Chereads / Tira dan Angga / Chapter 35 - Kembali untuk Bersama

Chapter 35 - Kembali untuk Bersama

Hari ini Angga sudah di ijinkan pulang dari Rumah sakit. Dokter mangatakan bahwa pemuda itu sudah pulih dan sudah bisa diijinkan untuk pulang dari rumah sakit.

"Bagaimana keadaanmu, Angga?" tanya Seorang wanita tua pada pemuda yang berada di hadapannya itu.

"Jangan Khawatir bu Linda! Aku sudah sangat baik-baik saja...." jawab pemuda itu tersenyum.

"Benarkah!" seorang gadis kecil berjalan dengan angkuh ke arah pemuda yang sedang duduk di ranjangnya itu.

"Sudah tidak sakit, yakin!?" gadis kecil itu melirik pemuda itu.

"Ya, Tira aku baik-baik saja..." sahut pemuda itu.

"Awas! Kalau om sampai sakit lagi," ancam gadis kecil itu dengan pipinya yang membulat.

Pemuda itu melirik gadis kecil itu sambil tersenyum. Dirinya sangat senang bisa melihat Tira hari ini setelah beberapa hari gadis kecil itu tidak mengunjunginya sejak kunjungannya yang terakhir itu. Kerena jadwal ujian praktek yang mulai padat.

"Tira, aku senang sekali dapat melihat wajahmu..." ucap pemuda itu tersenyum girang.

"Aku juga," balas gadis kecil itu memeluk tangan Angga.

Angga membalas pelukan tangan Tira dengan mengelus kepala gadis manis itu. Dengan wajah yang berseri-seri Angga manatapi Tira dengan hati yang gembira.

Seakan-akan lorong rumah sakit ini, adalah taman bunga aster di musim semi. Dengan kelopak-kelopaknya yang rimbun dan banyak. Bunga aster adalah bunga favorite Angga, dirinya menyukai bunga itu karena warnanya yang lembut dan harumnya yang khas.

Bunga Aster, baru-baru ini menjadi favoritenya karena bunga itu melambangkan keberanian, kebijaksanaan, dan keyakinan. Hal tersebut makna dari bunga tersebut mengingatkannya dengan sosok yang berharga baginya yaitu Tira.

"Tira apakah kamu memperlajari filosofi bunga?" tanya Angga pada gadis kecilnya itu.

"Tidak, aku lebih suka bermain dari paca mempelajari suatu hak yang rumit dan membosankan..." jawab gadis kecil itu.

"Ah.. aku belajar!" ujar Angga.

"Kenapa kau melakukan hal yang membosankan itu!?" tanya Tira dengan tatapan menghakimi.

"Kamu yang memberikan buku itu satu tahun yang lalu," jawab Angga lembut.

Mendengar jawaban Angga, Tira pun mulai berpikir dan mengingat hari masa Angga sedang dalam ketepurukan.

Saat itu Angga berada dalam kamar tidurnya, pemuda itu baru saja sadar dari mimpi buruknya. Seluruh tubuhnya di penuhi keringat hingga bajunya pun basah.

Tira selalu melihat wajah Angga dengan tatapan mata kosong setelah dia mengalami mimpi buruk tersebut. Gadis kecil itu selalu menyiapkan pakaian untuk Angga pakai ketika selesai mandi.

Saat Tira menanyakan pada pemuda itu, mengapa dirinya selalu bermimpi buruk. Pemuda itu menjawab jika, dirinya merasa kesulitan untuk mengalami ketenangan.

Saat Angga sudah kembali tidur gadis kecil itu pulang ke rumahnya. Dan mencari suatu hal yang bisa membuatnya pemuda itu merasa relax.

Lalu mata kecil gadis itu melirik di balik pintu perpustakaan yang terbuka. Gadis kecil itu melihat ibunya yang sedang membaca sebuah buku. Dengan judul "Filosofi Bunga" Tira pun tertarik dengan buku tersebut.

Apalagi gadis kecil itu melihat ibunya dapat merasa relax saat membaca buku itu. Tira mununggu ibunya meninggalkan perpustakaan, dengan bersembunyi di balik meja bundar kecil di samping kiri pintu ruangan itu. Setelah itu gadis kecil itu mengambil buku itu dan membawanya ke rumah Angga.

"Nih!" ucap Tira melempar buku itu pada Angga.

"Kembang!?" ucapnya bingung.

"Kembang apa, itu namanya buku..." ujar Tira menerangkan.

"Tulisannya Kembang," ucap pemuda itu memperlihatkan tulisan pada buku itu.

"A.. itu nama mamaku, buku ini dulu miliknya.. sekarang milik om. Di baca ya.." pinga gadis kecil itu lembut.

"Kenapa?" tanya Angga bingung.

"Ini akan membuatmu relax," jawab Tira tersenyum.

Flash back end...

Kisah tersebut berakhir dengan Tira yang di marahi oleh ibunya karena sudah sembarangan mengambil bukunya. Namun, untulah sang Ayah menyelamatkannya dengab membelikan buku yang sama untuk istrinya, dan kemarahan pun berakhir.

Meskipun uang jajan Tira harus di potong selama sebulan. Sebagai bentuk tanggung jawab dari gadis kecil itu.

"Ah sial! Om benar, aku yang kasih..." umpat gadis kecil itu kesal.

"Aku sula bukunya," Hibur Angga kepada gadis kecil itu.

"Ya, aku senang kalau om senang.." ujar gadis kecil itu manis.

Kedua orang itu sampai pada depan pintu runah sakit. Mereka berdua menunggu Angga dan bu Linda menghampiri mereka dengan mobilnya.

Dan tidak perlu menunggu lama, Kedua orang yang sedang mereka tunggu pun datang menjemput mereka.

Tira dan Angga pun menaiki mobil dan duduk bersampingan. Sedangkan, bu Linda duduk bersampingan dengan Donny.

"Tira aku suka bunga Aster," ucap Angga spontan.

"Aku suka buka matahari, karena kesetiaannya. Apakah om tahu? Bunga Matahari hanya melihat matahari. dan Tidak pernah melirik awan atau pun bintang. Bahkan dia tidak melihat bulan yang bersinar karena matahari...." ujar gadis kecil itu lembut.

"Bunga matahari itu adalah bunga kesukaanku. Jika seorang ingin mendapatkan hatiku. Dia harus memberiku bunga matahari sebagai tanda cinta!" lanjut gadis kecil itu girang.

"Kenapa? Bukankah mawar adalah simbol cinta..." tanya Angga bingung.

"Mawar itu cantik namun, berduri. Itu lebih mirip sebuah penipuan untukku. Bunga Matahari lebih bagus!" jawab gadis kecil itu riang dengan buah pipinya yang memerah.

"Kamu salah Tira..." ucap Angga lembut.

"Heh!?" Tira terkejut, ini adalah kali pertama Angga memprotes kata-katanya. Dan gadis kecil itu terlihat sangat senang.

"Bunga mawar yang cantik namun, berduri itu menunjukkan jika cinta itu yang terlihat indah itu sebenarnya menyakitkan..." terang Angga.

Jawaban putus asa Angga yang melankolis , membuat Tira heran dan merasa khawatir. Karena pada dasarnya gadis kecil itu protektive dengan Angga.

Tira menghampiri pemuda itu memegang tangannya dan menyipitkan matanya. Lalu mengatakan bahwa buku tidak baik untuk di baca oleh Angga.

"Wow buku itu tidak bagus untukmu," ucap Tira menggelengkan kepalanya heran dengan ucapan Angga yang berwawasan dan aneh di saat yang sama.

"Hahaha.. jangan khawatir, aku baik-baik saja.." ucap Angga pada Tira.

"Ya, aku tidak khawarir. Namun, jika kau bertanya padaku. Apakah aku cemas? Maka akan aku jawab. Ya, aku cemas akan keadaan yang selalu berubah...." ujar gadis kecil itu menatap Angga serius.

"Aku berusia 22 tahun, namun seorang anak kecil terus memikirkan nasibku. Separah dan sangat menyedikan kah aku ini, Tira..." lirih Angga.

Mendengar lirihan Angga gadis kecil itu menghiburnya. Dia memberikan banyak bahwa anak kecil pun bisa mengkhawatirkan orang dewasa.

"Seorang anak khawatir akan ayahnya yang sedang sakit, seorang adik cemas saat kakanya selalu menyilet tangannya. Lalu, tak pantaskah? Seorang teman khawatir pada temannya yang sedang sakit...." ucap gadis kecil itu.

"Aku merasa seperti pencundang," ujar Angga lirih.

"Bukan..." jawab Tira manis.

Satu kata, lima huruf yang di katakan Tira berhasil membuat Angga sedikit merasa terhibur.

"Aku kembali Tira, untuk bersamamu. Jadi jangan cemas lagi." ucap Angga.

"Senang melihat mu kembali Angga Mahesa!" sambut Tira tersenyum girang.

Persahabatan semakin erat tanpa sadar mulai saling memandang.

Persahabatan sudah erat tanpa sadar, salah satu pihak mulai menyimpan rasa.

Gadis manis, gadis lugu. Tidak paham apa yang di hadapi.

Seribu ilmu di pelajarinya namun, tetap tak mengerti tentang cinta.

Karena itu dia seorang gadis kecil yang polos.

Bagaimana kelanjutannya?

Hanya di Tira dan Angga...