Mereka berdua pun tiba di tempat pemancingan. Di sebuah muara di tepi gunung dimana para orang biasanya sering memancing di sana.
Tira dan Angga sangat menikmati suasana muara yang penuh dengan keluarga yang sedang piknik dan memakan ikan hasil tangkapan mereka bersama.
Mereka berdua mencari tempat paling sepi untuk memancing bersama dan menggelar karpet untuk santap ikan bersama.
"Tira, bisa tolong kamu ambilkan kotak umpanku...." pinta Angga pada gadis kecilnya itu.
"Ya..." Tira mengambil kotak umpan milik Angga dan memberikannya pada pemuda itu lalu kembali pada ke tempat karpet yang di gelarnya.
"Terima kasih banyak, sekarang dalam hal memancing yang diperlukan hanyalah fokus. Dan semua hal di ikan bisa kau tangkap..." terang pemuda itu penuh bangga.
"okkay..." jawan Tira cuek.
Tira memperhatikan cara pemuda yang berada di depannya itu memancing. Dan dia sangat tahu bahwa Angga adalah orang yang terburuk dalam hal ini.
"Kalau aku mengajarinya itu akan merusak mentalnya biarkan dia senang dulu..." batin Tira menatap temannya itu dengan kasihan.
30 menit pertama Angga belum mandapatkan satu pun ikan.
"Ayo Om coba lagi!!" seru Tira menyemangati Angga.
60 menit pertama Angga masih gagal mendapatkan ikan.
"Ya sedikit lagi Om!! Lempar kaitnya lebih jauh!!" seru Tira dengan penuh semangat.
Angga pun mencobanya berkali-kali dan dengan pantang menyerah Tira berusaha membangkitkan semangat Angga.
Bahkan Hingga sore hari di saat para pemancing telah membakar ikan mereka. Dan meminta ikan hasil tangkapan mereka dimasak oleh Restoran. Namun, Angga dan Tira masih belum mendapatkan hasil dari usaha memancing mereka.
"Ayo Om semangat!!! Kali ini pasti dapat.." seru Tira penuh semangat.
"Sudahlah... kamu sudah tahu sejak awal aku pemancing yang buruk, iya kan..." sahut Angga dengan nada sendu.
"Hmm... this was first time right? Uncle, every people make the mistake. so be calm okkay.." balas Tira pada Omnya itu.
"Tira..." panggil Angga pada gadis kecilnya itu.
"Apa!" jawab Tira singkat.
"Grammarnya salah seharusnya this first time right? Uncle, every people must have a mistake. So you must be calm okkay.. seperti itu yang benar," terang Angga pada gadis kecilnya itu.
"Yang benar saja! Aku sudah berusaha menghibur malah di nilai dasar cowok kaku. pantes Jomblo..." ledek Tira kesal.
"Hoi! Sembarangan aku sudah pernah menikah tahu..." jawab Angga tidak terima dengan pernyataan teman kecilnya itu.
"Ya.. hasilnya apa?" ledek Tira sambil menggelengkan kepalanya.
"Perselingkuhan, perceraian, duda... depresi, lalu sembuh. membuatmu hampir terbunuh! Ya kamu benar, aku kaku. kaku dan bodoh, monoton.. idiot tidak punya keahlian... lalu apalagi!" jawab Angga kesal.
"Tidak seburuk kok..." hibur Tira.
"Tapi, lebih buruk..." jawab Angga kesal.
"Hm.. sini ku ajarkan cara memancing, di sore hari ikan besar banyak berenang..." ujar Tira mengambi alat pancing Angga dan menarik tangan pemuda itu bersamanya ke tepi danau.
"Sekarang taruh tangan kananmu di penarik dan tangan kirimu tepat di bawah penarik dan, hm.. aku tahu apa yang salah.." Tira mempehatikan tangan Angga dan menyadari sesuatu.
Gadis kecil itu pun pergi meninggalkan pemida itu sendirian dengan posisi yang masil memegang alat pancingan.
Tira berlari ke arah pepohonan dan mencari batangan kayu yang besar. Lalu gadis kecil itu membeli tali pancing di sebuah toko ikan.
Sedangkan Angga menunggu Tira dengan bingung. Dia melihat bayangan wajah di danau itu. Angga jadi ingat bahwa dulu dia pernah menenggalamkan dirinya, sendiri di danau ini.
Namun, hal itu gagal karena ada petugas yang menyelamatkannya.
"Hm.. baguslah petugas itu datang aku jadi bisa memancing di tempat ini bersama dengan Tira, Hm.. pergi kemana anak itu ya?" Angga bertanya-tanya dalam hatinya sambil memandangi bayangan wajahnya di danau.
Angga terus mendekati wajahnya agar bisa melihat dirinya lebih jelas di tepi danau. Namun, pemuda itu tidak memperhatikan langkahnya dan kehilangan keseimbangan
Untunglah sebelum benar-benar terjatuh Tira berlari. Dan dengan cepat gadis kecil itu menarik tangannya dan melemparnya jauh dari tepi danau.
"Apakah kau epilepsi!!" bentak Tira.
"Kejiwaan ku memang tidak stabil, tapi bisa ku pastikan aku tidak epilepsi..." jawab Angga kesal.
"Lalu untuk apa ke tepi danau seperti itu?" tanya Tira kesal.
"Aku hanya... hanya mengingat masa lalu. Dulu aku hampir mati di danau ini dan kalau di ingat lagi... aku selamat karena seorang anak kecil memanggil petugas untuk menolongku. Ya, aneh juga sih malam-malam ada anak kecil lewat di danau saat itu..." jawab Angga lembut pada Tira.
"Apakah saat itu tanggal 12 Maret 2003?" tanya Tira kesal.
"Ya, bagaimana kamu tahu itu pekan memancing seru dan menginap di villa gratis...." jawab Angga.
"Aku anak kecil itu, aku melihat sesorang gila melompat ke danau malam-malam saat sedang mencari ayahku... jadi itu Om Angga wow," ujar gadis kecil itu tidak terkejut.
"Dua kali, kamu menyelamatkanku dua kali. Terima kasih ya..." ucap Angga tersenyum.
"Jadi kamu, tadi darimana?" tanya Angga.
"Ah itu, aku tahu kenapa Om tidak bisa memancing dengam benar.. itu karena alat pancing ini di ciptakan untuk orang bertangan kanan, sedangkan Om Angga ini kan kidal..." sela Tira membertitahu alasan Angga tidak bisa memancing dengan benar.
"Jadi Aku buatkan yang tradisional nah kita tinggal ambil kail dan beri umpan... voila!! alat pancing untukmu..." jawab Tira dan menyerahkan alat pancing yang dibuatnya dari batang kayu itu.
"Wow terima kasih..., apakah akan berhasil?" tanya Angga ragu.
"Tidak ada yang tahu, tapi jika seandainya gagal tidak masalah... kita bisa beli ikan orang lain kan..." jawab Tira santai.
"Ya baiklah...." Angga bersemangat sekali, pemuda itu melempar alat pancingnya dengan sangat jauh.
Lalu, tidak perlu menunggu lama ikan pun terkait pada alat pancing buatan tangan itu. dan cepat Angga langsung menariknya
Wajah pemuda itu pun menjadi sangat riang. Dia menunjukkan ikan hasil tangkapannya itu pada Tira sambil tersenyum dengan riangnya.
"Lihat Tira, aku dapat dan besar sekali Hahaha..." Angga terlihat sangat senang dan memamerkan ikan hasil tangkapan itu pada gadis kecilnya.
"Sudah ku duga memang sejak awal sangat membingungkan... tehniknya benar tapi hasilnya nihil... seharusnya ku perhatikan alat pancingmu dari awal... kenapa membeli barang tidak berguna seperti itu..." ucap gadis itu kesal. karena temannya membeli alat mahal dan tidak berguna.
"ini milik mendiang ayahku..." jawab Angga lembut.
"Ah itu..." Mendengar jawaban Angga,gadis kecil itu pun tidak bisa berkata-kata. Namun, dia sadar bahwa pemuda di depannya ini mebutuhkan kata-katanya untuk sembuh dari luka lamanya itu.
"Aku akan terus memikirkan kata-kata, supaya engkau benar-benar sembuh, Angga Mahesa..." ucap Tira di pikirannya.
"Hm... berikan alat itu padaku...," pinta Tira pada Angga.
"Apa..." jawab Angga bingung.
"Mulai sekarang aku yang pakai alat pancing ini. Karena aku adalah pengguna tangan kanan. Jadi ya... Om bisa merasakan saat memancing bersamaku seperti saat dulu dengan Ayahmu itu," Tira menahan rasa gugupnya. kata-kata yang keluar dari bibirnya di ucapkan gadis kecil itu dengan lancar.
"Jadi... bagaimana?" tanya Tira ragu.
"Hm... sudah cukup menghiburku gadis manis, alat pancingnya akan ku simpan. terkadang walaupun kenangannya bahkan tidak Indah... kamu harus menyimpannya bukan," jawab Angga lembut.
Dulu saat dirinya masih kecil ayahnya sering mengajaknya memancing. Saat itu dia tidak berhasil mendapatkan satu ikan pun. Dan ayahnya memukuli tangannya dengan alat pancing yang sekarang di gengamnya tersebut.
Angga tidak ingin memberikan alat pancing kepada Tira bukan karena dia ingin menyimpan kenangan dengan ayahnya. Namun, karena dia takut Tira kenangan buruknya yang akan di alaminya bersama Tira.
"Berikan!!" Tira mengambil alat pancing itu paksa. Lalu, melempar alat pancing itu ke danau.
"Hoi!!" Angga terkejut dengan tindakan gadis kecilnya.
"Kenapa, pemancing selalu membuang alat yang membuatnya sial, dengan harapan dapat ikan lebih banyak, lihatlah ke danau! ikan-ikan itu menghampiri tempat kita cepat pancing..." Tira mengalihkan perhatian Angga.
"Kamu ini ala..."
"Bawel aku lapar.... cepat beri aku ikan!!" sela Tira santai.
"Iya-iya.." Angga menggerutu kesal namun,pemuda itu tetap memancing ikan-ikan itu dan mereka beruda pun mendapatkan banyak ikan.
Tira menyiapkan api unggun dan memukul ikan hasil tangkapannya itu. Gadis kecil itu juga mencuci darah ikan itu di belakang Angga.
Karena pemuda itu masih takut dengan darah, meskipun sebenarnya Tira hanya takut memancing ingatan buruk dari Om kesayangnnya itu.
Dan setelah di cuci bersih Angga pun membakar ikan hasil tangkapannya itu. Sambil membakar ikan Angga memandangi wajah gadis kecilnya itu.
Dan pemuda itu berpikir, apa jadinya jika saat itu Tira tidak datang. Mungkin, dia akan mati dengan penuh penyesalan.
Tira merasa jika pemuda yang berada di sampingnya itu sedang meliriknya. Tira yang tadinya fokus melihat ikan yang terbakar itu pun.
Akhirnya mulai melihat ke arah Angga, dan saat gadis kecil itu melirik ke arahnya pemuda itu pun malu san menundukkan kepalanya.
Tira tersenyum kecil ke arah Angga sambil memikirkan alat pancing itu. Dia sangat-sangat ingat bahwa Ayahnya pernah menunjukkan foto bersama dengan teman menmancingnya. Dan alat pancing itu persis seperti punya Angga.
Dan ayahnya juga bercerita bahwa teman memancinnya itu sudah meninggal. Dan ada cerita lagi yang makin membuat Tira yakin jika teman memancing dari Ayahnya itu adalah orang tua dari Om kesayangnnya itu.
Hal itu karena ayahnya bercerita jika dia memaksa anaknya yang kidal total untuk memancing. Dengan alat pancing yang di gunakan oleh orang bertangan kanan.
"Hm... untuk apa dia menyimpan alat yang di gunakan untuk memukulnya saat dia gagal itu, Dasar om-om bego..." gerutu Tira di pikiranya.
"Tira,"panggil Angga lembut.
"Apa!" jawab Tira singkat.
"Apa yang kamu pikirkan?" tanya Angga yang bingung memperhatikan gadis kecilnya yang sedang melamun itu.
"Kelulusan ku," jawab Tira berbohong.
"Hm.. tenang saja kamu pasti lulus," Angga menenangkan gadis kecil itu sambil mengangkat ikan yang sudah matang dan menaruhnya di piring yang mereka bawa dari rumah. Dan menyantapnya bersama nasi yang di bawa dari rumah.
"Kamu pintar dan cerdas, aku pandai dalam segala hal. kamu pasti akan berhasil!! bahasa inggris bukan segalanya.." Angga memberi nasihat pada gadis kecilnya, yang dianggapnya sedang galau itu.
"Apa maksudnya spelling ku adalah yang terbaik dari yang terbaik. Nilai ku A++ dalam pidato bahasa Inggris... enak saja aku bodoh!" Angkuh Tira pada Angga.
"Ujian tertulis menggunakan grammar dan grammarmu yang terburuk..." ledek Angga pada gadis kecilnya itu.
"Ih... dasar kalau aku dapat A++ di ujian terlulis belikan aku hadiah ya.." Tira mengajukan tangannya pemuda itu berjabat untuk tangan dengannya. dengan maksud untuk membuat kesepakatan.
"I'll scratch my wrist if you Fail got the A++ in your English exam, Deal!!" tantang Angga pada Tira.
"Not Deal!! What the hell with this Deal that was no sense!! I don't want to fo something like that..." tolak Tira tegas.
"Are you scary little lady, chicken!" ledek Angga pada Tira.
"Shut up! Or I will leave you alone," Ancam Tira pada Angga.
"Apa!" Angga terkejut dan wajahnya langsung memucat.
"Bercanda!!" Tira yang sadar dengan kata-katanya pun langsung menenangkan Angga dan memeluk badan pemuda yang gemataram itu dengan erat.
"Typo, bukan gitu maksudnya maksudnya aku akan tinggal denganmu sendirian..." terang Tira pada Angga.
"Itu live bukan leave that what difference!!" ungkap Angga kesal dan takut disaat yang sama.
"Ya... aku salah pengucapan," elak Tira pada Angga.
"Pemenang pidato bahasa Inggris bisa ya salah ucap..." ketus Angga menahan gemetar tubuhnya.
"Usiaku 13 tahun, aku anak sekolah dasar! jangan menuntut lebih dari dua kata itu pelafalnya hampir serupa..." elak Tira pada Angga.
"Hmm.. kamu harus tahu kehilanganmu itu seperti itu sama seperti buta dan tuli di saat yang sama. Aku takut kamu pergi Tira... meski nanti kamu bertemu dengan pria yang kamu cintai. tolong!! Tetaplah tinggal bersamaku... karena aku sungguh takut kehilanganmu..." kata Angga pada gadisnya kecilnya itu sambil menangis.
Walau Angga tidak menyadarinya, air mata mengalir dari matanya dan membasahi pipinya itu. Air mata itu terus menetes dan memandangi wajah Tira tanpa bicara.
Sang Merpati dewasa mulai mencoba untuk keluar dari sangkar. Sedangkan merpati kecil tidak menyari apa yang sedang dilakukan oleh merpati dewasa itu.
Apakah Dua merpati ini akan bisa terbang bersama.
Hanya di Tira dan Angga...