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dan dia tidak memiliki rasa takut, cerdas dan cerdik, entah mirip dengan siapa dia tapi...."
"Dirimu," jawab angga sambil menyentuh hidung Tira.
"Dia persis denganmu, ucapannya tidak salah. Dia telah mewarisi jiwa padamu, jangan membuatnya kecewa Tira dia mencintaimu dengan amat sangat..." ujar Angga.
"Aku tahu, bahkan saat dia kabur dari rumah bersama suaminya karena ayah tidak merestui hubungan mereka kau tahu. Dia tetap memberiku kado saat tahun baru dan ulang tahunku hihihi..." jawab Tira tertawa.
"Aku tidak pernah bertemu dengannya tapi aku tahu dia kakak yang baik," ujar Angga.
"Seperti kakakmu, Kak agres telah melalui banyak hal dan dia bertahan untukmu Om Angga," batin Tira.
Gadis kecil itu memandangi Angga, dia berpikir apakah Amora tahu jika Angga adalah memiliki seorang kakak. Apakah dia bisa membantu Agres untuk mengungkapkan kebenarannya kepada Angga.
Disisi lain Tirta sedang baru saja selesai menelepon. Dia pergi kekamarnya kemudian mengambil jasnya.
"Mas, mau kemana?" tanya istrinya.
Kemudian pria paru baya itu memandangi wajah istrinya dan melihat matanya.
"Sayang, perasaanku tidak enak aku harus menemui anak kita.." jawab pria paeu baya itu.
"Bagaimana, kita bahkan tidak tahu tentang keberadaan putri kita!!?" tanya sang istri.
"Aku ayahnya aku selalu tahu, kamu pernah bilang jika putri-putriku semuanya seperti cetakan diriku jadi.. aku pasti akan menemukan mereka," jawab Tira.
Pria paru baya itu menghampiri istrinya kemudian dia mencium bibir istrinya dan bebisik.
"Tunggu ya aku akan cepat pulang dengan putri kita..." ucap pria paru baya itu lalu meninggalkan istrinya.
"Terakhir kamu mengatakan begitu padaku," ujar sang istri.
"Kembang cintaku, kali ini aku... hm. akan ku buktikan padamu.." ujar Tirta.
Pria paru baya itu pergi meninggalkan rumahnya. Sambil mengemudi mobilnya dia memikirkan kata-kata istrinya dengan baik.
Dadanya tiba-tiba terasa sesak, akan tetapi dia tiba-tiba rasa sakit itu hilang. Dan Tirta pun melanjutkan kemudinya.
Sambil dijalan Tirta melihat kearah joke kursi sampingnya, dia memngingat bagaimana moment terakhirnya bersama dengan putri sulungnya.
"Papa, aku akan menikah dengannya suka maunpun tidak, hidup bersama adalah tujuanku dan papa tidak akan bisa menghentikanku,"
ingatan itu tiba-tiba menghilang, Tirta memandangi joke samping dengan lirih.
"Sayang papa, bilang tidak ya tidak kenapa kamu membantahku. Dan sekarang kamu mewarisinya pada Tira. Ya mungkin karena kalian berdua mendapatkannya dariku hahaha..." tawa Tirta datar.
"Papa membiarkan kamu pergi Alana, tapi tidak dengan adikmu," guman Tirta mempercepat laju mobilnya.