Bara duduk dalam diam, ia memperhatikan Melati yang tengah melihat Antariksa latihan dengan senyum mengembang. Ia lega, setidaknya Melati sudah bisa tersenyum sekarang.
Entah mengapa, melihat gadis itu murung membuat jantung Bara berdenyut nyeri.
Ia tidak mau repot-repot memikirkan perasaan apa yang ia miliki pada gadis itu. Jika melihat Melati tersenyum bisa membuatnya bahagia, maka dia akan melakukan apa pun untuk membuat Melati tersenyum. Sesimpel itu.
"Astaga, itu Adam bisa ganteng gitu, ibunya dulu ngidam apa ya?" gumam Melati yang masih enggan mengalihkan pandangannya dari Antariksa.
Bara yang mendengar gumaman Melati tersebut langsung tertawa kecut. Ia pikir, Melati pasti memiliki kelainan dengan matanya. Saat pria yang jauh lebih tampan berada tepat di sampingmya, kenapa gadis itu lebih memilih mengamati wajah pria lain?
"Woy, Bro! Keknya udah lama lo gak turun! Ayo dong, tunjukkan beberapa gerakan ke mereka!" teriak Putu yang langsung di respon dengan teriakan oleh anggota Antariksa. Melati melongo dan langsung menoleh ke arah Bara.
"Kamu bisa joged kayak gitu, Ra?" tanya Melati tak percaya.
Bara langsung menghela napas berat mendengar Melati menyebut dance hip hop tersebut dengan sebutan joged. Ayolah, itu terdengar sangat kampungan.
"Hip hop dance, Mel! Bukan joged!" protes Bara.
"Iya iya, maaf. Jadi, kamu bisa atau enggak?"
"Bisa! Mau lihat?"
Melati mengangguk cepat ke arah Bara. Ia terlihat sangat menggemaskan, jadi bagaimana mungkin Bara bisa menolaknya?
Bara berdiri dan menghampiri Putu.
"Yuk lah, battle!" ucap Bara yang langsung disambut tepukan tangan riuh dari anggota Antariksa dan team dancer yang ada di sana.
Melati langsung bertepuk tangan dengan begitu bersemangatnya. Ia sungguh penasaran bagaimana pria yang kasar dan ceroboh seperti Bara bisa joged ala-ala Antariksa. Em, Hip hop dance? Terserah, apa pun itu.
Begitu musik dinyalakan, Putu langsung menggerakan badannya sesuai ketukan dalam musik tersebut. Melati tersenyum lebar karena takjub dengan kemampuan Putu. Tidak heran, ia adalah pelatih Antariksa. Keren.
Putu memberi kode pada Bara untuk menyambung tariannya. Dan, begitu Bara menggerakkan tubuhnya...
Melati langsung melongo tak percaya, matanya enggan berkedip dan tubuhnya membeku seketika.
Benarkah pria di sana itu adalah Bara yang ia kenal?
Bara bergerak begitu ringan dan cepat, ia terlihat sangat santai namun begitu bertenaga. Melati benar-benar tidak bisa mempercayai matanya.
Sepanjang battle dance berlangsung, Melati terdiam dengan takjub. Oh sial, ia seolah terhipnotis dengan gerakan tubuh Bara.
Melati buru-buru menggelengkan kepalanya dan mencoba bersikap biasa saja saat battle dance disambung dengan dancer lainnya.
Bara menghampiri Melati lalu duduk di samping Melati.
"Gimana? Keren gak?" tanya Bara setelah menyikut pelan lengan Melati.
"Itu tadi, luar biasa! Keren!" Melati tidak bisa berbohong. Ia menatap Bara dengan tatapan yang tak biasa.
"Lo mah tau apa soal dance? Itu tadi kaku banget karena gue jarang gerak! Rebahan lebih menggoda soalnya!" sahut Bara dengan santainya.
Terserah Bara mau menganggapnya seperti apa, di mata Melati, dia itu sangat keren.
Setelah latihan usai, Melati meminta Bara mengambilkan fotonya dengan anggota Antariksa. Melati berdiri di samping Adam.
Bara tersenyum kecut, tapi pada akhirnya ia tetap mengambil beberapa foto untuk Melati.
Setelah mereka berada di mobil, Bara langsung mengemudikan mobilnya keluar dari tempat parkir. Ternyata di luar sedang hujan begitu lebatnya.
"Dingin-dingin kek gini, enaknya minum sih!" gumam Bara dengan pandangan yang tak lepas dari jalan raya di hadapannya.
"Ayo, aku juga haus Ra!"
"Lo tahu yang gue maksut bukan minum air dan sebangsanya kan?" tanya Bara tanpa menoleh ke arah Melati.
"Tahu! Dan aku ingin coba! Tau nggak, ternyata ada minuman sejenis wine yang non alkohol! Aku ingin mencoba itu! Itu gak akan bikin aku mabuk kan?"
Bara mengangguk pelan. Ia tahu beberapa merk wine dari Arab yang halal dan aman diminum perempuan. Bara tahu harus membawa Melati ke mana.
Sepanjang perjalanan, Melati hanya diam dan menatap ke luar jendela. Sesekali gadis itu merengut, menghela napas gusar, dan memejamkan mata. Sepertinya dia memang butuh segelas wine.
***
Melati tersenyum tipis. Kini mereka berada di salah satu mini bar milik teman Bara. Sesungguhnya tempat ini belum buka, namun Bara adalah pria yang bisa melakukan apa pun yang ia inginkan. Pegawai di sana membuka tempat itu khusus untuk Bara. Bahkan seorang bartender datang lebih awal untuk melayani mereka.
"Aku sungguh bisa meminum ini?" tanya Melati sambil menyentuh pinggiran gelas yang ada di hadapannya.
"Ya! Wine ini berasal dari spanyol dan sudah bersertifikat halal! Non alkohol! Santai aja, gue bukan cowok brengsek yang bakal ngebadutin elo!" Bara melirik Melati dengan senyuman tipis.
"Iya, aku percaya, aku minum ya!"
Melati langsung meneguk sedikit wine di gelas yang ia pegang.
Keningnya langsung berkerut, ia langsung melirik Bara dan menghadiahkan tatapan aneh kepada pria itu.
"Gimana?" tanya Bara sambil menahan senyum.
Melati menggeleng pelan, ia lalu kembali meneguk wine-nya.
Bara terkekeh pelan melihat tingkah Melati.
"Aku suka!" hanya kata itu yang keluar dari mulut Melati.
"Mel," panggil Bara.
"Iya?"
"Bisa lo ceritain aja apa yang lo pikirin? Gue cukup frustrasi ngelihat lo kek zombie akhir-akhir ini! Ngomong aja ke gue apa yang lo pikirin atau rasain!"
Melati tersenyum, senyum yang sangat lebar. Senyum yang selalu mampu membuat hati Bara merasa hangat.
"Kamu gak akan mau denger! Aku jamin itu. Kamu gak akan suka sama ceritaku." ucap Melati dengan santai.
"Coba aja. Ngomong aja apa yang lo pikirin, apa yang terjadi, dan apa yang lo rasain. Gue akan diam dan menjadi pendengar yang baik!"
"Mau janji?"
"Apa?"
"Berjanjilah untuk tetap diam dan hanya mendengarkan." ucap Melati dengan begitu berani.
"Gue janji." ucap Bara tanpa berpikir.
Melati tersenyum lagi. Dia memandang jauh ke arah jejeran botol-botol wine di belakang tubuh bartender dan mengambil napas dalam-dalam.
"Setelah kontrak ini berakhir, aku berniat pergi meninggalkan negara ini dengan kakek nenekku. Tinggal di negara dengan biaya hidup yang murah dan memulai kehidupan yang baru. Tapi, sikap baik kalian padaku membuatku goyah, aku mulai berpikir gak masalah kalau menyukai salah satu di antara kalian. Kamu tahu? Aku menyukai Sam dari awal. Baru-baru ini aku menyadarinya. Sam sangat baik dan menghormatiku sebagai perempuan meski aku hanya pelayan tanda kutipnya. Dia gak pernah menatapku seperti seorang perempuan rendahan. Dia menghormatiku sebagai seorang perempuan. Aku menyukai cara dia memperlakukanku."
Melati berhenti berbicara dan mengambil napas dalam-dalam lagi.
"Aku mulai lupa dengan kedudukanku. Kalian itu majikan yang terlalu memanjakan pelayannya!" Melati terkekeh pelan setelah mengucapkan itu.
"Serius, kamu menghiburku, mengajakku minum, hei, itu bukan sesuatu yang biasa majikan lakukan pada pelayannya!"
Melati tertawa renyah.
"Aku mulai besar kepala dan berpikir, mungkin saja kalian mau menerimaku sebagai seorang perempuan dan bukannya pelayan.
Sampai pada akhirnya, saat kami pergi ke Lombok, Sam mengucapkan sebuah janji yang membuat semua angan dan mimpi gadis desa ini hancur. Dia bilang akan menikahi gadis lain tepat di depan mataku!"
Melati meneguk lagi wine-nya.
"Aku hancur. Seolah aku dipaksa lagi melihat kedudukanku. Siapa aku dan siapa dia. Meski Sam bersikap sangat baik dan manis, aku bukanlah orang yang cukup penting baginya, karena dengan mudahnya dia melakukan itu saat aku bersamanya." Melati melirik ke arah Bara dan tersenyum lebar. Senyuman yang terlalu dipaksakan.
Bara mencengkram erat gelas di genggamannya. Ia menatap Melati dengan tatapan penuh arti.
"Singkatnya, aku patah hati, Ra. Jadi, aku berpikir, mari kembali saja ke rencana awal. Selesaikan kontrak ini dan segera pergi. Aku akan pergi ke tempat di mana gak ada seorang pun mengenalku. Aku ingin terlahir kembali menjadi Melati yang baik."
Melati menghabiskan wine di gelasnya.
Lalu bartender datang dan menuangkan kembali wine di gelasnya.
Bara tersenyum miris.
Mendengar fakta bahwa Melati menyukai Samudera saja sudah begitu menyakitinya, apalagi mendengarnya ingin pergi meninggalkan Bara.
Ia akui ia salah menilai Melati. Gadis itu bukan lagi pelacur di mata Bara. Bara menghormati gadis itu sebagai seorang perempuan. Ia ingin memuliakan Melati, memujanya, andai ia tahu jika Bara tidak pernah main-main dengan ucapannya.
'Kenapa bukan gue aja yang lo suka? Kenapa? Kenapa lo harus suka sama Bang Sam? Lihat ke arah gue, dan akan gue tunjukin kalau gue akan lakuin apa pun untuk membahagiakan lo!'
"Wah, Ra. Kamu benar-benar diam? Kamu udah boleh bicara sekarang. Aku selesai!" ucap Melati pelan.
Begitu banyak hal yang ingin Bara katakan pada gadis itu, tapi tidak ada satu pun yang sanggup keluar dari mulutnya.
Entah mengapa lidahnya terasa kelu.
"Ra,"
"Bara!"
"Hei!"
Melati mengguncang-guncang lengan Bara.
"Mel,"
"Akhirnya kamu bicara juga!"
"Gue bisa ngomong ke ayah buat batalin kontrak itu kalau lo bersedia tinggal!"
"Apa?"