Chereads / Tira dan Angga / Chapter 27 - Kelemahan dan Kekuatan II

Chapter 27 - Kelemahan dan Kekuatan II

"Kelemahan dan Kekuatan," jawab Tira singkat dan tenang.

"Maksudnya...." tanya Bu Linda bingung.

"Hei apa maksud dari kata-katamu jawab!?" tanya Bu Linda lagi.

"Aku akan menjadi kekuatan untuknya jika aku bersikap tenang dan rilex seperti biasanya. Namun, om Angga akan panik jika aku khawatir dan ceroboh... aku sangat-sangat sadar di usiaku yang kecil ini. Bahwa Ada seseorang yang begitu menganggapku sebagai sumber kekuatannya...." jawab Tira tegas.

"Kamu kecil namun, berwawasan. Tira tidak begitu. kamu anak-anak menangislah jika takut. dam tertawalah jika bahagia, bersikap tenanglah saat tidur dan belajar. Hiduplah sesuai usiamu..." ucap Bu Linda mengelus kepala gadis kecil itu.

"Aku ingin menangis namun, anda sudah terlebih dahulu melakukan itu. Dan aku disini hanya bisa tenang. Karena jika kita berdua menanangis. Aku tahu Om Angga akan sedih dan merasa bersalah...." jawab Tira mengelak.

Air mata Tira perlahan menetes, dia rapuh dan jatuh dan ketakutan. Dia sangat amat takut, akan segala hal yang akan terjadi pada teman dewasanya itu. Bu Linda memeluknya dengan erat dan mengelus rambit gadis kecil itu.

"Bagimana pun kamu anak kecil ya... Tira," ucap wanita tua itu lembut.

"Kenapa dia bisa sakit, yang ku tahu Om Angga tidak selemah itu..." ucap Tira menangis.

"Kadang manusia ada waktunya jatuh dan terkadang ada waktunya ia bangun. Mungkin Angga hanya sedang tersandung saja..." hibur wanita tua itu.

"Aku takut, ada sesuatu yang salah dengan Om Angga...." tangis gadis kecil itu cemas.

Bu Linda hanya bisa diam mendengar kata-kata gadis manis itu. Karena dirinya sendiri pun tidak tahu apa yang salah dengan Anak asuhnya itu.

Angga cukup pendiam baginya, bahkan saat awal mereka tinggal bersama Angga hanya melakukan semua yang di katakan olehnya tanpa mengeluh sedikit pun tentang hal itu.

Baginya, Angga adalah anak yang baik dan penurut. Namun, Angga jarang bercerita atau pun mengatakan sepata katapun tentang dirinya dan hal itulah yang membuatnya khawatir jika, yang di katakan oleh anak kecil di depannya ini adalah benar.

"Angga kamu anak yang diam, hingga aku tidak tahu apa yang kamu inginkan..." batin wanita tua itu.

Mereka bertiga sampai dirumah sakit, dan segara menuju ke ruangan Angga. Setibanya mereka di sana, mereka hanya menunggu di depan ruangan tersebut karena belum diizinkan untuk masuk.

"Bisakah saya bertanya anda bernama Tawaku yang manis Nyonya..." Seorang dokter baru saja keluar dari ruang pemeriksaan dan segara mencari orang dengan nama Tawa yang manis.

"Ah.. aku bukan," jawab Bu Linda bingung.

"I.. tu aku dokter," jawab Tira lugas.

"Ka.. mu," Dokter itu terlihat bingung dengan anak kecil yang ada di hadapannya itu.

"Ah... anda mungkin terkejut namun, ya itu aku. Usiaku mungkin muda, sangat muda tapi, percayalah dokter pria ini aku pemilik nomor itu...." jawab Tira santai.

"Lagipula bukan salahku jika pihak rumah sakit menghubungi nomorku. Maksudku normalkah.. orang menghubungi orang dengan nickname yang aneh untuk keadaan darurat... itu bukan salahku...." lanjutnya angkuh.

"Ya, saya hanya terkejut bagaimana bisa seorang pria berusia 22 tahun menyimpan nomor seorang gadis kecil seperti kamu di ponselnya dan apakah kamu tidak tahu gadis kecil. Kamu satu-satunya nomor kontak yang terdaftar di ponsel pria ini...." terang Dokter itu pada Tira.

"Wha..... wait, wha..... wait, What!! What the heck of your talking to me doctor, that't real?" tanya Tira pada dokter tersebut.

"Ya, nak itu benar!" jawab dokter itu memberikan ponsel Angga terhadap Tira.

Tira memeriksa ponsel Angga dan benar, seperti yang di katakan oleh Dokter itu. Nomor Tira adalah satu-satunya nomor yang terdaftar di dalam ponsel Angga. Bahkan, nama bu Linda tidak ada di dalam kontak pemuda itu.

"Impresive uncle Angga, and I'm not impress!! Dasar om-om gaptek!" umpat Tira kesal.

Tira ingat saat hari pertama setelah kejadian mencengankan itu. Dimana dirinya dan Angga mulai berkomunikasi. Angga masih sering tertangkap tidak bisa mengendalikan emosinya. Bahkan, dia sering melukai dirinya sendiri dengan pecahan kaca dari gelas yang dihancurkannya.

Gadis itu juga ingat berapa kali dia harus mengobati luka dari Om kesayangannya itu. dan berapa lama dia dapat membuat Angga benar-bemar tenang dalam menjalani hidupnya.

Flash back...

"Bisakah anda berhenti melukai diri sendiri Om,"

"Ini membuat saya merasa tenang..., seakan-akan masalahku hilang hanya dengan melakukan hal ini..."

"Ya, tapi ini membuat aku repot!"

"Jika kamu repot maka pulanglah gadis cilik, akut tidak memintamu melakukannya .."

"Tidak, aku lebih suka repot daripada harus melihat Anda mati...."

"Saya lebih baik mati daripada harus merepotkan orang lain terutama anak kecil sepertimu..."

"Begini mana ponsel Anda?"

"Tidak tahu Saya tidak bisa mengingat banyak hal. Kepala saya sering sakit, dan saya tidak tahu apa-apa, saya sudah berhenti ingin melompat dari lantai atas Namun, sulit untuk berhenti menggoreskan benda tajam itu di tanganku....."

"Ya, satu per satu kita bangun kewarasan Anda Om, dan ini nomor ponselku Hubungi aku jika butuh...."

"Hm... Tira ya? Siapa Tira, apa itu Tira. Tiram?"

"Itu namaku?"

"Benarkah, itu namamu?"

"Argh!! Apa yang kau ingat tentangku.."

"Tidak tahu, saya justru bingung mengapa kamu selalu datang setiap saat!"

"Yang benar saja!!"

"Tapi... aku ingat tawamu manis itu membuatku nyaman lelucon membuatku senang. dan cerita tentang hal sial yang terjadi padamu membuatku terhibur...."

"Berikan ponselmu.."

"Ini.."

"Ya lihatlah sekarang ..."

"Tawaku yang manis, aku suka nama ini cocok denganmu. Nanti ku hubungi saat aku sudah ingat cara memakai ponsel...."

"Anda hanya satu tahun tidak bersosialisasi bukan 12 tahun, dan otak Anda sudah lebih sangat sinting bayangkan jika 10 tahun!"

"Terima kasih untukmu.."

"Ya, baiklah! Jika, merasa cemas dan ingin mati hubungi aku..."

"Kenapa?"

"Lakukan saja..."

"Baik,"

Sejak saat itu Angga selalu menghubungi Tira dan hubungan mereka pun semakin dekat. Angga mulai mengawasi Tira saat bermain bola dengan teman-temannya. Dan anak-anak itu pun mulai mengenal Angga sebagai sahabat Tira.

Flash back end...

"Ya nama bodoh di hape sial ini, punya sejarah yang amat panjang..." ucap Tira berdenyit kesal.

"Hm Nek, Pak Donny berikan nomor ponsel kalian..." pinta Tira santai.

"Ini," jawab kedua orang itu sambil memberikan nomor ponsel mereka.

"Baiklah Donny dan Bu. Linda, ini nama kalian berdua di ponse Om Angga.. " ucap Tira sambil memberikan menunjukan ponsel Angga kepada mereka berdua.

"Wah Dim, kok kamu bisa gak tahu kalau Angga belum save nomor kita di ponselnya..."

"Maaf Nyonya saya tidak ingin menganggu privasi Tuan Angga..." jawab pelayan itu.

"Tunggu Dim, nama bapak ini Donny kan??" tanya Tira bingung.

"Ya, Adimas Donyan. Saya manggil Dimas, Angga dan Kamu Manggil Donny..." ungkap wanita tua itu.

"Ya, lupakanlah.. dokter, bagaimana kondisi Anak saya?" tanya wanita tua itu cemas.

"Jangan khawatir Nyonya anak ibu baik-baik saja, hanya saya dia kelelahan akibat banyak bekerja sehingga asam lambungnya naik. Namun, selain itu putra anda baik-baik saja...." jawab Dokter tersebut.

"Benarkah, dokter apakah iya?" tanya Tira memastikan.

"Benar nak, dia baik baik saja..."

"Setahuku Om Angga sering merasanya nyeri pada perut sebelah kanannya . Apakah benar dia baik-baik saja? setahuku dia adalah pengidap chorn's disease atau bisa disebut radang usus benarkan... " tanya Tira.

"Hm... jadi kamu orang yang di takuti mengetahui kebenarannya ya. Tidak menyangka ternyata adalah seorang gadis kecil....." ungkap dokter itu.

"Jadi Angga, mengalami hal seperti itu. bagaimana mungkin?" ucap wanita tua itu cemas.

"Pasien hanya mengalami kelelalhan akibat aktifitas yang berlebih. hal itu membuat jam makan pasien berantakan dan mengakibatkan pasien manjadi ambruk namun, kondisi pasien kini telah stabil... dan pasian meminta untuk tidak memberi tahu kaliam soal penyakitnya karena dia takut ada seorang yang akan marah padanya ...." terang dokter tersebut lalu pergi.

"Pasien sudah bisa di tengok," ungkap perawat tersebut lalu pergi meninggalkan tiga orang itu.

"Ya... dia takut aku marah! Dasa bodoh. Akulah master dalam berbohong disini bukan dia...." umpat Tira.

"Sudah Ayo masuk...." geram bu Linda.

"Baik, baik..." jawab Tira.

Dan mereka pun memasuki ruang Pasien.