Pagi pun tiba Tira dan Angga terjaga sampai pagi. Mereka berdua sedang mengirakan posisi dan memperhatikan peta, sambil berpikir kira-kira dimanakah Amora sedang berada.
"Amora itu pindahnya kemana ya.. kira-kira?" tanya Tira.
"Seingatku orang tuanya itu orangnya flesible dan juga asik, mereka suka tempat yang dekat dengan fasilitas lengkap dan..."
"Cemara daerah sekitar sana, pasti disana..." guman Tira.
"Kenapa?" tanya Angga bingung.
"Dearah sana bagus, Semua dekat dengan komplek rumah, ada 32 blok disana kita kelilingi saja semua!!" usul Tira.
"Menarik, dan rumit, ah... rusuk sebelah kananku nyeri terus sejak tadi..." ucap Angga sambil menahan rusuk sebelah kanannya.
"Itu ulu hati, Om sudah minum obat?" tanya Tira menatap Angga.
"Belum.. sepertinya aku belum," jawab Angga cuek.
"Bodoh, akan ku ambilkan ya..." ujar Tira pergi mengambil obat Angga.
Gadis kecil itu kemudian meminumkan obat tersebut pada Angga. Kemudian dia melihat mata Tira demgan saksama.
Angga terus memperhatikan mata Tira hingga gadis kecil tersebut tersipu malu dan menampar wajah Angga.
"Plak!!"
"Auh... sakit," ucap Angga.
"Sedang apa om Angga," balas Tira dengan wajahnya yang memerah.
"Matamu mengingatkan ku dengan seseorang sorot mata kalian mirip asal kamu tahu saja," Terang Angga.
"Siapa?" tanya Tira membulatkan matanya dan menatap wajah Angga.
"Ya seseorang, lebih tepatnya yang aku sendiri pun tidak tahu. Tapi aku yakin dia pasti adalah sosok yang manis dan cantik sebagaimana kamu pun juga begitu Tira," jawab Angga mengusap kepala gadis kecilnya yang manis.
"Ya jika dia cantik pasti mirip denganku," balas Tira meledek Angga.
Para teman-teman Tira yang lain sedang menikmati sarapan mereka di hotel sedangkan Tira dan Angga lebih suka diantarkan daripada harus turun dan mengantri disana.
"Tok.. tok..."
"Wah!! asik pesenan kita sudah datang," seru Tira.
Angga pun bangkit lalu membukakan pintu kamar dengan petugas hotel yang membawakan makanan untuk mereka.
"Atas nama Angga Mahesa, satu nasi goreng dan nasi ayam kremesnya satu apakah sudah sesuai?" tanya petugas hotel.
"Ya, terima kasih..." jawab Angga mengambil makanan itu kemudian menutup pintu hotelnya.
Tira yang tidak sabar langsung mengambil piring-piring berisi makanan itu dari Angga dan menyiapkan untuk mereka makan bersama.
"Kenapa makan ayam kremes untuk sarapan, dasar om-om aneh..." ledek Tira.
"Rasanya enak mengapa Tidak, lagian nasi gorang terus bosen tahu..." bela Angga sambil menyantap makanannya.
"Ya, karena simple nasi goreng itu makanan simple tingal potong cabe, bawang putih, bawang merah terus diulek lalu ditumis. Bisa dimasukan apa saja kaya udang, ayam, dan baso ikan, pengenya si baso sapi hehehe...." kekeh Tira yang pernasaran dengan rasa sapi.
"Astaga Tira... tobat kamu nak," tegur Angga panik.
"Bercanda, lagian kata si luca daging babi lebih enak dari sapi hahaha..." kekeh Tira.
"Ah terserah kamu.." Angga menyerah.
"Astaga... tapi nasi goreng itu memang simple kerena setelah semua bahan itu masuk tinggal taru nasi, lalu terus orak arik. Pakai kecap jika suka jangan jika tidak suka dan jadilah... nasi goreng, lebih cepat dari pada nasi ayam kremes.." ujar Tira.
"Lihat nasi goreng ku jadi dingin ini pasti karena menunggu ayam kremesmu," tunjuk Tira.
"Salahkan koki hotel jangan aku, kalau dia memasak ayam lebih dulu dan nasi gorangnya belakang nasi goreng tidak akan dingin," bela Angga santai.
"Sekarang sudah bisa menyalahkan orang lain ya... beda sekali dengan dulu," tutut Tira menatap genit Angga.
"Eh itu aku, ini... a... itu... e..."
"Aku suka, laki-laki itu harus bisa membela dirinya sendiri. Baru dia bisa dipercaya untuk membela orang yang dicintainya, tapi jika mereka benar-benar tidak salah. Jika membela diri sendiri saat salah itu tidak bijak, suami yang tidak bijak adalah kutukan bagi rumah tangganya.." sela Tira.
"Kamu masih kecil tapi membicarakan hal rumit, merepotkan..." ujar Angga yang tidak mencerna kata-kata gadis kecilnya itu.
"Karena aku perempuan, dan kami perempuan memang rumit, mereka ingin dicintai dengan bijaksana, dilindungi dengan ketat, diselamatkan dengan cekatan dan dijaga dengan tegas tapi memberi kebebasan. Dan mereka ingin kamu bisa bersikap kasar dengan musuh mereka atau orang yang menjahati mereka. Khususnya jika itu perempuan. Dan perempuan juga suka jika ketika mereka berhadapan dengan ibu suaminya, suami mereka lebih banyak bicara dengan mereka dibanding ibu mereka. karena perempua itu pecemburu yang sangat-sangat..." ungkap Tira.
"Rumit tapi... apa perbedaannya dilindungi dan diselamatkan. Lalu dijaga apa perbedaan semua hal itu?" tanya Angga bingung.
"Hm... begini, dilindungi adalah saat kamu hampir dalam bahaya, diselamatkan saat kamu sudah dalam bahaya, dijaga adalah saat kamu aman dan mencegah jangan sampai hampir dalam bahaya... bahasa itu luas om Angga memahaminya adalah sebuah anugerah..." ungkap Tira pada Angga.
"Mengapa kamu tidak jadi penulis saja, kenapa mau jadi dokter. Di paksa orang tua?" tanya Angga.
"Tidak, aku ingin jadi dokter untukmu... dulu memang aku ingin jadi penulis tapi semua itu berubah sejak aku mengenalmu. Aku ingin mengobati om Angga. Aku ingin kau sembuh, aku ingin menyembuhkan banyak orang sepertimu...." jawab Tira.
Mendengar jawaban gadis kecilnya Angga pun tertegun. Dia melihat kearah mata gadis kecil dan dia bisa merasakan bahwa Tira sangatlah jujur dalam semua kata-katanya. Angga sangat senang jika sosok yang dicintainya menaruh kasih padanya walaupun hanya sebagai teman.
"Wuow... terima kasih tidak pernah ada yang menyayangi aku seindah kamu saya padaku," ungkap Angga terharu.
"Itu karena tidak ada orang yang kusayangi dibumi ini seindah aku sayang padamu, aku sayang padamu sebagai sahabat, teman dan patner. Aku punya banyak teman, mereka boleh datang lebih dahulu, tapi aku tidak menyayangi mereka sebesar aku sayang padamu. Kita ini seperti teman dalam kehidupan..." ungkap Tira.
Mendengar kata-kata Tira, Angga terkejut apakah Tira sadar atau tidak dengan apa yang dibicarakannya. Dan apakah dia tahu istilah teman hidup itu digunakan untuk suami istri.
"Teman hidup, Tira kamu tahu apa itu teman hidup?" tanya Angga pada Tira.
"Teman hidup, itu adalah temen sehidup semati sampai selamanya berteman terus..." jawab Tira polos.
Mendengar jawaban Tira yang polos Angga pun langsung tersadar jika sedawasa apapun Tira dia hanya anak-anak dan seorang anak baru gede yang belum memahami sama sekali apa itu cinta.
Tira hanya seorang anak peremuan yang senang bermain, dia berbeda dengan anak perempuan lainnya yang mulai mengenal cinta dan ingin memiliki cinta pertamanya. Tira adalah seoroang remaja baru yang hanya ingin bermain dan terbang bebas seperti burung merpati.
Burung merpati kecil, telah menunjukkan kasih sayangnya.
Sedangkan burung merpati jantan masih malu-malu.
Mereka terbang bersama akan tertapi tidak bergangdeng bersama.
Jarak masih terasa jauh, tetapi cinta semakin mendekat.
Bagaimanakah kelanjutnya?
Hanya di Tira dan Angga