Chereads / Tira dan Angga / Chapter 21 - Tawa pemecah sunyi ( End)

Chapter 21 - Tawa pemecah sunyi ( End)

Datak jantung Angga berdetak cukup kencang pandangan mulai buram. Tubuhnya penuh dengan keringat. Saat dirinya tahu jika, puisi yang dibuatnya bukan hanya untuk di kumpulkan saja. Melainkan untuk dibacakan.

Jantung Angga berdetak sangat kencang wajahnya memucat. Berkomunikasi dengan orang banyak bukanlah hal yang dia kuasai. Sejak pisah dengan Diana cemooh dan makian didengarnya dari seluruh anggota keluarga.

Dan hal itu membuat Angga lebih menutup diri dan tidak bicara dengan banyak orang. Sudah satu tahun setengah lebih Angga tidak berkomunikasi dengan berbicara di kahalayak orang banyak.

Angga takut dan gemetar, takut akan di tertawakan lagi. Takut dicemooh lagi, takut diasingkan lagi. Dan yang paling di takutkan adalah takut jika dirinya, dilarang berada disini lagi.

Satu persatu Mahasiswa membacakan puisi mereka. Nama mereka di panggil secara acak, dan itu semakin membuat Angga gemetar ketakutan.

"Ya baiklah yang terakhir..."

"Hah! Terakhir bukankah tadi hanya 4 orang yang di panggil. itu artinya aku akan lolos dari ini..." pikir Angga senang.

"Angga Mahesa!! Tawa Pemecah Sunyi, silahkan dibacakan!" ternyata ekspetasi tidak seindah realita.

Satu kalimat, tujuh kata berhasil membuat seorang Angga Mahesa, berdebar-debar.

"Sa... saya Bu," Angga memastikan

"Ya saudara Angga silahkan dibacakan puisinya..." jawab Dosen itu.

Dengan kaki yang gemetar Angga berjalan, pemuda itu memegang erat dadanya yang terus merasa sesak. Dan dengan tangan yang gemetar ia mengambil kertas yang bertuliskan puisinya itu dan mulai membacakannya.

Dengan nada bicara yang gagap Angga memulainya.

"Ta.. tawa pe.. pe.."

"Stop, Angga kamu gugup!?" tanya Dosen tersebut.

"Sa... saya... sa.. sa.. saya... iya saya gugup.." jawab pemuda itu terbata-bata.

"Kenapa, puisimu bagus loh..." ucap Dosen tersebut padanya.

"Be.. be... benarkah!?" Angga bertanya pada Dosenya itu.

"Ya, sekarang jangan gugup lagi ya..." ucap wanita paru baya itu pada mahasiswanya itu.

"Akan saya coba.." jawab Angga.

Angga pun mulai membacakan puisinya kali ini dengan nada yang lebih percaya ciri. Dengan suaranya yang lembut dan mendayu-dayu. Membuat semua Mahasiswi pun takjub dan terkagum-kagum dengan puisi yang di tuliskanya itu.

Angga begitu menjiwai, setiap katanya begitu mencurahkan rasa dan perasaan. Dia membuat kata-kata mati itu menjadi hidup. Dengan puisi yang telah di bacakannya itu.

Semua teman-teman pun bertepuk tangan, dan Angga pun hanya bisa tersenyum lega. Melihat semua teman-temannya yang suka dengan puisinya.

Tanpa berkata-kata Angga pun kembali duduk ke tempatnya. Dia melihat kertas puisinya itu dan tersenyum.

"Tira, jauh pun kamu membantuku..." ucap pemuda itu dalam hatinya.

"Sedang apa kamu sekarang..." batin Angga bertanya-tanya.

Di sisi lain Tira dan teman-temannya sedang bermain bola bersama.

Dan seperti biasa bola tersebut pasti masuk ke halaman belakang rumah seseorang.

Dan sama seperti biasa lagi lagi hal itu karena perbuatan Tira. Dan dia pun yang harus mengambilnya kembali.

Ini bukan pertama kali dirinya memasuki halaman belakang orang sembarangan, hanya untuk mengambil sebuah bola.

Sebelum Angga kuliah biasanya di akan menyuruh Angga untuk mengalihkan perhatian sang pemilik rumah.

Lalu teman-temannya akan memberi tanda padanya jika bola tersebut sudah di ambil olehnya.

Namun, karena Angga sudah kuliah Tira terpaksa mengambil bola itu sendiri. Tanpa strategi yang matang dan persiapan. Gadis kecil itu memanjat halaman belakang orang tersebut dan turun dengan santai.

Dan tanpa disangka begitu, gadis kecil itu membalikan tubuhnya untuk mencari bola. Dia melihat sosok anak perempuan yang seusianya dengan wajah yang sangat cantik.

"Ini bola mu?" tanya anak perempuan itu.

"Ya," jawab Tira polos.

"Boleh aku ikut bermain?!" tanya anak perempuan itu pada Tira.

"Tergantung!" jawab gadis kecil itu.

"Tergantung apa!?"tanya anak perempuan itu.

"Apa kamu yakin, teman-temanku bisa melihatmu. seperti aku melihatmu..." jawab Tira tersenyum.

ternyata sosok yang di ajak bicaranya itu bukanlah anak perempuan biasa. melainkan sesosok hantu.

"Aku terkejut kamu langsung tahu siapa aku.." ucap hantu kecil itu.

"Aku sadar ini rumah kosong... satu hal, dua aku tidak melihat kakimu, tiga aku tahu sekitar 10 tahun lalu sebelum ku lahir... ada anak perempuan yang meninggal dirumah ini..." jawab Tira santai.

"Kamu tidak takut!?" tanya Hantu kecil itu.

"Mengapa aku harus takut.., kamu tidak terlihat berbahaya... harusnya kamu yang takut padaku... karena manusia adalah mahluk tertinggi..." jawab Tira santai.

"sudah aku ingin pulang sampai jumpa..." ucap Tira terhadap Hantu kecil itu.

"Tira..." panggil Hantu itu.

"Eh!? Kamu tahu darimana namaku..." tanya Tira terkejut.

"Tolong ya... sampaikan salamku pada Angga," ucap Hantu kecil itu lalu pergi.

Tira pun terkejut dengan apa yang di dengarnya. Bagaimana hantu itu mengenal temanya itu.

Tira pun memutuskan mengejar hantu kecil itu untuk meminta penjelasan. Namun, ketika hendak mengejar hantu tersebut kakinya tertahan dan Tira melihat sebuah cahaya datang menuju ke arah dan menimpahnya.

Dunia pun telihat gelap dan kemudian mulai muncul cahaya-cahaya. Tira membuka matanya dan dia melihat wajah kawatir Angga tepat di depan matanya.

"Tira!!" ucap pemuda itu khawatir.

"Om.. Angga kenapa ada disini.." tanya gadis kecil itu bingung.

Tira melirik ke arah sekelilingnya, dia melihat semua teman-temannya yang nampak cemas. Ditambah dengan Angga yang masih mengankan jaket kampusnya. Dan terlihat sangat basah kuyup oleh keringat.

Tira pun mengingat-ingat bahwa sebenarnya ketika dia memanjat rumah kosong itu. Kakinya tersandung dan terjatuh dari tembok rumah kosong itu. Dan dia bertemu dengan hantu kecil cantik itu.

"Tira.." tegur Angga khawatir.

"Ya," jawab Tira lembut.

"Kamu kenapa!?" tanya Angga.

"Tidak, hm.. om boleh ku tanya siapa yang tinggal dirumah kosong itu sebelumnya..."

"Ah... itu, aku tidak ingat! Sejak aku memasuki masa depresi banyak hal yang aku lupakan.... tidak tahu kenapa!? Ada apa Tira..." tanya Angga.

Tira pun mulai berpikir, hantu kecil itu mengenal Angga. Tapi, bahkan Angga tidak inget apapun tentang tempat ini. Apa yang sebenarnya sedang terjadi.

Memang saat Angga masa depresi dia melupakan banyak hal. Namun, Tira berhasil membantu Angga untuk mengingatnya. Itu tempat itu adalah hal lain.

"Aku harus mencari tahunya sendiri.." batin Tira.

"Om, kok om tahu aku pingsan... kok bisa om menemukan aku dirumah kosong itu..." tanya Tira curiga.

"Rumah kosong!?" tanya Angga bingung.

"Ya Rumah kosong..." jawab Tira.

"Aku menemukanmu tergeletak di tanah kosong sambil memeluk bola mu itu..." jawab Angga.

"Hah!? Serius!!" tanya Angga panik.

"Hahaha, bercanda... aku menemukanmu di rumah kosong.Karena aku mendengar suaramu jatuh saat aku pulang dari kampus... untunglah tidak ada yang luka.." jawab Angga terkekeh, wajahnya terlihat puas mengejek gadis kecilnya itu.

"Seharusnya kau tidak mengatakan hal itu... kupikir aku ke dimensi lain..." ucap gadis kecil itu kesal.

"Ya maafkan aku, tapi jujur aku sangat khawatir... aku akan membunuh diriku sendiri kalau aku kehilanganmu..." ucap Angga pada Tira.

"Iya, aku janji tidak akan membuat Om khawatir lagi..." ucap Tira tersenyum.

Angga menatap Tira dengan penuh cemas, dia tahu gadis kecilnya menutupi sesuatu. Angga bukan orang yang bodoh. Dan dia tahu Tira bukan gadis kecil yang penakut. Dia pasti akan kembali kerumah kosong itu.

Angga kembali kerumahnya dan memanggil Donny.

"Tuan Donny, benarkah yang kamu katakan tadi..." tanya Angga pada pelayan bu Linda itu.

"Ya, Tuan Angga.. nona Tira berbicara sendiri di Rumah kosong itu..." jawab Donny lembut.

"Hm... tempat apa itu... tolong selidiki untukku ya..," ucap Angga lembut pada pelayannya itu.

Apakah Angga menemukan sesuatu di rumah kosong itu..

Apakah dia akan memulai pencariannya...

"Hanya di Tira dan Angga..."